Dr. Yoni A. Setyono, SH, MH
DOSEN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA
Bila kita mencermati berita viral di media elektronik maka berita kasus Artis Nirina Zubir sedang viral, sebagai pendahuluan dikutip pemberitaan tersebut dari media; (1)
Pada Kamis, 18 November 2021 lalu, Pola Metro Jaya telah menetapkan lima tersangka dalam kasus mafia tanah yang merugikan keluarga artis Nirina Zubir hingga miliaran Rupiah. Kabid Humas Polda Metro Jaya Brigjen Yusri Yunus mengungkapkan, modus operandi pelaku utama kasus mafia tanah yang merugikan keluarga artis peran Nirina Zubir adalah dengan memalsukan tanda tangan. Dari kasus tersebut, keluarga Nirina Zubir menjadi korban mafia tanah dan mengalami kerugian mencapai Rp17 miliar. Di tengah permasalahan yang semakin memanas, Nirina Zubir membagikan postingan di instagram pribadinya mengenai kondisi ayah dan suaminya. Diketahui, keduanya sedang berada di rumah sakit dan adik-adik Nirina secara bergantian menjenguknya.
Kronologi Kasus Mafia Tanah yang Dilaporkan Nirina Zubir
Keluarga aktris Indonesia, Nirina Zubir mengadukan perkara dugaan pemalsuan surat dan/atau pemalsuan akta autentik, penggelapan, dan pencucian uang ke Polda Metro Jaya.
Kasus ini bermula ketika enam sertifikat tanah milik almarhum Cut Indria Martini, ibu Nirina, dipalsukan.Pelaku Adalah ART Kepercayaan Sang Ibu
“Penyidik berhasil mengamankan tiga pelaku, (terdiri dari) dua orang suami-istri yang merupakan mantan asisten rumah tangga almarhum. Satu tersangka (lain) adalah notaris,” kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Brigjen Pol Yusri Yunus, di Polda Metro Jaya, Kamis.
Awalnya almarhum ibunda Nirina memercayai Riri, si asisten rumah tangga untuk mengurus pembayaran pajak bumi dan bangunan (PBB), surat kuasa pun diberikan.Karena terlalu percaya, almarhum memberikan sertifikatnya.“Sehingga timbul niat pelaku memalsukan surat autentik untuk menguasai (sertifikat),” imbuhnya.Kemudian tersangka Riri mengubah nama salah satu sertifikat tanah menjadi nama suaminya. Sementara lima sertifikat lainnya ia ubah dengan namanya sendiri."Dia ini adalah seseorang yang ibu saya kasih kehidupan baik, bukan keluarga kami, saudara atau apapun lain, tapi ibu saya masih punya hati untuk memberikan tempat tinggal, pekerjaan, tapi ternyata timbal balik yang diberikan oleh dia adalah memalsukan surat ibu saya yang dikira hilang," jelas Nirina turut menambahkan. Jadi ada keenam surat itu diam-diam ditukar namanya jadi nama mereka. Terus ada sebagian diagunkan ke bank dan sebagian lagi dia jual dan dugaan kami adalah akhirnya uang-uang itu dipakai modalnya dia untuk memiliki sekarang bisnis ayam frozen yang cabangnya sudah melebihi dari 5 cabang. Jadi seperti itulah," ungkap Nirina.Akibat tindakan tersebut, keluarga Nirina mengalami kerugian hingga milyaran."Kurang lebih Rp17 miliar yang di Jakarta dan Gunung Putri," kata Nirina di Polda Metro Jaya, Jakarta.
Nirina juga mengatakan bahwa Riri melakukan kejahatan tersebut dengan bantuan notaris.Menurutnya, Riri dan komplotannya telah berhasil mengelabui sang ibunda.-----------------------------------------------------------------
- Pokok Permasalahan
Dari berita media diatas menurut pendapat saya sumber terjadinya permasalahannya awalnya bersumber dari penggunaan Surat Kuasa Mutlak yang dibuat di Notaris XX. Karena dengan adanya Surat Kuasa Mutlak tersebut bila dilakukan dengan iktikad tidak baik atau dipergunakan dengan melanggar hak orang lain, maka baik Notaris atau Notaris selaku PPAT, pertama, sebagai pihak yang harus dimasukan sebagai para pihak dalam suatu gugatan sebagaimana ketentuan pasal 1917 KUHPerdata yang men syaratkan gugatan harus lengkap bila merupakan gugatan PMH; kedua, dengan adanya ketentuan pasal 55 ayat (!) ke 1 KUHPidana maka kadang-kadang dapat dianggap bersama-sama sebagai “doen pleger” atau pelaku atau “turut serta” dalam suatu tindak pidana dalam akibat adanya pembuatan surat yang dibuat secara notariil , ini yang harus diperhatikan dan dicermati. Agar lebih fokus maka perlu mengerti dengan benar sumber awal masalah tersebut adalah berkaitan dengan Surat Kuasa Mutlak, maka perlu memahami dan mengerti mengenai:
- Apakah Surat Kuasa Mutlak itu telah dilarang?
- Bagaimana bentuk dan peruntukan Surat Kuasa Mutlak itu?
- Bagaimana Perlindungan hukum terhadap Notaris/PPAT bila ada permintaan pembuatan Surat Kuasa Mutlak?
- Pembahasan
c.1 Dasar Hukum, bentuk Surat Kuasa
Sebagaimana yang telah disebutkan diatas bila sebagian besar Surat Kuasa masih diatur dalam Aturan era Hindia Belanda, diantaranya:
- Pasal 1792 s/d ps.1819 KUHPerdata;
- Pasal 123 ayat (1) HIR jo Pasal 147 ayat (1) RBg(2).;
- Pasal 147 ayat (3) RBg(3)dan Pasal 199 ayat (1) RBg (4).
- Pasal 7 UU Darurat No.1/1951 (LN 1950-9);
- Pasal 7 ayat (1) UU No.20/1974 (LN 1974-20);
- Permendagri No.14 Tahun 1982 sudah dicabut …
- Surat Edaran Mahkamah Agung : SEMA tanggal 19 Januari 1959, No.2/1959 dan tanggal 10 Juli 1962 No.5/1962 yang dicabut SEMA tanggal 23 Januari 1971 No.1/1971; dan SEMA tanggal 30 April, No.10/1964 Tentang Pasal 147 ayat (3) RBg.
Adapun macam bentuk tertulis tersebut dapat dilakukan di depan Notaris yang dibuat oleh Pemberi KuasadanPenerimaKuasadidepanNotarissehinggaberbentukAktaNotariil. KebanyakanSuratKuasa untuk alasan praktis dibuat dibawah tangan, yaitu dibuat diantara para pihak saja, antara Pemberi Kuasa dan Penerima Kuasa. Ini biasanya diberikan oleh Pemberi Kuasa kepada Penerima Kuasa yang umunya seorang Advokat. Bila mengacu dengan ketentuan pasal 1793 ayat (1) KUHPerdata maka bentuk pemberian Surat Kuasa dapat dilakukan dengan Akta Umum, Akta Dibawah Tangan,berupa dengan sepucuk surat ataupun secara lisan, maupun secara diam-diam yang disimpulkan dari pelaksanaan surat kuasa itu (Pasal 1793 ayat (2) KUHPerdata).
c.2 Pengertian, Jenis dan Berakhirnya Surat Kuasa
Apabila melihat pada ketentuan pasal 1792 maka ketentuan itu merupakan pengertian pemberian kuasa yaitu “Pemberian kuasa ialah suatu persetujuan yang berisikan pemberian kekuasaan kepada orang lain yang menerimanya untuk melaksanakan sesuatu atas nama orang yang memberikan kuasa”. Karena merupakan suatu persetjuan /perjanjian maka pelaksanaannya dapat dilakukan secara terang-terangan, namun dapat pula secara diam-diam sebagaimana ynag dimaksud dalam Pasal 1793 ayat (2) KUHPerdata. Sehingga dibedakan antara:
- Last geving (penyuruhan), merupakan perjanjian antara pemberi perintah dengan penerima perintah dalam berhubungan dengan pihak ketiga, penerima perintah tidak menyatakan bahwa perbuatanya tersebut atasnamapemberiperintah;dengan,
- Volmacht (kuasa/perwakilan) yang merupakan suatu wewenang yang diberikan oleh seseorang kepada orang lain, untuk dan atas namanya (yang diwakili) melakukan perbuatan hukum; sedangkan,
- Machtiging merupakan hubungan hukum yang bersifat sub ordinatif pernyataan sepihak meliputi pemberian tugas, misal seorang atasan memberi tugas bawahannya..
Bila memperhatikan jenis dalam surat kuasa maka dikenal antara lain:
Pertama, Surat Kuasa Khusus yang diatur dalam pasal 1795 KUHPerdata:” “Pemberian kuasa dapat dilakukan secara khusus, yaitu hanya mengenai satu kepentingan tertentu atau lebih, atau secara umum, yaitu meliputi segala kepentingan pemberi kuasa”;
Kedua, Surat Kuasa Umum sebagaimana yang diatur dalam pasal 1796 KUHPerdata yang menegaskan antara lain” Pemberian kuasa yang dirumuskan secara umum hanya meliputi tindakan-tindakan yang menyangkut pengurusan. Untuk memindahtangankan barang atau meletakkan hipotek di atasnya, untuk membuat suatu perdamaian, ataupun melakukan tindahkan lain yang hanya dapat dilakukan oleh seorang pemilik, diperlukan suatu pemberian kuasa dengan kata-kata yang tegas. tidak bisa mengalahkan ketentuan pemberian kuasa yang diatur dalam Undang-Undang;
Ketiga, Kuasa Istimewa,sebagaimanayangdiaturdalampasal1796KUHPerdatajo pasal157HIRdanPasal184RBg yaitu pemberian kuasa yang dilakukan secara limititatif dengan Akta Notaris, atau kalau perlu denganmengangkat Sumpah atas ijin Hakim;
Keempat, Kuasa Perantara, merupakan pemberian kuasa (pasal 1792 KUHPerdata) namun dikaitkan dengan pihak lain selaku Perantara dengan mendapat upah atau provisi tertentu namun tidak ada hubungan kerja yang tetap sebagaimana yang diatur pasal 62 KUHDagang. (5)
Dalam perkembangan selanjutnya, maksud dan tujuan dari pemberian kuasa yang diatur dalam Pasal 1795 KUH Perdata tersebut mengalami pergeseran. Pergeseran yang dimaksud adalah batasan-batasan yang ditetapkan dalam Pasal 1796 KUH Perdata yang menyebutkan bahwa pemberian kuasa hanya meliputi perbuatan pengurusan, dan Pasal 1797 KUH Perdata yang juga menyebutkan bahwa si kuasa tidak diperbolehkan melakukan sesuatu apapun yang melampaui kuasanya, tidak selalu harus diindahkan, demikian pula batasan-batasan lain yaitu Pasal 1813 KUHPerdata mengenai waktu berakhirnya pemberian kuasa dapat disimpangi. Dan pergeseran inilah yang disebut oleh lembaga pemberian kuasa sebagai kuasa mutlak. Pemberian kuasa mutlak tersebut dalam praktek menjadi suatu klausul dan syarat yang umumnya dicantumkan dalam akta-akta perjanjian yang dibuat oleh para notaris sebagai partai akta, salah satu diantaranya adalah akta perjanjian pengikatan jual beli. Demikian pemberian kuasa tersebut dilakukan oleh penjual kepada pembeli, dengan ketentuan bahwa kuasa tersebut merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perjanjian pengikatan jual beli itu sendiri (6) Pengaturan mengenai kuasa mutlak diatur dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1982. Dalam Instruksi ini dinyatakan pengertian mengenai kuasa mutlak yaitu kuasa yang didalamnya mengandung unsur tidak dapat ditarik kembali oleh pemberi kuasa. Kuasa Mutlak yang pada hakekatnya merupakan pemindahan hak atas tanah adalah Kuasa Mutlak yang memberikan kewenangan kepada penerima kuasa untuk menguasai dan menggunakan tanahnya serta melakukan segala perbuatan hukum yang menurut hukum dapat dilakukan oleh pemegang haknya. Dalam Instruksi Mendagri ini juga melarang pejabat-pejabat agraria untuk melayani penyelesaian status hak atas tanah yang menggunakan Surat Kuasa Mutlak sebagai bahan pembuktian pemindahan hak atas tanah (7).
Surat Kuasa Umum ini karena banyak disalahgunakan oleh Penerima Kuasa misal setelah mendapat surat kuasa umum tersebut maka Penerima membuat akta jual beli sendiri, dia disatu pihak sebagai Penerima Kuasa bertindak sebagai penjual dan disisi lain bertindak sebagai pembeli, ini menimbulkan banyak masalah sehingga keluarlah Surat Permendagri No.14 Tahun 1982 yang melarang PPAT untuk membuat jual beli berdasarkan surat kuasa tanpa dihpdiri penjual asli/prinsipal; namun Permendagri ini, oleh sebagian dipatuhi dan sebagian tidak mematuhi dengan alasan kedudukan Permendagri diangga Kemudian dalam Peraturan Kepala Badan Pertanahan Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2014 tentang Pencabutan Peraturan Perundang-Undangan Mengenai Pertanahan dalam Pasal 1 dinyatakan bahwa: (8) “mencabut dan menyatakan tidak berlaku Peraturan Menteri Agraria, Peraturan Menteri Negara Agraria, Peraturan Menteri Pertanian dan Agraria, Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia, Peraturan Direktorat Jenderal Agraria, Peraturan Direktorat Jenderal Agraria dan Transmigrasi, Keputusan Menteri Negara Agraria, Keputusan Direktorat Jenderal Agraria, Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia, Instruksi Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia, Instruksi Panitia Landreform Pusat, dan Surat Edaran Menteri Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia, sebagaimana tercantum pada lampiran peraturan ini.”
Pada lampiran Daftar Peraturan Perundang-undangan mengenai pertanahan yang dicabut salah satunya terdapat Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1982 tentang larangan Penggunaan Kuasa Mutlak sebagai Pemindahan Hak Atas Tanah pada poin nomor 80. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Instruksi Mendagri tersebut sudah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi).
Pejabat Agraria yang memiliki wewenang dalam peralihan hak atas tanah adalah Notaris/PPAT. Salah satu contoh peran PPAT yaitu dalam pembuatan Akta Jual Beli (AJB) tanah. Dalam praktiknya apabila AJB masih belum dapat dilaksanakan, maka para pihak dengan meminta pertolongan Notaris untuk membuat Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB). Dalam hal ini notaris sebagai pejabat umum yang mempunyai posisi penting untuk membantu menciptakan kepastian hukum bagi masyarakat dan mempunyai peranan dalam proses pembuatan akta-akta, dalam hal ini berkaitan dengan klausul pemberian kuasa mutlak dalam akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli agar akta yang dibuatnya tidak bertentangan dengan peraturan perundangan yang berlaku dan tidak merugikan para pihak yang membuatnya. Maka dari itu, Notaris dituntut untuk bekerja secara profesional dan harus memiliki pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk pekerjaannya. Notaris bertanggung jawab untuk memahami dan menguasai segala peraturan perundang- undangan, terutama yang terkait dengan pekerjaannya dalam menjalankan jabatannya. Notaris seyogianya berada dalam ranah pencegahan (preventif) terjadinya masalah hukum melalui akta otentik yang dibuatnya sebagai alat bukti yang sempurna sepanjang belum dibuktikan sebaliknya.
Dalam pembuatan Akta otentik harus dapat dipertanggungjawabkan jika sewaktu-waktu akta yang dibuat notaris tersebut bermasalah, seperti yang telah di atur dalam Undang-Undang Jabatan Notaris Pasal 65, yang berbunyi:
“Notaris, Notaris Pengganti Khusus, dan Pejabat Sementara Notaris bertanggung jawab atas setiap akta yang dibuatnya meskipun Protokol Notaris telah diserahkan atau dipindahkan kepada pihak penyimpanan Protokol Notaris”.
Sesuai dengan kewenangannya, seorang Notaris berwenang untuk membuat akta otentik yang diatur dalam Pasal 15 ayat (2) UU No. 2 Tahun 2014, sebagai berikut: Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Notaris berwenang pula:
- mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;
- membukukan surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;
- membuat kopi dari asli surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan;
- melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya;
- memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan Akta;
- membuat Akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau
- membuat Akta risalah lelang.
c.4 Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) , Akte Jual Beli (AJB) Dan Larangan Memakai Surat Kuasa Mutlak
PPJB sendiri merupakan akta yang dibuat oleh Notaris sehingga akta PPJB merupakan akta otentik yang memilki kekuatan pembuktian yang sempurna. Adanya PPJB dimaksudkan oleh para pihak agar dapat memberikan perlindungan dan kepastian hukum bagi para pihak yang membuatnya serta dapat meminimalisir timbulnya sengketa. Karena Notaris dalam membuat suatu akta tidak berpihak dan menjaga kepentingan para pihak secara obyektif dan bersifat indenpenden. Dengan bantuan notaris para pihak yang membuat perjanjian pengikatan jual beli akan mendapatkan bantuan dalam merumuskan hal-hal yang akan ingin diperjanjikan. Walaupun terdapat asas kebebasan berkontrak tetapi setiap perjanjian atau perikatan itu harus selalu mengacu kepada peraturan yang telah ditentukan, sebagaimana tertuang dalam pasal 1337 KUHPerdata.
Dengan dibuatnya PPJB oleh seorang notaris juga merupakan bentuk pelaksanaan dari Pasal 15 ayat (2) huruf f UU No. 2 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris dimana dikatakan bahwa notaris memiliki kewenangan untuk membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan. Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) merupakan perjanjian pendahuluan yang sifatnya sementara karena ditangguhkan oleh suatu keadaan tertentu sampai tiba saat dapat dilaksanakannya Jual Beli dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang merupakan pejabat yang berwenang. Alasan dibuatnya PPJB diantaranya mungkin pajaknya belum lunas, atau pembayaran dilakukan secara bertahap (tidak tunai).
Adapun macamnya PPJB ada 2 yaitu PPJB lunas dan PPJB belum lunas; Dalam PPJB lunas ini terdapat klausul kuasa mutlak. Pembeli harus mendapatkan kuasa yang bersifat mutlak untuk menjamin terlaksananya hak pembeli dalam transaksi jual beli tersebut dan tidak akan berakhir karena sebab-sebab apapun, serta perjanjian ini tidak akan batal karena meninggalnya salah satu pihak, tetapi hal itu menurun dan berlaku terus bagi ahli warisnya. Seperti contoh dimana sertifikat obyek perjanjian masih dalam proses, sehingga AJB belum dapat dilaksanakan, namun telah dibayar lunas. Sehingga adanya kuasa mutlak disini untuk memberikan perlindungan hukum bagi pembeli yang telah membayar lunas harga beli tanah tersebut. SEdangkan PPJB belum lunas, maka Akta pengikatan jual beli disini dibuat karena harga belum lunas dan berisi janji- janji. Jika PJB Belum Lunas, maka didalamnya tidak terdapat klausul kuasa. Adanya klausul mengenai kondisi apabila jual beli tersebut sampai batal di tengah jalan misalnya maka pembeli batal membeli. Dengan telah ditandatanganinya PPJB oleh semua pihak dihadapan pejabat umum, maka PPJB tersebut termasuk ke dalam akta autentik dan kedudukannya bersifat sempurna, kecuali dibuktikan sebaliknya.
Kuasa mutlak tidak dikenal dalam KUH Perdata, melainkan diatur pertama kali dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1982 tentang Larangan Kuasa Mutlak Sebagai Pemindahan Hak Atas Tanah. Pengertian Kuasa Mutlak dalam instruksi diatas adalah kuasa yang mengandung unsur-unsur:
(1). Tidak dapat ditarik kembali oleh pemberi kuasa;
(2). Memberikan kewenangan kepada penerima kuasa untuk menguasai dan menggunakan tanahnya serta melakukan segala perbuatan hukum yang menurut hukum hanya dapat dilakukan oleh pemegang haknya.
Berdasarkan uraian tersebut, pengertian kuasa mutlak dapat dikatakan bahwa penerima kuasa mempunyai hak penuh untuk melakukan segala tindakan dan perbuatan terhadap objek yang bersangkutan, artinya penerima kuasa dapat bertindak seakan-akan selaku pemilik yang sah dari objek yang bersangkutan. Atau dengan kata lain, penjual tanah masih resmi disebut sebagai pemilik hak atas tanah itu, meskipun yang sesungguhnya memiliki adalah pemegang surat kuasa mutlak. Penyalah gunaan Kuasa Mutlak ini yang membuat lahirnya Permendagri ini, walau akhirnya juga sudah dicabut sebagaimana diatas. Dalam pasal 1813 KUHPerdata menyatakan bahwa pemberian kuasa berakhir dengan ditariknya kembali kuasa si penerima kuasa, jika dikaitkan dengan klausul pemberian kuasa mutlak yang tidak dapat ditarik kembali, maka jelas bahwa klausul tersebut menyimpangi pasal 1813 tersebut tentang berakhirnya pemberian kuasa. Hal ini juga dijelaskan dalam pasal 1814 KUHPerdata tentang adanya hak dari pemberi kuasa dapat menarik kembali kuasanya manakala dikehendaki. Menurut Sri Gambir Melati dengan adanya klausul kuasa yang tidak dapat dicabut kembali merupakan penyimpangan dari undang-undang. (9)
Peter Latumeten, (10) berpendapat bahwa Surat Kuasa yang dapat dalam PPJB tidak termasuk dalam kuasa mutlak, karena: kuasa tersebut dibuat dalam rangka atau mengabdikan pada suatu perjanjian causa yang sah atau halal dan tidak melanggar hukum; Tindakan-tindakan hukum yang disebut dalam kuasa menjual tersebut, bukan untuk kepentingan pemberi kuasa tetapi untuk kepentingan penerima kuasa dan merupakan pelaksanaan kewajiban hukum yang harus dilakukan oleh pemberi kuasa selaku penjual kepada penerima kuasa selaku pembeli, satu dan lain karena harganya telah dibayar lunas.
Sejak Instruksi Mendagri No. 14 Tahun 1982 berlaku, penggunaan kuasa mutlak tersebut dilarang. Selain itu, larangan penggunaan kuasa mutlak juga dapat ditemui pula dalam pasal 39 ayat (1) huruf d Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yang memberikan kewenangan kepada PPAT untuk menolak membuat AJB bila didasarkan pada Surat Kuasa Mutlak yang berisikan pemindahan hak.
Dengan dicabutnya Instruksi Mendagri tersebut Keputusan BPN No.10/2014 dan adanya kewajiban menolak membuat AJB bagi PPAT bila ada yang menggunakan Kuasa Mutlak dalam pemindahan hak sebaimana ketentuan PP diatas dengan maka ketentuan yang berlaku yang masih dapat dipergunakan adalah dalam KUHPerdata yaitu Kuasa Umum asal dinyatakan secara tegas sebagaimana yang telah ditentukan dalam pasal 1975 KUHPer khususnya dalam ps.1976 KUHPer.
Sedangkan untuk perlindungan hukum bagi Notaris /PPAT seyogyanya memperhatikan ketentuan pasal 32 ayat (1) huruf d Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
Catatan kaki :
- Artikel ditulis oleh Cholif Rahma, disunting oleh Andra Nur Oktaviani, Kronologi Kasus Mafia Tanah Nirina Zubir Suami dan Ayah sampai Jatuh Sakit., 22 November 2021, https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=&cad=rja&uact=8&ved=2ahUKEwjjoIX7nMz0AhUqSGwGHWCZBLEQFnoECAUQAQ&url=https%3A%2F%2Fwww.orami.co.id%2Fmagazine%2Fkronologi-kasus-mafia-tanah-nirina-zubir%2F&usg=AOvVaw1AV-oyPYMNphTwKVJusKpb
- Kedua belah pihak, kalau mau, masing-masing boleh dibantu atau diwakili oleh seseorang yang harus dikuasakannya untuk itu dengan surat kuasa khusus, kecuali kalau pemberi kuasa itu sendiri hadir. Penggugat dapat juga memberi kuasa itu dalam surat permintaan yang ditandatanganinya dan diajukan menurut pasal 118 ayat (1) atau pada tuntutan yang dikemukakan dengan lisan menurut pasal 120; dan dalam hal terakhir ini, itu harus disebutkan dalam catatan tentang tuntutan itu”. (bunyi pasal 123 ayat (1) HIR sama dengan pasal 147 ayat (1) RBg).
- “Surat kuasa seperti dimaksud dalam ayat (1) harus diberikan dengan suatu akta notaris, atau dengan suatu akta yang dibuat oleh panitera pengadilan negeri dalam wilayah tempat tinggal atau tempat kediaman pemberi kuasa atau oleh jaksa yang mempunyai wilayah yang meliputi tempat tinggal atau tempat kediaman pemberi kuasa ataupun dengan suatu surat di bawah tangan yang akan dan didaftar menurut ordonansi S. 1916-46”. (menurut SEMA No.10 Tahun 1964 Tanggal 10 April 1964, Surat Kuasa sidik jari/cap jempol di sahkan oleh Ketua PN, Bupati, Wedana).
- Penentuan adanya Surat Kuasa Khusus dalam perkara perdata.
- Makelar adalah pedagang perantara yang diangkat oleh Gubernur Jenderal (dalam hal ini Presiden) atau oleh penguasa yang oleh Presiden dinyatakan berwenang untuk itu. Mereka menyelenggamkan perusahaan mereka dengan melakukan pekerjaan seperti yang dimaksud dalam pasal 64 dengan mendapat upah atau provisi tertentu, atas amanat dan atas nama orang-orang lain yang dengan mereka tidak terdapat hubungan kerja tetap.Sebelum diperbolehkan melakukan pekerjaan, mereka harus bersumpah di depan raad van justitie di mana Ia termasuk dalam daerah hukumnya, bahwa mereka akan menunaikan kewajiban yang dibebankan dengan jujur. (KUHPerd. 1078; KUHD 59, 71 dst., 681; S. 1920-69.)
- Prayoto, “Aspek Hukum Terhadap Klausul Kuasa Mutlak Dalam Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli Tanah” (Tesis Magister Kenotariatan Universitas Diponegoro Semarang, 2009), hlm. 3
- Departemen dalam Negeri Indonesia, “Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1982 Tentang Larangan Penggunaan Kuasa Mutlak Sebagai Pemindahan Hak Atas Tanah,” https://www.ndaru.net/wp-content/uploads/imdn_14_1982.pdf. 19 Agustus 2021.
- Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia, Peraturan Kepala Badan Pertanahan Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2014 tentang Pencabutan Peraturan Perundang-Undangan Mengenai Pertanahan, Ps. 1.
- Sri Gambir Melati, Beli Sewa sebagai Perjanjian Tak Bernama: Pandangan Masyarakat dan Sikap Mahkamah Agung Indonesia.(Bandung: Bandana Alumni: 1999), 266
- Pieter E. Latumenten, “Kuasa Menjual dalam Akta Pengikatan Jual Beli (Lunas) tidak Termasuk Kuasa Mutlak”
Komentar Untuk Berita Ini (0)
Kirim Komentar