ORANG BARU SADAR SETELAH TERJADI PERUBAHAN SIGNIFIKAN

 

 medianotaris.com, Cilegon - (Riza Sofyat, SH, K. Lukie Nugroho, SH)

 Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (IPPAT), organisasi para pejabat pembuat akta tanah ini tampaknya kembali disibukkan dengan persiapan pemilihan ketua umumnya, yang akan dilangsungkan pada Maret 2024 tahun depan.

Seperti diketahui, IPPAT menyiapkan proses pemilihan ketua umumnya dari jauh-jauh hari karena berbagai pertimbangan, diantaranya bertekad menginginkan ketua umum yang kredibel dan trac recordnya jelas di keorganisasian.

Paradigma baru tersebut, kata Ketua Umum IPPAT Dr. Hapendi Harahap, SH, MH, diantaranya adalah dalam hal penjaringan calon ketua umum. “Seperti, saat ini IPPAT memiliki norma baru yang diatur dalam AD-ART Perubahan yang diputuskan dalam KLB di Depok beberapa waktu lalu (Februari 2023-red),” kata Hapendi.

Sesuai dengan aturan yang baru itu, bakal calon Ketua Umum (Ketum) IPPAT dan MKP IPPAT harus mendaftar lebih dulu kepada Panitia Pemilihan yang dibentuk oleh PP IPPAT. ”Siapa yang ingin jadi Ketum, dipersilakan mendaftar atas kemauannya sendiri. Hal ini dimaksudkan agar panggilan untuk mengabdi kepada perkumpulan atas kemauan pribadi bukan atas dorongan pihak lain,” tutur Hapendi.

Hapendi menyatakan orang baru sadar semua bahwa terjadi perubahan yang signifikan (dalam AD/ ART).

Mungkinkah hal ini disebabkan karena para PPAT yang notabene notaris itu sedang tersedot perhatiannya oleh kemelut organisasi Ikatan Notaris Indonesia yang makin rumit dan menegangkan?

Seperti apa persisnya langkah-langkah baru untuk menjaring Ketum IPPAT? Berikut ini Wawancara Riza Sofyat dan K. Lukie Nugroho dari medianotaris.com dan TVNOTARIS  streaming dengan Ketua Umum IPPAT Dr Hapendi Harahap, SH, MH di Cilegon, Banten pada 28 Juli 2023 lalu.

 

Bisakah Anda jelaskan soal pencalonan Ketum IPPAT, kalau tidak  salah dari tiga calon saat awal penjaringan, kini tinggal satu calon yaitu Anda sebagai calonnya?

  Terkait pertanyaan ini ada beberapa hal yang perlu diluruskan bahwa di dalam pencalonan untuk tahun ini, untuk periode ini sistemnya telah berubah. Jadi perubahan itu dimulai dari Anggaran Dasar (AD), kemudian diperjelas di Anggaran Rumah Tangga (ART), di Rakernas dan Kongres Luar Biasa di Depok dan terakhir itu di Rapat Pleno. Di Rapat Pleno saat KLB di Depok itulah, ketentuan soal pencalonan dan tata cara pelaksanaan pemilihan Ketum IPPAT di AD/ART diubah.

Jadi jika ada istilah yang dipakai bahwa ada calon tunggal itu, itulah memang yang disebarkan oleh beberapa teman-teman kita, PPAT. Sebenarnya sejatinya tidak ada calon tunggal. Yang ada itu tidak ada penetapan, baru pengusulan- pengusulan, jadi di sistem yang baru itu di sistem pencalonan ketua umum yang baru itu di IPPAT itu harus dimulai dari diri sendiri siapa yang ingin mencalonkan itu ya. Jadi kalau selama ini itu adalah ada beberapa kelompok ya ada beberapa orang yang apa namanya yang mendorong-dorong agar seseorang itu dicalonkan.

Bedanya apa dengan pencalonan Ketum IPPAT di periode sebelumnya?

Jadi selama ini, saat pencalonan ada semacam “makelar” lah  yang mengusung calon ketua umum. Biasanya makelar-makelar itulah yang ribut.  Dalam prakteknya, makelar itu akan mencari dan mengusung seseorang yang mau dicalonkan yang kira-kira ada uangnya yang nanti bisa membiayai para oknum yang bisa mendapat keuntungan dari pencalonan seseorang. Makanya  dicarilah figur yang tajir (harta banjir- red) tentunya, kalau yang nggak tajir nggak akan didukung.

Nah, inilah yang selama ini terjadi. Cara-cara seperti itu kita mau hapus karena pengalaman saya selama   3 kali calon ketua umum melihat fenomena ini. Tahun 2014 di Bandung sekali, kemudian di Surabaya sekali, 2015, kemudian 2018 di Makassar, di Makassar satu kali lagi. Sekarang jadi sudah empat kali saya jadi calon ketua umum, jadi saya paham betul. Karena itu sekarang ini diubahlah sistem itu.

Jadi untuk pencalonan haruslah dari diri seseorang dulu bahwa ada kesiapan untuk mengabdi. Nah, setelah ada kesiapan mengabdi, kemudian dia diharuskan AD/ART untuk mencalonkan diri dulu.

Nah, ternyata pada saat dibuka pendaftaran untuk calon ketua umum ini ternyata yang mendaftar ada 3 orang, dan yang memenuhi syarat sesuai AD/ART pasal 18 itu ada di situ persyaratannya di ayat 3, hanya satu orang.

Persyaratannya, yaitu dia harus sudah mempunyai masa kerja 15 tahun, kemudian syarat lainnya yaitu terkait track recordnya, dia harus pernah menjadi ketua Pengda, pernah jadi Pengurus Wilayah, dan anggota Pengurus Pusat. Nah, dari tiga calon yang mendaftar itu setelah diverifikasi yang memenuhi syarat ini hanya saya. Nah, yang lainnya itu, yang dua itu ada yang kurang masa kerjanya, belum memenuhi 15 tahun karena baru diangkat tahun berapa gitu ya. Dan kemudian ada juga satu lagi itu tidak memenuhi syarat itu karena dia belum pernah jadi pengurus pusat.

Aturan ini persis di pemilihan presiden ya, di negara lain juga kalau  calon presiden itu kan juga dengan cara mendaftar ya  didaftarkan lah.  Jadi itu adalah persyaratan yang limitatif yang memaksa di dalam anggaran dasar. Pasal 18 ayat 3 tadi. Itu perubahan (AD/ART) nya.  

Kemudian kalau melihat Anggaran Rumah Tangga dan di Peraturan Perkumpulan, jadi 3 peraturan ini pun menyebut hal itu. Kemudian  diumumkan karena hanya 1 dari 3 yang mendaftar, tidak ada lagi yang bisa diverifikasi. Proses verifikasi  cukup lama ya, dari tanggal 3 Juli sampai dengan tanggal 17 Juli jam 24. Jadi cukup dua minggu ya, dua minggu hanya tiga orang yang mendaftar.

Kita mendengar memang ada satu orang dari Banten  ingin mendaftar. Tetapi yang dari Banten ini tidak jadi kelihatannya karena dia itu belum memenuhi syarat. Dia sempat menelpon dan mengirim pesan WA bagian database  agar dia didaftarkan saja walaupun itu nanti menyusul hanya saja pada saat disuruh mendaftar saja dia tidak mendaftar.

Siapa yang memverifikasi bakal calon ketua umum itu?

Yang melakukan verifikasi itu bukan pengurus pusat, itu adalah tim verifikasi dan tim pemilihan. Mereka, ya, berdiri sendiri atau ad hoc. Mereka itu mandiri dalam mengambil keputusan. Tidak ada yang intervensi ke situ, dan saya larang. Karena ini harus dilakukan sejujurnya, sesuai anggaran dasar, anggaran rumah tangga, dan peraturan perkumpulan.

Pengumunan hasil verifikasi itu dilakukan setelah mereka mengadakan rapat di tanggal 18 Juli  dari jam 1 siang sampai jam 19.00 malam. Kemudian hasilnya secara tertulis diserahkan ke PP IPPAT untuk diumumkan. Jadi kita (PP IPPAT)  mengumumkannya. Jadi hasil verifikasi matang dari mereka diserahkan ke kita (PP IPPAT)   dan hasilnya :  hanya saya  yang lolos verifikasi.

Bagaimana cara mereka memverifikasi para bakal calon Ketum itu?

Tim verifikasi itu sangat teliti dan mengkomfirmasi dari data lampiran pendaftaran, seperti surat pernyataan pernah jadi pengurus organisasi di Pengurus Daerah, Pengurus Wilayah atau Pengurus Pusat. Surat pernyataan itu diteliti dan ditanyakan ke berbagai sumber yang pernah jadi pengurus organisasi sesuai tahun menjabatnya. Ternyata dari mereka ada yang belum pernah menjabat di Pengda, dan ada yang belum berpengalaman 15 tahun aktif sebagai pengurus di jajaran organisasi IPPAT.

Bagaimana reaksi para bakal calon Ketum yang tak lolos verifikasi itu?

Nah, setelah diumumkan, orang baru sadar semua bahwa terjadi perubahan yang signifikan. Memang organisasi PP IPPAT ini akan kita bawa maju mengikuti perkembangan zaman, teknologi yang sesuai dengan tuntutan masyarakat dan lainnya. Ternyata teman-teman kita ini   masih nyaman dengan kondisi yang dulu. Tapi yang paling penting, jangan menyuruh orang lain saja yang mau daftar gitu loh. Jangan berani di belakang, jangan dorong-dorong orang lain. Harus dipertanyakan yang begitu, apa motivasi orang itu.

Ya, saya tidak berburuk sangka,  tapi pengalaman saya selama ini 4 kali calon ketua umum itu memberikan saya pelajaran. Jadi saya tahu ya.  Ya, motif materi itulah di belakangnya.

Apakah Kementerian ATR/BPN sudah tahu soal akan adanya pemilihan Ketum IPPAT?

Saya lapor sama Pak Sekjen Kementerian ATR/ BPN Suyus Windayana.  Pak Sekjen Suyus bagaimana? Bagus, Bagus, mantap, katanya. Nanti saya perlihatkan. Besok kita mau ketemu sama Pak Mentri, mau lapor juga saya itu. Bahwa kita betul-betul tidak mau orang-orang yang tukang-tukang ribut itu, mereka kan juga ribut di PP INI. Kan, orang-orangnya itu juga yang ribut di Facebook itu mengenai kita. Maksudnya, sama seperti yang suka rebut di PP Ikatan Notaris Indonesia (INI) juga, orang-orangnya itu-itu juga. Nah orang-orang model begitu yang suka jadi biang kerok keributan, sebaiknya keluar dari komunitas IPPAT, karena orang-orang itu jadi beban bagi kita.

Dalam organisasi moderen pencalonan itu harusnya kan bottom up kan?

Oh gitu. Iya, jadi bukan bottom up ya, jadi tetap, bukan top down juga, jadi ini (metode) gabungan ya. Jadi hybrid ya. Sekarang ini kan calonnya cuma tiga orang yang mendaftar, terus diverifikasi lalu dipilih jadi satu orang saja yang lolos verifikasi, jadi ya dia langsung terpilih.

Tapi kalau periode-periode mendatang calonnya ada 20 orang lalu diverifikasi oleh tim independen dan yang lolos ada lebih dari dua orang misalnya, maka yang tiga orang misalnya dibawa ke pengda-penda dan pengwil-pengwil yang berkongres. Nah, dipilihlah di situ jadi satu orang yang terpilih jadi ketua umum. Jadi prosesnya melamar diseleksi secara bottom up di tim verifikasi. Lalu para calon itu diseleksi,  di bawa di kongres oleh pengda-pengda dan pengwil-pengwil.

Apa saja manfaat dari perubahan proses pemilihan yang baru ini untuk Organisasi?

Perubahan sistem atau proses pemilihan ini di antaranya, bahwa calon ketua itu jelas pengalaman atau track record berorganisasinya yaitu pernah jadi pengurus Pengda, Pengwil dan pernah jadi pengurus PP, Lalu dengan proses ini akan memunculkan calon-calon ketua umum yang dengan kesadaran dirinya kemampuannya untuk menjadi Ketua umum. Lalu di antaranya mengikis praktek-praktek makelar calon ketua umum.  (RZ-KLN)



Komentar Untuk Berita Ini (0)

Kirim Komentar

Nama
Lokasi
Email
URL
Komentar
  captcha contact us
Silakan masukkan kode diatas