untuk menerima kiriman artikel silakan invite WA 0812 8131 8151, follow twitter @medianotaris, dan facebook : medianotaris
Indonesia English

Galeri Bisnis

NOTARIS REKANAN BANK SIAP-SIAP DENGAN KEWAJIBAN BARU

24 November 2024 | 14:37:00

...siapapun yang terlibat dalam sektor keuangan termasuk notaris harus mengikuti best practices yang menjadi standar kualitas layanan kepercayaan publik ...

TRANSFORMASI KEBIJAKAN KEMENTERIAN HUTANTANGAN PASCA-PEMISAHAN DI TUBUH KEMENTERIAN HUKUM

24 November 2024 | 14:37:00

Dengan adanya transformasi ini diharapkan Notaris dapat lebih responsif terhadap perubahan dinamika hukum dan masyarakat ...

SAMSURI HEBAT

24 November 2024 | 14:37:00

proses pemilihan selesai jangan mengutamakan kebencian - permusuhan dan dendam ...

MAHKAMAH KONSTITUSI MEREVISI UU CIPTA KERJA

24 November 2024 | 14:37:00

                                                (Analisis Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 168/PUU-XXI/2023 tanggal 31 Oktober 2024)                                                                                                                                                   Oleh : Dr. H. Ikhsan Lubis,SH, SpN, MKn                                                                                                Ketua Pengwil Sumut Ikatan Notaris Indonesia dan Akademisi di bidang Hukum Kenotariatan   Keputusan Mahkamah Konstitusi dalam Perkara Nomor 168/PUU-XXI/2023 menandai langkah baru dalam perlindungan hak-hak pekerja di Indonesia, menegaskan kembali prinsip ius cogens yang mengharuskan setiap kebijakan menghormati hak-hak dasar buruh di tengah tantangan globalisasi dan kebijakan ketenagakerjaan yang terus berkembang. Dengan mengakui urgensi perlindungan upah minimum, pengaturan alih daya, dan prosedur pemutusan hubungan kerja yang adil, putusan ini tidak hanya mencerminkan komitmen terhadap keadilan sosial, tetapi juga berfungsi sebagai landasan bagi reformasi hukum ketenagakerjaan yang lebih inklusif dan berkelanjutan. Rekomendasi dari penelitian ini menekankan perlunya dialog konstruktif antara pemerintah, pengusaha, dan serikat pekerja untuk mencapai regulasi yang adil, serta memastikan bahwa kebijakan ketenagakerjaan mendukung kesejahteraan pekerja lokal, selaras dengan prinsip social contract dan labor rights. Melalui langkah-langkah yang tepat dan kolaborasi semua pihak, diharapkan Indonesia dapat menciptakan lingkungan kerja yang lebih manusiawi dan kondusif bagi pertumbuhan ekonomi yang berkeadilan.   Dinamika Perjuangan Buruh dan Respons Mahkamah Konstitusi: Implikasi Perkara Nomor 168/PUU-XXI/2023 terhadap Ketenagakerjaan di Indonesia   Latar Belakang  Perjuangan buruh untuk mendapatkan perlindungan hak-hak dasar  menghadapi tantangan yang beragam, terutama dalam konteks kebijakan ketenagakerjaan yang terus berubah. Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam Perkara Nomor 168/PUU-XXI/2023 pada 31 Oktober 2024, yang menguji Undang-Undang Cipta Kerja, menjadi titik fokus bagi buruh dan pengambil kebijakan dalam menegaskan hak-hak pekerja. Perlindungan hak pekerja di Indonesia bukan hanya kewajiban hukum, tetapi juga merupakan bagian integral dari pembangunan sosial yang berkelanjutan. Kesejahteraan buruh dan investasi harus berjalan seiring, sehingga memunculkan tantangan bagi pembuat kebijakan untuk menciptakan regulasi yang inklusif dan adil. Dalam konteks ini, penting untuk menegaskan kembali prinsip ius cogens, yang mewajibkan setiap kebijakan untuk menghormati hak-hak dasar pekerja. Tulisan ini akan menganalisis permasalahan  yang relevan dengan keputusan MK : Pertama, bagaimana penegasan kembali hak-hak pekerja di tengah kebijakan yang mendukung investasi? Kedua, sejauh mana keseimbangan antara kepentingan pekerja dan investasi dapat dicapai? Ketiga, apa tantangan yang muncul dari penggunaan tenaga kerja asing (TKA) dalam konteks perlindungan hak-hak pekerja lokal? Dengan menggunakan analisis hukum dan sosio-ekonomi, artikel ini mengadopsi pendekatan normatif dan empiris. Melalui pendekatan ini, diharapkan dapat diungkapkan implikasi hukum dan sosial dari putusan MK terhadap kondisi ketenagakerjaan di Indonesia. Keseimbangan  Kepentingan Pekerja dan Investasi Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam Perkara Nomor 168/PUU-XXI/2023 menyoroti perlunya keseimbangan antara kepentingan pekerja dan investasi dalam regulasi ketenagakerjaan di Indonesia. Uji materi yang diajukan oleh Partai Buruh dan federasi serikat pekerja mencerminkan kekhawatiran mendalam terhadap dampak negatif dari kebijakan ekonomi liberal terhadap hak-hak pekerja. Dalam kerangka aksiososiologis, keputusan ini menegaskan bahwa norma hukum tidak hanya berfungsi untuk mengatur pasar, tetapi juga harus mencerminkan nilai-nilai keadilan sosial yang esensial dalam menciptakan sistem ketenagakerjaan yang berkelanjutan dan adil. Dari perspektif jurisprudence, keputusan MK menunjukkan penguatan perlindungan hak-hak pekerja. Dalam amar putusannya, MK mengabulkan sebagian permohonan yang menyoroti norma-norma dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja. Hal ini sejalan dengan Pasal 27 ayat (2) UUD 1945, yang menegaskan bahwa setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak. Putusan ini menciptakan harapan baru bagi pekerja untuk memperoleh perlindungan hukum yang lebih kuat dalam menghadapi regulasi yang dapat merugikan. Namun, MK juga menolak beberapa permohonan yang dianggap prematur terkait norma pemutusan hubungan kerja (PHK). Keputusan ini menunjukkan pentingnya legal certainty dalam sistem hukum, di mana kepastian hukum menjadi syarat mutlak sebelum suatu norma dapat diuji secara konstitusional. Penolakan ini menciptakan ruang bagi pengembangan interpretasi hukum yang lebih mendalam, sehingga ketidakpastian yang dialami pekerja dalam perjanjian kerja dapat diminimalkan. Norma-norma dalam UU Cipta Kerja, seperti yang berkaitan dengan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) dan sistem alih daya (outsourcing), menciptakan tantangan dalam mencapai keseimbangan antara kepentingan bisnis dan perlindungan hak-hak pekerja. Melalui putusan ini, MK berusaha menjembatani kesenjangan tersebut, menegaskan bahwa setiap hubungan kerja harus berlandaskan pada prinsip keadilan dan kesejahteraan. Ini merupakan langkah signifikan dalam memastikan bahwa perlindungan pekerja tidak hanya ada di atas kertas, tetapi juga dapat diterapkan secara praktis. Penerapan social contract theory dalam konteks keputusan MK ini relevan untuk memahami interaksi antara negara, pengusaha, dan pekerja. Teori ini menyiratkan adanya kesepakatan sosial yang harus dipatuhi oleh semua pihak untuk menciptakan keadilan sosial. Dengan mengakui hak-hak pekerja dalam kerangka regulasi yang lebih ketat, MK berkontribusi pada penciptaan kondisi yang mendukung pertumbuhan ekonomi inklusif, di mana semua elemen masyarakat merasakan manfaat dari kebijakan yang ada. Meskipun MK telah mengabulkan sebagian permohonan, tantangan dalam implementasi norma baru tetap menjadi perhatian utama. Penegakan hukum yang efektif dan komitmen dari pemerintah serta pemangku kepentingan lain sangat penting untuk memastikan bahwa perubahan hukum yang dihasilkan tidak hanya bersifat normatif. Pertanyaan tentang accountability pemerintah dalam menerapkan keputusan MK juga perlu diperhatikan, karena tanggung jawab ini tidak hanya bersifat hukum, tetapi juga etis dan moral dalam pelayanan publik. Dengan demikian, keputusan MK dalam Perkara Nomor 168/PUU-XXI/2023 bukan hanya pengakuan terhadap hak-hak pekerja, tetapi juga merupakan langkah awal menuju reformasi sistem ketenagakerjaan yang lebih adil. Dalam menghadapi tantangan global, Indonesia harus berupaya menyelaraskan regulasi ketenagakerjaan dengan praktik terbaik internasional, sambil tetap menghormati prinsip-prinsip dasar hak asasi manusia. Kesimpulannya, putusan ini menegaskan bahwa hukum adalah instrumen yang dapat mencapai keadilan, mendorong perbaikan berkelanjutan dalam pengaturan ketenagakerjaan demi kesejahteraan seluruh masyarakat. Perlindungan Pekerja di Era Globalisasi Putusan MK dalam Perkara Nomor 168/PUU-XXI/2023 menegaskan perlunya perlindungan hak-hak pekerja di tengah meningkatnya penggunaan tenaga kerja asing (TKA) di Indonesia. Keputusan ini menetapkan bahwa TKA hanya boleh dipekerjakan dalam posisi tertentu dan dengan syarat kompetensi yang jelas, mencerminkan prinsip ius laboris, yang menegaskan hak pekerja untuk mendapatkan perlindungan dan kesempatan yang adil di pasar tenaga kerja. MK berperan sebagai penegak keadilan sosial yang mendukung posisi pekerja lokal dalam menghadapi persaingan global. Dari perspektif aksiologis, keputusan MK berfungsi sebagai pernyataan komitmen terhadap keadilan sosial. Dengan menyatakan bahwa TKA tidak boleh menggantikan posisi tenaga kerja Indonesia (TKI) tanpa alasan yang sah, MK melindungi hak asasi manusia dalam konteks ketenagakerjaan. Hal ini menjadi penting mengingat proliferasi TKA di berbagai sektor yang sering kali mengabaikan hak-hak pekerja lokal. Reaksi positif dari buruh yang berkumpul di Jakarta menandakan bahwa keputusan ini dianggap sebagai kemenangan bagi mereka, memperlihatkan dukungan terhadap pengakuan hak-hak dalam penggunaan tenaga kerja. Uji materi yang diajukan meliputi 71 poin petitum, yang dibagi dalam tujuh klaster, termasuk isu-isu vital seperti upah, perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT), dan pemutusan hubungan kerja (PHK). MK menunjukkan pemahaman mendalam terhadap isu-isu ini, mencerminkan pentingnya prinsip social justice dalam hukum ketenagakerjaan, di mana hak-hak pekerja menjadi fokus utama. Keputusan ini tidak hanya memperlihatkan responsifitas MK terhadap isu-isu kompleks di pasar tenaga kerja, tetapi juga menegaskan perannya sebagai pengawal konstitusi yang berkomitmen terhadap keadilan. Salah satu poin penting yang diangkat oleh MK adalah potensi multitafsir dalam Pasal 42 Ayat (4) dan Pasal 81 angka 4 UU Nomor 6 Tahun 2023. Tanpa penjelasan yang jelas, ketentuan ini dapat menimbulkan ketidakpastian hukum yang merugikan hak TKI. MK menegaskan pentingnya norma tersebut dimaknai dalam kerangka pengutamaan TKI, untuk mencegah konflik antara norma yang ada. Penegasan ini juga mencerminkan prinsip legal certainty, di mana setiap tindakan dalam dunia ketenagakerjaan harus memenuhi standar yang jelas dan ditetapkan. Dalam hal ini, MK juga menegaskan bahwa penggunaan TKA harus berdasarkan kebutuhan yang jelas. Ini sejalan dengan tanggung jawab hukum yang menuntut agar setiap keputusan terkait ketenagakerjaan tidak merugikan kesempatan kerja bagi TKI. Penekanan ini adalah langkah penting dalam memastikan bahwa kesejahteraan pekerja lokal tetap menjadi prioritas dalam kebijakan ketenagakerjaan. Perjuangan serikat pekerja dalam mengajukan uji materi ini mencerminkan dinamika hubungan industrial yang semakin kompleks. MK, dalam mempertimbangkan argumen yang diajukan, telah menunjukkan perannya sebagai mediator yang memperkuat posisi serikat pekerja dalam dialog sosial. Dengan memberi ruang bagi suara buruh, MK juga mendukung prinsip tripartite cooperation, yang menuntut kolaborasi antara pemerintah, pengusaha, dan pekerja untuk menciptakan lingkungan kerja yang lebih adil dan berkelanjutan. Keputusan MK ini diharapkan dapat mendorong pembentukan regulasi yang lebih komprehensif dan transparan, menciptakan sinergi antara semua pihak yang terlibat dalam pengelolaan tenaga kerja. Implikasi jangka panjang dari keputusan ini terhadap sistem ketenagakerjaan di Indonesia adalah pentingnya pengutamaan TKI dan kejelasan dalam pemanfaatan TKA. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan perlindungan hak-hak pekerja dan membangun kepercayaan di antara pekerja dan pemberi kerja, serta menciptakan stabilitas di pasar tenaga kerja. Putusan MK dalam Perkara Nomor 168/PUU-XXI/2023 tidak hanya menjadi kemenangan bagi serikat pekerja, tetapi juga langkah maju dalam reformasi hukum ketenagakerjaan di Indonesia. Dengan menegaskan komitmen terhadap hak asasi manusia dan perlindungan sosial, keputusan ini membuka peluang bagi perbaikan kebijakan yang lebih inklusif di masa depan. Dalam konteks globalisasi yang terus berkembang, perlindungan hak-hak pekerja lokal menjadi semakin penting, dan MK telah menunjukkan bahwa lembaga hukum dapat berperan aktif dalam hal ini. Hukum dapat menjadi instrumen yang mendorong keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat, menciptakan lingkungan kerja yang lebih adil dan berkelanjutan.   Kesejahteraan Pekerja dalam Dinamika Ketenagakerjaan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam Perkara Nomor 40/PUU-XXI/2023 berpotensi menjadi titik balik signifikan dalam regulasi ketenagakerjaan di Indonesia. Aksi buruh yang melibatkan ribuan orang mencerminkan aspirasi yang mendalam untuk keadilan dan perlindungan hak-hak mereka. Dalam konteks ini, aspek aksiologis menjadi sangat penting untuk dipahami, di mana hukum seharusnya berfungsi sebagai instrumen pelindung kepentingan pekerja di tengah liberalisasi ekonomi yang mengancam kesejahteraan mereka. Pengajuan judicial review oleh Gerakan Kesejahteraan Nasional (Gekanas) menantang klaster ketenagakerjaan dalam UU Cipta Kerja, menuntut MK untuk menyeimbangkan antara kepentingan investasi dan perlindungan hak-hak pekerja. Prinsip proportionality dalam hukum menjadi relevan di sini, di mana setiap kebijakan harus mempertimbangkan dampak terhadap semua pihak, termasuk pekerja yang rentan. MK menguji formil dan materiil Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja, memutuskan untuk membatalkan klaster ketenagakerjaan, yang sebelumnya ditolak oleh serikat pekerja dan aktivis. Dalam putusannya, MK menerapkan metode interpretasi historis untuk memahami konteks terbentuknya undang-undang, menunjukkan komitmen dalam menjamin keadilan dan legitimasi hukum. UU Cipta Kerja dianggap menggerus nilai-nilai yang terkandung dalam UU Nomor 13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan, dan kemudahan bagi pengusaha untuk melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) menciptakan ketidakpastian bagi pekerja. MK menekankan pentingnya legal certainty sebagai fondasi sistem hukum untuk melindungi hak-hak pekerja. Salah satu kritik utama adalah hilangnya mekanisme perlindungan bagi pekerja yang terancam PHK. Sebelumnya, UU Ketenagakerjaan memberikan perlindungan yang lebih kuat. MK diharapkan mampu menciptakan regulasi yang tidak hanya mendukung investasi tetapi juga melindungi pekerja lokal dari perlakuan diskriminatif. Data menunjukkan bahwa pertumbuhan lapangan kerja tidak sebanding dengan meningkatnya jumlah angkatan kerja, menciptakan kesenjangan yang perlu perhatian serius. Keputusan MK untuk membatalkan klaster ketenagakerjaan merupakan langkah positif, namun tantangan terbesar terletak pada implementasi. Pemerintah harus memastikan bahwa perlindungan hak-hak pekerja tidak hanya menjadi jargon, tetapi diimplementasikan secara nyata. Pengawasan dari masyarakat dan serikat pekerja menjadi krusial dalam menjamin efektivitas hukum yang telah ditetapkan. Putusan MK mengenai klaster ketenagakerjaan tidak hanya merupakan kemenangan bagi para pekerja, tetapi juga langkah strategis dalam reformasi hukum ketenagakerjaan di Indonesia. Dalam konteks aksiologis, keputusan ini mencerminkan komitmen untuk memelihara nilai-nilai keadilan sosial dan perlindungan hak asasi manusia, yang merupakan pilar utama dalam pembangunan masyarakat yang berkelanjutan dan inklusif. Harapan akan keadilan dan kesejahteraan bagi pekerja kini tampak lebih realistis dalam praktik hukum yang lebih adil dan responsif. Harapan Baru dari Keputusan MK Putusan MK dalam Perkara Nomor 168/PUU-XXI/2023 memberikan harapan baru bagi perlindungan hak-hak pekerja. Dengan mengabulkan sebagian permohonan dari Partai Buruh dan federasi serikat pekerja, MK menunjukkan komitmennya untuk menjaga keadilan sosial. Putusan ini menyoroti pentingnya harmonisasi norma antara UU Nomor 13 Tahun 2003 dan UU Cipta Kerja. Keputusan MK untuk merevisi 21 pasal dari UU Cipta Kerja menunjukkan perlunya legislasi baru yang lebih memperhatikan perlindungan hak pekerja. MK menekankan pentingnya pembentukan undang-undang ketenagakerjaan yang terpisah dari UU Cipta Kerja, menciptakan ruang bagi regulasi yang lebih responsif terhadap kebutuhan masyarakat. Proses legislasi harus melibatkan partisipasi aktif dari serikat pekerja untuk memastikan suara mereka didengar. Keseimbangan antara Perlindungan dan Investasi MK juga menyadari pentingnya menciptakan lingkungan hukum yang kondusif bagi investasi tanpa mengabaikan hak-hak pekerja. Dengan mengatur ulang ketentuan dalam UU Cipta Kerja, diharapkan tercipta keseimbangan antara kebutuhan ekonomi dan perlindungan sosial. Putusan MK dalam Perkara Nomor 168/PUU-XXI/2023 merupakan langkah awal yang menjanjikan dalam reformasi hukum ketenagakerjaan. Dengan mempertimbangkan aspek aksiologis, sosial, dan filosofis, kita diingatkan bahwa hukum harus mampu menjawab kebutuhan masyarakat dengan cara yang adil. Harapan untuk masa depan ketenagakerjaan yang lebih baik di Indonesia semakin terbuka, asalkan keputusan ini diikuti dengan tindakan nyata dari semua pihak. Penegasan Kembali Hak Pekerja Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam Perkara Nomor 168/PUU-XXI/2023 menandai tonggak penting dalam hukum ketenagakerjaan di Indonesia. Dengan mengabulkan sebagian permohonan dari Partai Buruh dan serikat pekerja, MK menegaskan perlunya perlindungan hak-hak pekerja di tengah kerangka Undang-Undang Cipta Kerja yang kontroversial. Keputusan ini tidak hanya memiliki dimensi hukum, tetapi juga implikasi moral dan sosial yang mendalam bagi masyarakat. Poin-Poin Penting dari Keputusan MK MK menyatakan bahwa frasa "Pemerintah Pusat" dalam Pasal 42 ayat (1) UU Cipta Kerja bertentangan dengan UUD 1945. Keputusan ini mengharuskan pengambilan keputusan ketenagakerjaan dilakukan oleh "menteri yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan," yang dalam hal ini adalah Menteri Tenaga Kerja. Ini mendorong adanya akuntabilitas yang lebih jelas dalam pengelolaan ketenagakerjaan. MK menekankan bahwa penggunaan tenaga kerja asing harus dilakukan dengan syarat tertentu yang mengutamakan pekerja lokal. Prinsip local labor preference diterapkan untuk melindungi tenaga kerja domestik dari persaingan yang tidak adil. Dalam Pasal 56 ayat (3), MK menetapkan bahwa perjanjian kerja tertentu tidak boleh melebihi lima tahun, untuk mencegah eksploitasi melalui perjanjian yang berkepanjangan. Hal ini menekankan pentingnya kepastian dalam kontrak kerja. MK mengharuskan semua perjanjian kerja waktu tertentu dibuat secara tertulis dan dalam Bahasa Indonesia, mencerminkan prinsip informed consent, sehingga semua pihak memahami isi dan konsekuensi perjanjian. MK menegaskan bahwa pekerja berhak atas istirahat mingguan yang memadai dan penghidupan yang layak. Ini mencerminkan pemahaman bahwa kesejahteraan pekerja tidak hanya diukur dari aspek finansial tetapi juga dari keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi. Kebijakan pengupahan harus melibatkan dewan pengupahan daerah, mencerminkan prinsip participatory governance, di mana semua pemangku kepentingan terlibat dalam pengambilan keputusan yang memengaruhi hidup mereka. MK menegaskan bahwa PHK hanya dapat dilakukan setelah penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial, memberikan perlindungan tambahan bagi pekerja agar proses PHK tidak dilakukan secara sewenang-wenang. Implikasi dari Keputusan MK Keputusan MK mencerminkan bahwa perlindungan hak pekerja adalah isu yang tidak hanya hukum, tetapi juga moral dan sosial. Dengan menekankan hak-hak ini, MK memberikan panduan moral bagi pembentuk undang-undang untuk menciptakan regulasi yang lebih adil dan berkeadilan. Putusan MK dalam Perkara Nomor 168/PUU-XXI/2023 berfungsi sebagai titik balik dalam perjuangan hak pekerja di Indonesia. Ini tidak hanya memperbaiki sistem hukum ketenagakerjaan tetapi juga menciptakan harapan baru bagi keadilan sosial. Keputusan ini menjadi pengingat bahwa hukum dan keadilan sosial harus berjalan beriringan, untuk menciptakan masyarakat yang lebih baik dan sejahtera. Harapan untuk keadilan sosial dan perlindungan hak pekerja kini semakin realistis, dengan penegakan hukum yang diharapkan dilakukan secara konsisten dan berkelanjutan. Reformasi Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pengujian Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja menandai langkah penting dalam reformasi hukum ketenagakerjaan di Indonesia. Dengan mengamanatkan pembentukan Undang-Undang Ketenagakerjaan yang baru, terpisah dari UU Cipta Kerja, MK menegaskan perlunya harmonisasi dan sinkronisasi regulasi yang mengatur hubungan kerja. Ini menjadi sangat penting untuk memahami implikasi keputusan tersebut terhadap kesejahteraan pekerja serta stabilitas hukum yang lebih luas. MK memberikan waktu dua tahun kepada pembentuk undang-undang untuk menyusun UU Ketenagakerjaan yang baru. Ini mencerminkan urgensi untuk menyelesaikan tumpang tindih norma antara UU Ketenagakerjaan yang lama dan UU Cipta Kerja. Ketiadaan regulasi yang jelas dapat menciptakan ketidakpastian hukum, yang mengancam hak-hak pekerja dan pemberi kerja. Konsep legal certainty menjadi sangat relevan dalam konteks ini, di mana situasi yang ada berpotensi memicu konflik kepentingan. MK menekankan pentingnya partisipasi aktif dari serikat pekerja dalam proses penyusunan UU Ketenagakerjaan yang baru. Ini sejalan dengan prinsip participatory governance, yang mengutamakan keterlibatan semua pemangku kepentingan dalam proses legislasi. Keterlibatan serikat pekerja diharapkan membuat substansi UU lebih responsif terhadap kebutuhan dan aspirasi pekerja, serta menciptakan suasana kerja yang lebih harmonis. Integrasi dan Kepastian Hukum MK menekankan bahwa substansi UU Ketenagakerjaan yang baru harus mengakomodasi materi dari UU Nomor 13 Tahun 2003 dan UU Cipta Kerja, serta mengintegrasikan semangat dari berbagai putusan MK sebelumnya. Ini berpotensi menciptakan kepastian hukum yang lebih baik bagi semua pihak dalam hubungan kerja. Namun, kondisi ketenagakerjaan saat ini masih bersifat fragmentaris, di mana beberapa aspek telah diubah melalui UU Cipta Kerja, sementara yang lain masih mengacu pada UU yang lama. Ketidakharmonisan ini bisa mengancam perlindungan hak-hak pekerja. MK memperingatkan bahwa jika permasalahan tumpang tindih norma tidak segera ditangani, tata kelola hukum ketenagakerjaan akan terjebak dalam lingkaran ketidakpastian dan ketidakadilan. Prinsip rule of law sebagai dasar sistem hukum akan terganggu, sehingga perlindungan hak-hak pekerja dan kepastian hukum bagi pemberi kerja akan semakin rapuh. Oleh karena itu, penting bagi pembentuk undang-undang untuk menciptakan regulasi yang sistematis dan terintegrasi. Fokus pada Isu-Isu Ketenagakerjaan Keputusan MK untuk memisahkan UU Ketenagakerjaan dari UU Cipta Kerja mencerminkan keinginan untuk menciptakan regulasi yang lebih fokus dan komprehensif. UU Ketenagakerjaan yang baru diharapkan lebih mudah dipahami dan diterapkan, serta meminimalkan ruang untuk interpretasi yang merugikan salah satu pihak. Isu-isu penting seperti penggunaan tenaga kerja asing, perjanjian kerja waktu tertentu, dan pemutusan hubungan kerja menjadi bagian integral dalam diskusi mengenai ketenagakerjaan yang berkeadilan. MK menekankan tanggung jawab pembentuk undang-undang untuk memenuhi kebutuhan ekonomi sekaligus hak asasi manusia dalam konteks ketenagakerjaan. UU Ketenagakerjaan yang baru harus mencerminkan nilai-nilai keadilan sosial dan perlindungan hak asasi pekerja, menciptakan keseimbangan antara kepentingan pengusaha dan hak-hak pekerja, yang pada akhirnya berkontribusi pada stabilitas sosial. Putusan MK mengenai pengujian UU Cipta Kerja merupakan langkah penting menuju reformasi hukum ketenagakerjaan yang lebih komprehensif dan berkeadilan. Dalam jangka panjang, diharapkan regulasi baru ini tidak hanya menciptakan kepastian hukum, tetapi juga meningkatkan kesejahteraan pekerja dan menjamin perlindungan hak-hak mereka. Dengan mencerminkan nilai-nilai keadilan sosial, UU Ketenagakerjaan yang baru diharapkan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan memberikan perlindungan yang lebih baik bagi hak-hak pekerja di Indonesia. Penegasan Hak Pekerja dalam Penggunaan Tenaga Kerja Asing Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam Perkara Nomor 168/PUU-XXI/2023 menegaskan tanggung jawab pemberi kerja untuk mengutamakan penggunaan tenaga kerja Indonesia (TKI) sebelum mempekerjakan tenaga kerja asing (TKA). Keputusan ini tidak hanya berfungsi sebagai pedoman regulasi, tetapi juga mengedepankan aspek aksio-logis dalam melindungi hak dan kesempatan kerja bagi warga negara, serta menunjukkan komitmen terhadap pemenuhan hak asasi manusia dalam konteks ketenagakerjaan. Prioritas untuk Tenaga Kerja Lokal MK menekankan bahwa penggunaan TKA harus memperhatikan kondisi pasar kerja domestik, dengan prinsip socio-economic balance yang memprioritaskan sumber daya manusia lokal. Hukum, dalam konteks ini, berperan sebagai sarana untuk menciptakan keadilan sosial, sehingga pekerja lokal mendapatkan kesempatan yang adil. TKA hanya boleh dipekerjakan untuk jabatan yang tidak dapat dipenuhi oleh TKI, terutama untuk keahlian khusus yang tidak tersedia di dalam negeri. Dalam putusannya, MK menyoroti pentingnya kejelasan dalam kriteria penggunaan TKA yang diatur dalam Pasal 42 ayat (4) dan Pasal 81 angka 4 UU Nomor 6 Tahun 2023. Ketidakjelasan ini berpotensi menciptakan legal uncertainty, yang dapat mengancam hak pekerja dan menimbulkan ketidakadilan dalam praktik ketenagakerjaan. Oleh karena itu, MK menekankan perlunya kriteria yang jelas dan terukur dalam mempekerjakan TKA. MK mendorong pengutamaan TKI sebagai tenaga pendamping bagi TKA, sehingga transfer teknologi dan keahlian dapat dilakukan. Pendekatan ini sejalan dengan prinsip knowledge transfer yang mendukung pengembangan kompetensi tenaga kerja lokal. Dengan demikian, diharapkan TKI dapat menggantikan posisi TKA seiring dengan peningkatan kemampuan mereka. MK menegaskan bahwa kesempatan bagi TKA bersifat sementara dan berdasarkan kebutuhan yang jelas. Konsep temporal employment ini memungkinkan TKA bekerja untuk jabatan tertentu dalam waktu tertentu, sehingga keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan industri dan perlindungan hak pekerja dapat tercapai. Implementasi putusan MK menjadi tantangan bagi pembentuk undang-undang, pengusaha, dan sektor industri untuk menerapkan kebijakan yang sesuai. Tanggung jawab ini mencakup pemenuhan norma yang telah ditetapkan serta pengawasan untuk memastikan prinsip-prinsip yang diusung MK dapat terlaksana dengan baik. Peran serikat pekerja dan masyarakat sipil juga sangat penting dalam mengawasi dan mendorong implementasi regulasi yang adil. Putusan MK ini merupakan langkah positif dalam penguatan posisi TKI di pasar tenaga kerja. Diharapkan regulasi yang lebih jelas dan terstruktur akan memberikan perlindungan bagi pekerja, mendorong perkembangan kompetensi lokal, dan menciptakan lingkungan kerja yang lebih adil. Dengan menegaskan prinsip-prinsip keadilan dan prioritas terhadap tenaga kerja lokal, diharapkan regulasi yang dihasilkan akan menciptakan keseimbangan yang menguntungkan semua pihak. Keputusan ini juga meneguhkan komitmen negara dalam melindungi hak asasi manusia dan memajukan kesejahteraan sosial. Implikasi bagi Ketenagakerjaan di Indonesia Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada 31 Oktober 2024 mengenai Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja, khususnya dalam kluster tenaga kerja asing (TKA), mencerminkan langkah signifikan dalam perlindungan hak pekerja lokal. Dengan membatasi penggunaan TKA untuk jabatan tertentu yang memerlukan kompetensi khusus, keputusan ini tidak hanya mendukung tenaga kerja Indonesia (TKI) tetapi juga mengedepankan prinsip keadilan sosial dan hak asasi manusia. Keputusan MK memberikan harapan bagi buruh yang merasa terdampak negatif oleh kebijakan yang dianggap pro-bisnis. Dalam konteks ini, prinsip ius cogens—hak-hak pekerja yang harus diutamakan dalam peraturan—menjadi sangat relevan. Regulasi ketenagakerjaan harus mengadopsi pendekatan yang lebih manusiawi, memastikan kondisi kerja yang layak dan mengatasi kesenjangan antara peraturan dan praktik di lapangan. Kritik terhadap penghitungan upah minimum yang tidak transparan menekankan pentingnya partisipasi publik dan pemangku kepentingan, terutama buruh, dalam proses pembuatan kebijakan. Keterlibatan ini diperlukan agar kebijakan yang dihasilkan mencerminkan kebutuhan masyarakat. Selain itu, regulasi yang menciptakan sistem jaminan sosial yang kuat dan berkelanjutan sangat dibutuhkan untuk melindungi hak pekerja. Tanggung Jawab Pengusaha Keputusan MK juga menuntut pengusaha untuk mempertimbangkan keberlanjutan usaha dan kesejahteraan karyawan, sesuai dengan prinsip corporate social responsibility. Dengan pembatasan penggunaan TKA, diharapkan ada dorongan untuk mengembangkan tenaga kerja lokal yang kompeten, menciptakan hubungan yang saling menguntungkan antara pekerja dan pengusaha. Perlunya dialog konstruktif antara pemerintah, serikat buruh, dan pengusaha menjadi sangat mendesak. Tanpa komunikasi yang terbuka, kebijakan yang dihasilkan mungkin tidak efektif dan dapat menimbulkan ketegangan di lapangan. Penerapan prinsip stakeholder theory akan memastikan bahwa semua pihak terlibat dalam pengambilan keputusan terkait ketenagakerjaan. Evaluasi dan Implementasi Evaluasi terhadap keputusan MK tidak hanya berkaitan dengan aspek hukum, tetapi juga melibatkan dimensi sosial dan ekonomi yang kompleks. Tantangan ke depan adalah bagaimana implementasi keputusan ini dapat dilakukan secara efektif. Komitmen dari semua pihak—pemerintah, pengusaha, dan serikat buruh yang sangat diperlukan untuk menciptakan ekosistem ketenagakerjaan yang sehat dan produktif. Keputusan MK ini membuka jalan bagi kebijakan ketenagakerjaan yang lebih adil dan berkelanjutan. Melalui penegasan prinsip ius cogens, keputusan ini menegaskan pentingnya hak-hak dasar pekerja dalam setiap kebijakan ketenagakerjaan. Reformasi hukum yang fokus pada perlindungan hak pekerja tidak hanya bertujuan untuk memenuhi kepentingan buruh, tetapi juga menciptakan iklim investasi yang sehat. Keseimbangan antara kepentingan pekerja dan pengusaha harus dicapai melalui regulasi yang inklusif. Dialog konstruktif dan kolaborasi antar semua pemangku kepentingan akan menjadi kunci dalam mencapai tujuan tersebut. Dengan langkah-langkah yang tepat, Indonesia dapat mewujudkan kesejahteraan pekerja yang sejalan dengan pertumbuhan ekonomi, serta menjaga keadilan sosial di tengah perubahan yang terus berlangsung.    HAK PEKERJA HARUS DILINDUNGI DALAM SETIAP KEBIJAKAN Dinamika perjuangan buruh di Indonesia mencerminkan kompleksitas hubungan antara hak-hak pekerja dan kebijakan ketenagakerjaan, terutama dalam konteks globalisasi. Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam Perkara Nomor 168/PUU-XXI/2023 menegaskan perlunya perlindungan hak-hak pekerja dengan mengedepankan prinsip ius cogens, yang menekankan bahwa hak-hak dasar pekerja harus dilindungi dalam setiap kebijakan. Melalui pendekatan normatif dan empiris, artikel ini menunjukkan bahwa keputusan tersebut tidak hanya memberikan landasan hukum yang kuat, tetapi juga membentuk paradigma baru dalam hubungan industrial yang lebih adil, seimbang, dan inklusif. Implikasi hukum dan sosial dari putusan MK menunjukkan kebutuhan mendesak untuk menciptakan keseimbangan antara kepentingan pekerja dan investasi. Hal ini sejalan dengan prinsip social contract yang mengharuskan negara dan pengusaha untuk memastikan kesejahteraan pekerja menjadi bagian integral dari kebijakan ekonomi. Penegasan hak pekerja dalam konteks penggunaan tenaga kerja asing (TKA) menjadi isu krusial yang perlu perhatian agar tidak terjadi eksploitasi terhadap tenaga kerja lokal. Penelitian ini memberikan pemahaman baru mengenai keterkaitan antara hukum, sosial, dan ekonomi dalam era ketenagakerjaan yang semakin dinamis. Rekomendasi Pentingnya menciptakan forum dialog antara pemerintah, pengusaha, dan serikat pekerja untuk membahas regulasi ketenagakerjaan yang inklusif dan berkelanjutan. Melalui komunikasi yang terbuka, semua pihak dapat menyampaikan kebutuhan dan harapan mereka. Mendorong kolaborasi yang berlandaskan prinsip stakeholder theory, di mana semua pemangku kepentingan terlibat dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan ketenagakerjaan. Ini akan memastikan bahwa kebijakan yang dihasilkan lebih responsif terhadap realitas di lapangan. Reformasi hukum yang berfokus pada perlindungan hak-hak pekerja perlu diprioritaskan. Kebijakan harus mengedepankan kesejahteraan pekerja sebagai bagian integral dari pertumbuhan ekonomi dan investasi. Membentuk mekanisme evaluasi dan pengawasan yang efektif untuk memastikan bahwa regulasi yang diterapkan tidak hanya ada di atas kertas, tetapi juga diimplementasikan dengan baik di lapangan. Ini termasuk penegakan hukum terhadap pelanggaran hak pekerja. Mendorong program pendidikan dan pelatihan bagi pekerja untuk meningkatkan keterampilan dan daya saing mereka di pasar kerja. Ini akan membantu pekerja lokal untuk lebih siap menghadapi persaingan dengan tenaga kerja asing. Dengan langkah-langkah tersebut, diharapkan Indonesia dapat menciptakan ekosistem ketenagakerjaan yang adil dan produktif, yang mendukung kesejahteraan pekerja sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.                                                                                                                                                                                                         Dr. H. IKHSANLUBIS, S.H., SpN., M.Kn, Lahir di Medan, 02 Juli 1967 dan penulis mengenyam pendidikan S-1 di Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh tahun 1991,  Lulus Program Spesialis Notariat di Universitas Sumatera Utara tahun 2001, Medan, S-2 Program Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara Medan tahun 2021 dan Lulus  Program Pendidikan Doktor Ilmu Hukumdi Universitas Sumatera Utara, Medan tahun 2024. Pada tahun 1991-2001, penulis bekerja sebagai Pengacara/Penasehat Hukum di Medan (Wilayah Kerja Provinsi Sumatera Utara) dan sejak 2002 s/d sekarang sebagai Notaris/PPAT Kota Medan. Selain itu, penulis juga sebagai staf pengajar di bidang hukum kenotaritan pada Prodi MKN Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara,  Prodi MKN Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara, Prodi MKN Fakultas Hukum Universitas Prima Indonesia maupun Fakultas Hukum Universitas Medan Area dan juga sering diminta untuk    memberikan keterangan ahli bidang Kenotaritan  pada Pengadilan Tata Usaha Negara Medan (Kenotariatan), pada Pengadilan Negeri Medan (Tipikor), pada Pengadilan Negeri Balige (Pertanahan), pada Pengadilan Negeri Kabanjahe (Pertanahan), pada Pengadilan Negeri Tebing Tinggi (Akta RUPS PT) serta aktif  di berbagai organisasi diantaranya : Anggota Mahkamah Perkumpulan Ikatan Notaris Indonesia, di Jakarta periode 2022 – 2025. Ketua Bidang Perundang-undangan Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia (PP-INI) Periode 2023-2026. Ketua Pengurus Wilayah Sumatera Utara Ikatan Notaris Indonesia (Pengwil Sumut INI) Periode 2019-2022, dan Periode 2023-2026. Wakil Ketua Bidang Pengayoman Perlindungan Hukum Pengurus Wilayah Sumatera Utara Ikatan Notaris Indonesia (Pengwil Sumut INI) Periode 2016-2019. Kordinator Bidang Magang Pengurus Pusat lkatan Notaris Indonesia (PP-INI) di Jakarta Periode Tahun 2016-2019. Wakil Ketua Bidang Pengayoman dan Perlindungan Hukum Pengurus Pusat Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PP-IPPAT) di Jakarta Periode Tahun2015-2018. Sekretaris Pengurus Wilayah Sumatera lkatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (Pengwil IPPAT Sumut) Periode Tahun 2009-2014. Wakil Ketua Pengurus Daerah Kota Medan Ikatan Notaris Indonesia (Pengda Kota Medan INI) Periode Tahun 2007-2010.     ...

ETTY PURBA KETUA PENGWIL JABAR - IKATAN NOTARIS INDONESIA

24 November 2024 | 14:37:00

Para peserta konferwil pun secara aklamasi menyetujui penetapan Ety sebagai Ketua Pengwil Jawa Barat ...

MALAM PUNCAK HUT INI-IPPAT JATIM

24 November 2024 | 14:37:00

MENGALAHKAN DKI JAKARTA   medianotaris.com, Surabaya (K.  Lukie Nugroho, SH) - Jumat malam (27/9/24) di Ciputra World, Surabaya kolaborasi antara Pengurus Ikatan Notaris Indonesia (INI) dan Pengurus Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (IPPAT) Jawa Timur membuat suasana kegiatan dalam rangka HUT INI dan IPPAT mencapai titik puncaknya dengan acara hiburan dengan menampilkan artis penyanyi Ibukota Dudy Oris si pelantun lagu  Aku Yang Jatuh Cinta dan penyanyi dangdut koplo Niken Aprillia. Selain artis profesional, panitia juga menampilkan persembahan grup vokal notaris Malang yang membawakan  lagu Isyana Saraswati dan Raisa : Anganku-anganmu. Apa kata Dr. Isy Karimah Syakir, SH, MKn, MH - Ketua Pengurus Wilayah Jawa Timur, Ikatan Notaris Indonesia- mengenai acara ini. “Tonton aja, Mas,” katanya dengan nada gembira. Kegiatan Pengurus Wilayah Jawa Timur ini jauh mengalahkan Pengurus Wilayah DKI Jakarta yang menurut pengamatan media tampak “sepi-sepi” saja. Sedangkan Pengwil INI - IPPAT Jawa Timur sejak awal Juli 24 Pengwil INI dan IPPAT mengadakan berbagai acara demi acara dalam rangka menjujung dan menghargai organisasi mereka untuk kepentingan  anggota.   Isy  dalam dua hari terakhir ini bersama timnya sudah merampungkan program dadakan untuk “menolong” calon notaris dalam acara pelatihan untuk belajar bersama menghadapi ujian calon notaris yang diadakan oleh Kementerian Hukum dan HAM RI 2 Oktober. Acara pelatihan tersebut diadakan pada Rabu dan Kamis (25-26/9/24) di Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya dengan peserta sebanyak 390 orang yang semuanya gratis, termasuk makan dan minum selama acara. Kabarnya para narasumbernya pun bekerja sukarela. Para narasumber itu adalah senior-senior notaris/ PPAT Surabaya yang sudah mumpuni dalam bekerja dan sudah biasa memberikan kuliah.  Mereka para narasunber dan bidang yanag disampaikan adalah  Dr. Sri Wahyu Jatmikowati, S.H., M.H - Hukum Perkawinan, Wimphry  Suwignjo, S.H. - Hukum Bisnis, Jusuf Patrianto Tjahjono, S.H., M.H.- Hukum Perusahaan, Bambang Heru Djuwito, S.H., M.H.,  Peraturan Jabatan Notaris, Dwi Rosulliati, S.H., M.H. Teknik Pembuatan Akta, Dr. Diah Aju Wisnuwardhani, S.H., M.Hum. - Hukum Perikatan, Dr. Endang Sri Kawuryan, S.H., M.Hum. - Hukum Jaminan, dan Machmud Fauzi, S.H. - Hukum Waris. (KLN).   ...

POTONG TUMPENG IKATAN PPAT DI KOTA MALANG

24 November 2024 | 14:37:00

POTONG TUMPENG SERENTAK DI JAWA TIMUR   medianotaris.com, Malang (K.  Lukie Nugroho, SH) - Kemarin Selasa (24/9/24) Pejabat Pembuat Akta Tanah yang tergabung dalam Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (IPPAT) di setiap kota dan kabupaten di Jawa Timur yang jumlahnya sekitar 35 ini mengadakan acara peringatan berdirinya organisasi ini yang sudah berumur 37 tahun.Di Surabaya sendiri Pengurus Wilayah Jawa Timur, IPPAT memimpin acara ini dengan acara potong tumpeng di Jalan Mawar, Surabaya. Sementara itu Pengurus Daerah Kota Malang, Ikatan Pejabat Pembuat Akta-nya mengadakan acara serupa yang diadakan di daerah Kecamatan Dau, Kabupaten Malang yang berketinggian sekitar 1.000 meter di atas permukaan laut yang berbatasan dengan Kota Batu di sebuah vila milik salah seorang anggota IPPAT di Malang. Menurut Ketua Pengurus Daerah Kota Malang, IPPAT, Dyah Widhiawati, SH, MKn, daerah Dau salah satu daerah menarik untuk kumpul-kumpul (gathering). Sebelumnya di sini juga mereka melakukan kegiatan kumpul-kumpul serupa. Katanya, acara ini selain untuk memeringati Hari Ulang Tahun IPPAT yang ke 37, juga untuk saling merekatkan hubungan antar-anggota Malang yang jumlahnya sekitar 150 orang itu. Hari peringatan IPPAT ini juga bersamaan dengan Hari Agraria dan Tata Ruang (Hantaru) di seluruh Indonesia setiap tanggal 24 september yang diperingati juga di lingkup nasional.    Dyah berterimakasih pada anggotanya yang hadir dalam kesibukan pekerjaannya masih menyempatkan diri datang bersilaturahmi di acara ini dan acara-acara lainnya di organisasi. Acara seperti ini setidaknya baru diadakan dua tahun lalu, katanya. Harapannya acara seperti ini diselenggarakan rutin demi eksistensi organisasi. Dyah juga berterimakasih pada rekan seniornya notaris Atik dan suaminya sebagai pemilik vila dan memberikan hidangan. Juga berterimakasih pada notaris lainnya yang memberikan dukungan moril dan materiil untuk suksesnya acara ini. Acara yang tergolong seru kemarin dikoordinasikan oleh Ketua Pelaksananya, Faniko Andiyansyah, S.H., M.Kn.   Menurut Faniko acara ini direncanakan dalam waktu cukup singkat, yaitu sekitar tiga minggu. Dalam acara ini selain upacara pemotongan tumpeng juga diisi dengan acara-acara yang sifatnya hiburan, yaitu permainan-permainan yang menarik seluruh peserta. Peserta yang hadir mengikuti acara ini sekitar separonya daerah seluruh anggota di Malang, yaitu 70 orang. Sebagian dari mereka adalah notaris-notaris senior. Faniko dan Dyah berharap agar IPPAT Kota Malang selalu bersatu, bersinergi dan berkarya, seperti jargon mereka. Di antara peserta terlihat cukup banyak PPAT/ notaris senior yang menjabat di kepengurusan organisasi IPPAT Malang, maupun organisasi IPPAT Wilayah Jawa Timur maupun organisasi Ikatan Notaris Indonesia.  Bahkan di antaranya ada yang menjadi anggota Pengurus Pusat organisasi ini. Di dalam acara ini hadir dari Majelis Kehormatan Daerah Bambang Irawan, SH dan notaris senior lainnya berbaur yang berbaur dengan notaris yunior, maupun yang baru diangkat. Pemirsa yang ingin melihat lebih lanjut pembacaan sambutan dan juga wawancara dipersilakan mengikuti tayangan TVNOTARIS silakan klik “ikuti” dan tonton live streaming fb di akun FB “Lukie Nugroho” ...

PARA MANTAN PESAING HERLINA DIREKRUT JADI WAKILNYA

24 November 2024 | 14:37:00

DARI PELANTIKAN PENGURUS WILAYAH JAWA TENGAH   medianotaris.com, Semarang (K.  Lukie Nugroho, SH) - Herlina, SH, MKn, SH melantik Pengurus Wilayah Jawa Tengah, Ikatan Notaris Indonesia di Semarang, Sabtu (21/9/24). Pelantikan ini merupakan tindak lanjut terpilih dan dilantiknya Herlina sebagai Ketua Pengwil Jawa Tengah, Ikatan Notaris Indonesia oleh Ketua Umum INI Tri Firdaus Akbarsyah, SH bulan lalu dalam Konferensi Wilayah. Para tamu undangan dalam acara itu adalah dari Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia (PP INI) yang dipimpin Sekretaris Umum Dr. Agung Iriantoro, SH, MH, dan para Ketua Bidang,  antara lain M. Taufik, SH, Wiratmoko, SH, Herna Gunawan dan lainnya. Sementara itu tamu undangan lainnya adalah perwakilan dari Gubernuran, Kepolisian Daerah Jateng, Walikota dan lainnya. Dalam pidatonya Sekretaris Umum Ikatan Notaris Indonesia (INI) Dr. Agung Iriantoro, SH, MH percaya bahwa Pengurus, bersama Dewan Penasehat dan juga kelompok kerja di  Wilayah Jateng  akan menjalankan tugas dan jabatannya, serta menjalankan roda organisasi untuk kejayaan Ikatan Notaris Indonesia. Menurut Agung tantangan ke depan, baik eksternal maupun internal, makin berat. Beberapa hambatan telah kita jalani, namun demikian dengan kebersamaan dengan Pengurus Wilayah Jawa Tengah dengan tetap menjaga idealisme, integritas untuk selalu menjaga kewibawaan organisasi. Agung mengajak agar semuanya  bersama-sama seoptimal mungkin,    yang dijalankan menjadi amanat Kongres  24 yang selalu menjujung tinggi nilai-niali AD/ ART. Juga Ia mengharap agar seluruh pengurus daerah dan pengwil selalu menjalin hubungan baik berdasarkan kemitraan, juga denga instansi terkait. Dalam kepengurusan yang jumlahnya secara 270 orang ini terdapat anggota pengurus yang jumlahnya 79 orang yang dinamakan Kelompok Kerja. Mereka adalah notaris-notaris yang dilantik di bawah 3 tahun, yang secara fisik mereka adalah notaris-notaris muda. Mereka ditugaskan membantu setiap bidang yang ada. Yang cukup menarik di dalam kepengurusan ini dua wakil ketua yang masing-masing membawahi bidang Penelitian dan Pengembangan dan bidang Kepemimpinan, yaitu Yulistya Adi Nugraha, SH. MKn dan Adi Susanto, SH, MKn.yang keduanya dalam Konferwil bersaing dengan Herlina. Hal ini adalah sesuai janji Herlina sebelum pemilihan yang akan memberikan tempat untuk para pesaingnya saat berlaga di Konferwil Agustus lalu bila dirinya menang.  Seperti kita ketahui bahwa imbas perseteruan pengurus ikatan notaris di pusat merembet sampai ke daerah. Demikian juga di Jawa Tengah, yang sampai saat ini ada dua pengurus yang sama-sama mengklaim sebagai Pengurus Wilayah Jawa Tengah, Ikatan Notaris Indonesia. Herlina berpendapat bahwa tidak apa-apa bila pihak di Pengwil lain dengan kepercayaannya dan keyakinannya. Mereka juga berhak (atas pendiriannya).  “ Saya meyakini apa yang saya yakini bahwa kami legal. Kalau mereka bikin pengwil lainnya, ya silakan,” kata Herlina. Herlina mengaku sudah menyosialiasikan hal ini ke berbagai daerah. Herlina juga menambahkan bahwa bila ada pengwil lain ya silakan.  Wong, di pusat saja ada dua pengurus pusat, katanya. Yang penting kita jalankan masing-masing program kerja. Untuk program kerja, Herlina mengaku melanjutkan dan meningkatkan  program kerja yang sudah dibuat Pengwil sebelumnya yang dipimpin PJ Pengwil Jateng Tulus Dwi Mulyanto selama dua tahun  belakangan. Saat ini jumlah notaris di Jawa Tengah adalah 2.850 orang. Mereka tersebar di 35 daerah yang berhimpun dalam pengurus daerah masing-masing. Untuk kepentingan koordinasi mempermudah maka di sebaran wilayah notari dipetakan dan dikelompok-kelompokan kedalam 6 wilayah. Masing-masing kelompok itu dikoordasikan oleh wakil ketua bidang kewilayahan yang masing-masing membawahi beberapa pengurus daerah. Pemirsa yang ingin melihat lebih lanjut pembacaan sambutan dan juga wawancara dipersilakan mengikuti tayangan TVNOTARIS silakan klik “ikuti” dan tonton live streaming fb di akun FB “Lukie Nugroho” ...

PELANTIKAN PENGURUS WILAYAH JATENG INI

24 November 2024 | 14:37:00

Kapolda memohon maaf tidak bisa hadir karena ada tugas yang wajib dilaksanakan dan tidak bisa digantikan ...

PENGURUS IKATAN NOTARIS KARAWANG KEBANJIRAN

24 November 2024 | 14:37:00

PENAMPILAN  HABIB ADJIE SENANTIASA MEMUKAU   medianotaris.com, Kabupaten Karawang - (K. Lukie Nugroho, SH) - Belum  sebulan berselang kolaborasi pengurus wilayah dan pengurus daerah, yaitu PLT Pengurus Wilayah Jawa Barat, Ikatan Notaris Indonesia dan Pengurus Daerah Kabupaten Karawang, Ikatan Notaris Indonesia kembali menyelanggarakan acara. Kalau bulan lalu mereka mengadakan acara magang bersama untuk Anggota Luar Biasa (ALB) calon notaris, hari ini, Selasa (10/9/24) di tempat yang sama di Karawang mengadakan diskusi hukum dengan pembicara tunggal, yaitu “guru” para  notaris dan PPAT dari Surabaya Doktor Habib Adjie, Sarjana Hukum, Magister Humaniora. Kali ini Pengda INI di bawah Dr. Juniety Dame Purba, SH, SpN, MH  bekerja sama dengan Pengda Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (IPPAT) yang dipimpin Fadli Icsanul Husein, SH. Dalam acara yang terbilang acara rutin ini Karawang kebanjiran peminat. Menurut Sekretaris Pengurus Daerah Vita Tris Murniyanti, SH, MKn didampingi Ketua Panitia Penyelenggara Heli Weliya, SH, MKn acara digagas dan dikerjakan dalam waktu hanya 5 hari dengan estimasi peserta 100 orang. Namun kenyataannya pendaftarnya membludag sehingga akhirnya distop sampai sejumlah 160 orang saja. Itu pun sebetulnya deadline pendaftarannya dimajukan lebih awal 2 hari karena khawatir tidak teratasi dalam pelaksanaannya. Salah satu notaris terkemuka Indonesia ini berbicara mengenai Implementasi AYDA (Agunan Yang Diambil Alih), dan berbagai hal teknis dalam pembuatan akta notaris, yaitu penyantuman klausula eksonerasi/ disclaimer dalam akta notaris. Seperti diketahui Habib memiliki kemampuan bagus dan memukau hadiran dengan kelebihannya untuk merumuskan konsep akta sesuai kondisi yang terjadi yang kadang-kadang sulit dicari jalan keluarnya untuk merumuskan ke dalam draf akta yang sesuai keingingan para pihak, dan tidak berpotensi melanggar hukum. Kemampuan ini hanya bisa dimiliki orang-orang tertentu yang menguasai aturan yang berlaku, dan yang penting : kemampuan menganalisa secara logis persoalan yang dihadapi klien. Sehingga dalam satu diskusi terkadang peserta terlihat tertegun, terpukau karena surprise dengan konsep draf akta yang disampaikan  Habib dalam sebuah diskusi ketika ditanya bagaimana merumuskan konsep aktanya dalam kasus tertentu yang terlihat rumit dan agak “rawan” tidak diterima kantor pertanahan, misalnya. Draf atau konsep akta itu membuat peserta merasa senang karena ternyata “ada jalan keluar” atas permasalahannya dalam merumuskan akta yang tadinya kelihatannya rumit dan rawan masalah hukum. Para tamu undangan di dalam acara ini antara lain adalah Kepala Bidang Pencatatan Sipil, Kabupaten Karawang Abdul Majid, SH, MSi, Sekretaris Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Kabupaten Karawang,  Irma Hermayati, SE, MM, Kepala Tim Perizinan Koperasi Eva NirmaLa, SE, MM dan lainnya. Didalam acara ini hadir dan memberikan sambutan, yaitu Ketua Pengurus Daerah Kabupaten Karawang, Ikatan Notaris Indonesia Dr. Juniety Dame Purba, SH, SpN, MH dan Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah Fadli Icsanul Husein, SH   PENYANTUMAN  DISCLAIMER DALAM PEMBUATAN AKTA   Bisakah notaris dalam menjalankan tugasnya membuat akta mencantumkan disclaimer dengan harapan bila ada masalah tidak dibawa-bawa ke dalam masalah hukum yang dialami para pihak? Menurut Habib hal ini merupakan pengembangan dunia kenotariatan yang dipakai untuk perlindungan jabatan notaris dalam bekerja. Notaris diharapkan kreatif. Tidak stagnan. Di lain pihak disclaimer ini penting karena melihat bahwa jabatan notaris bisa ditafsirkan berlebihan sehingga menjadi beban dan tanggungjawabnya dalam setiap membuat akta. Tidak jarang notaris yang tertib hukum “dibawa-bawa” atau diposisikan pihak yang bisa “dibawa-bawa” oleh onum dengan motif tertentu. Penyantuman klausula eksonerasi/ disclaimer salam akta notaris/ legalisasi/ waarmerking/ penyesuaian fotolopi dengan aslinya dan covernote dalam penjelasan Habib bisa dilakukan oleh notaris dengan berbagai cara. Salah satu cara adalah  mencantumkan pernyataan bahwa keabsahan tandatangan dan isi surat tersebut sepenuhnya tanggung-jawab para penandatangan sendiri. Pernyataan ini dicantumkan dalam akta, atau di lembaran tertentu .   Apakah surat disclaimer untuk covernote bisa dibuat terpisah? Jawaban Habib, kalau terpisah maka akan ada potensi tercecer. Sebaiknya covernote dan disclaimer digabung jadi satu. Pada intinya notaris harus melakukan tugasnya dengan hati-hati, yang penting kata Habib, notaris dalam membuat akta harus berada di wilayah jabatannya, masih dalam wilayah kerjanya, para pihak benar-benar menghadap dan notaris melakukannya sesuai UU Jabatan Notaris. Pembaca yang ingin lebih detil melihat penjelasan Habib Adjie bisa klik “follow” atau “mengikuti” dan melihat  live stream TVNOTARIS di dalam akun FB lukienugroho tanggal 10 September 2024.   ...

MUNAS IKA NOTARIAT UI MEMILIH MEGGY

24 November 2024 | 14:37:00

PEMILIH MILENIAL MENJADI PENENTU   medianotaris.com, Depok - (K. Lukie Nugroho, SH, Sukirno) - Akhirnya Meggy Tri Buana Tunggal Sari, SH, MKn mengungguli para pesaingnya di dalam pemilihan Ketua Umum  Ikatan Keluarga Alumni Kenotariatan Universitas Indonesia (Ikanot UI) yang merupakan seniornya, yaitu Alwesius, SH, MKn dan Maya Hasanah, SH, MKn di rapat Musyawarah II, Sabtu (7/9/24) di Kampus Fakultas Hukum Universitas Indonesia.  Perolehan  suara ketiganya masing-masing, yaitu Meggy 120, Alwesius 91, dan Maya 37 suara. Sedangkan suara tidak sah ada tiga.   Dari hasil pemilihanini  Ketua Umum organisasi yang bermoto TERDEPAN DALAM ILMU DAN KARYA ini akan mengemban jabatannya  selama empat tahun ke depan. Persaingan ini sebetulnya terhitung agak dramatis namun tetap dalam suasana guyub antar peserta. Betapa tidak, Alwesius yang semula diunggulkan dengan sejumlah pengalamannya mengurus organisasi di level nasional, dan keseniorannya di lingkungan notaris secara nasional pula ternyata tak cukup mendongkrak suaranya. Bahkan kehadiran  Tri Firdaus Akbarsyah,SH, Dr. Agung Iriantoro, SH, MH, Yualita Widyadhari, SH, Dr. Pieter E. Latumeten, SH, Aulia Taufani, SH, MKn,Herna Gunawan, SH, dan  Tedy Junadi sebagai peserta yang sehari-hari secara emosional lebih dekat dengan Alwesius ternyata tidak mampu memengaruhi kekuatan dobraknya menuju kursi ketua.. Di dalam acara juga hadir Ketua Bidang Organisasi M. Taufik,SH menyuport acara ini. Belum lagi senior notaris lain yang duduk di kepengurusan INI juga hadir ikut memilih. Agaknya tim pendukung Meggy “menguasai lapangan” yang tahu bahwa lebih banyak alumni yang usianya rata-rata “usia milenial” yang memiliki karakter yang memiliki kemistri yang sama dengan Meggy. Mereka tahu kebutuhan anak-anak muda ini dalam menjalankan roda organisasi ini. Hal inilah yang ditelisik dengan cermat oleh tim Meggy seperti disebutkan oleh sebuah sumber medianotaris.com yang berada di balik layar kemenangan Meggy. Sementara itu Maya Hasanah, SH, MKn yang juga selama ini aktif di PP Ikatan Notaris Indonesia juga sulit menembus angka perolehan suara yang signifikan, yaitu 37 suara. Suksesnya acara ini adalah kerja bareng apik antara alumni senior dan yunior yang dikomandoi Amalia Anggunsari, SH, MKn. Di dalam tim ini datang alumni-alumni dari berbagai wilayah kerja tersebar, misalnya di Jakarta, Banten, Bekasi, Depok, dan lainnya. Bahkan alumni dari Sukabumi pun hadir sebagai panitia. Tamu undangan, selain dari Program Pendidikan Kenotariatan UI, juga Dekan yang memberikan sambutan lewat dalam jaringan internet. Selain itu juga hadir perwakilan dari Iluni FH UI. Mantan pimpinan Ikanot UI Dr. Agung Iriantoro, SH, MH memberikan sambutan pidato selamat berpisah dengan cukup mengesankan sebagai ketua selama ini. Dalam wawancara dengan K. Lukie Nugroho, SH dari medianotaris.com/ TVNOTARIS Alwesius dan Maya Hasanah juga sama-sama bagus dan berkompeten dalam bidang organisasi. Namun mengapa lebih banyak yang memilih dirinya sangat mungkin adalah kiprah Meggy selama ini yang aktif organisasi selain Ikanot UI, seperti organisasi lain Iluni FH UI, dan organisasi yang lebih besar, yaitu Iluni UI. ...