Maksud Hati Dapat Perlindungan, Apa Daya MKNW Tidak Bersidang

  Peribahasa asli : Malang Tak Dapat Ditolak Mujur Tak Dapat Diraih artinya : segala sesuatu dalam kehidupan bukan manusia yang menentukan   Oleh : H. Ikhsan Lubis, SH,SpN, Ketua Pengwil Sumut Ikatan Notaris Indonesia     Anggota MKNW dari Notaris sebaiknya Yang Berintregritas Moral Baik

 

Meskipun ketentuan Undang-undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris dan  UU No. 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Jabatan Notaris, disingkat UUJN  tidak secara limitatif mengatur bentuk perlindungan hukum yang diberikan kepada Notaris sebagai Pejabat Umum, dan akan tetapi dari beberapa ketentuan pasal terkait dengan pelaksanaan tugas jabatannya sebagai Pejabat Umum terdapat kewajiban Notaris untuk merahasiakan segala sesuatu mengenai isi akta dan segala keterangan yang diperolehnya dalam pelaksanaan jabatannya,  dan "kewajiban merahasiakan bagi Notaris”  tersebutlah yang kemudian dalam doktrin ilmu hukum dikenal sebagai Kewajiban Ingkar Notaris  yang didalamnya juga sekaligus terdapat Hak Ingkar Notaris. 

Kewajiban Ingkar Notaris dapat disimpulkan dari ketentuan  Pasal 4 Ayat (2) dan juga berdasarkan ketentuan Pasal 16 ayat (1) huruf f UUJN  dengan  kewajiban Notaris untuk merahasiakan  terkait mengenai :

  1. Segala sesuatu mengenai isi akta yang dibuatnya,
  2. Segala keterangan yang diperolehnya,
  3. Guna pembuatan akta sesuai dengan sumpah/janji jabatan, 
  4. Kecuali undang-undang menetukan lain. 

 

Berdasarkan UUJN No.2 Tahun 2014 tentang perubahan atas UUJN No.30 Tahun 2004 yang pada pokoknya berisi tentang penegasan kembali arti pentingnya perlindungan hukum bagi Notaris dalam melaksanakan tugas dan jabatannya sebagai Pejabat Umum dalam menjaga kerahasiaan isi akta dan keterangan-keterangan yang diperolehnya dalam pembuatan akta, dan karenanya melalui ketentuan Pasal 66 UU No. 2 Tahun 2014 (UUJN Revisi)  menjadi tonggak sejarah yang memberikan penghargaan kepada pelaksanaan tugas jabatan Notaris  yang harus dilindungi sebagai Pejabat Umum dengan Kewajibannya merahasiakan isi akta dan keterangan-keterangan yang diperolehnya dalam pembuatan akta,  dan karenanya Pasal 66 UU No. 2/2014 merupakan dasar hukum pelaksanaan hak dan kewajiban ingkar bagi Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya.

 

Majelis Kehormatan Notaris (MKN) merupakan benteng terakhir dalam memberikan perlindungan kepada Notaris dengan Kewajiban Ingkar dan/atau Hak Ingkar dalam rangka merahasiakan isi akta dan keterangan yang diperolehnya dalam pelaksanaan tugas jabatannya terkait dengan pembuatan akta.

Keberadaan Majelis Kehormatan Notaris yang unsur-unsurnya termasuk anggota Notaris sebagai perpanjangan tangan organisasi perkumpulan Ikatan Notaris Indonesia (INI) mempunyai peranan yang cukup strategis untuk memberikan Perlindungan dan Pengayoman  kepada  Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya, terlebih-lebih dalam permasalahan hukum yang dihadapi anggota Notaris berkewajiban melakukan tugas Pembinaan dan Pendampingan secara langsung.

 

Terkait dengan pemberitaan melalui media elektronik/media sosial ternyata pada situasi kondisi Kedaruratan Kesehatan sebagai akibat dampak penyebaran COVID-19 ternyata masih juga ada Notaris yang DIPANGGIL PENYIDIK TANPA MKNW BERSIDANG, dan yang dikutip selengkapnya dari  face book Habib Adjie tertanggal 13 Mei 2020 yang berbunyi sebagai berikut :

Hari ini menerima kiriman surat (via WA) dari seorang Notaris yang dipanggil oleh Penyidik, ternyata dalam surat panggilan tersebut, disebutkan karena sampai 30 (tiga puluh) hari MKNW tidak bersidang  atau MKNW tidak memberikan jawaban kepada Penyidik, maka MKNW dianggap telah menyetujui permohonannya tersebut.

Menjadi perhatian buat kita semua, bahwa dalam MKNW tersebut ada unsur Notarisnya sebanyak 3 (tiga) orang, kenapa sampai “lupa” tidak bersidang ? Terus keberadaan unsur Notaris dalam MKNW buat apa sampai tidak mau membantu sesama Notaris ?

Jika ada upaya terjadi seperti itu, apakah ada upaya dari Notaris yang bersangkutan ? Sudah tentu ada, antara lain :

  1. Tindakan MKNW yang tidak bersidang bisa dilaporkan ke Ombudsman Nasional dengan alasan MKNW tidak menjalankan tatacara pemerintahan yang baik.
  2. Tindakan MKNW yang tidak bersidang tersebut sebagai sebuah keputusan, dan sudah menjadi alasan untuk menggugat MNKW ke PTUN.
  3. Pasrah saja apapun yang terjadi, dan hadapi panggilan tersebut.

Saran kepada Pengwil kenapa tidak me”recall” unsur Notaris dari MKNW tersebut dan ganti dengan yang mau berjuang untuk Notaris.

Mari kita berikan semangat kepada Notaris yang diperlakukan seperti itu.

 

 

Sungguh sangat mengharukan dalam situasi kedaruratan kesehatan sebagai akibat dampak penyebaran pandemik covid-19 sekarang ini masih saja terjadi ujian berat dalam pelaksanaan tugas jabatan Notaris sebagai Pejabat Umum yang dipanggil oleh Penyidik dengan alasan pokok disebutkan karena sampai 30 (tiga puluh) hari MKNW tidak bersidang  atau MKNW tidak memberikan jawaban kepada Penyidik, maka MKNW dianggap telah menyetujui permohonannya tersebut.

 

Sudah barang tentu dengan adanya pemanggilan penyidik kepada salah seorang anggota Notaris tersebut telah menimbulkan reaksi yang beragam dengan alasan yuridis yang berbeda-beda, dan akan tetapi kesemua tanggapannya mengerucut kepada keberadaan Majelis Kehormatan Notaris Wilayah (MKNW)  yang anggotanya terdapat 3 (tiga)  orang berasal dari anggota Notaris sebagai perpanjangan tangannya organisasi perkumpulan Ikatan Notaris Indonesia (INI) tidak proaktif dalam menyikapi keadaan kedaruratan kesehatan pandemik covid-19 yang mungkin saja akan menjadi alasan pelaksanaan kegiatan persidangan tidak dapat dilaksanakan dengan alasan kedaruratan kesehatan pandemik covid-19, dan tanggapannya lainnya juga wajar berupa reaksi yang sangat menyesalkan keberadaan anggota dari unsur-unsur Notaris dalam MKNW kenapa sampai “lupa” tidak bersidang ? Terus keberadaan unsur Notaris dalam MKNW buat apa sampai tidak mau membantu sesama Notaris ?

 

Penunjukan Anggota dari Notaris di MKNW Tidak Transparan?

 

Selain itu, reaksi yang selama ini berkembang menjadi pembicaraan diantara kalangan Notaris terkait dengan penunjukan anggota dari Notaris yang duduk di MKNW tidak transparan disebabkan tidak adanya aturan/ tata cara rekrutmen dan mekanisme penunjukannya.

 

Kemudian perlu menjadi bahan pertimbangan dalam penunjukan anggota MKNW dari unsur-unsur Notaris sebaiknya berasal dari anggota yang mempunyai intregritas moral yang baik, mempunyai keluangan waktu dengan tidak kemampuan intelektualnya yang baik (jangan terkesan menumpuk jabatan), rendah hati, tidak arogan dan mengayomi serta bersedia hadir dalam setiap persidangan MKNW, dan tetap melakukan komunikasi/koordinasi dengan organisasi perkumpulan INI yang menujuknya/menempatkannya sebagai anggota MKNW.

 

Upaya hukum yang dapat dilaksanakan terkait dengan adanya dugaan MKNW yang melaksanakan persidangan atas permohonan Penyidik yang akibat-akibat telah merugikan Notaris sebagai Pejabat Umum sepanjang dapat dibuktikan alasan hukumnya bisa saja dilaporkan ke Ombudsman Nasional dengan alasan MKNW tidak menjalankan tatacara pemerintahan yang baik, dan demikian juga dimungkinkan adanya Tindakkan MKNW yang tidak bersidang tersebut sebagai sebuah keputusan yang cukup menjadi alasan untuk menggugat MNKW ke PTUN.

 

Organisasi Dapat Menarik Kembali Mandatnya

 

Terkait dengan pelaksanaan tugas anggota MKNW dari unsur-unsur Notaris sapanjang dapat dibuktikan tidak amanah, tidak bersungguh-sungguh memperjuangkan kepentingan anggota yang ditandai dengan seringkali tidak hadir dalam persidangan MKNW dengan tanpa alasan, maka sudah seharusnya organisasi perkumpulan Ikatan Notaris Indonesia (INI) dapat menarik kembali mandat dan menggantikannya dengan anggota Notaris yang lainnya sebagai anggota Pengganti Antar Waktu (PAW) di MKNW tersebut yang tujuannya  diganti dengan yang mau berjuang untuk kepentingan anggota Notaris.

 

Dengan adanya ketentuan Pasal Pasal 66 UUJN yang apabila nantinya  Majelis Kehormatan Notaris (MKN) telah memberikan persetujuannya kepada Penyidik, Penuntut Umum atau Hakim, maka  Kewajiban Ingkar Notaris (verschoning splicht) tidak dapat dipertahankan (batal), dan kewenangan Majelis Kehormatan Notaris (MKN) tersebut sejalan dengan Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor  : 7 Tahun 2016 Tentang Majelis Kehormatan Notaris  yang menentukan terhitung sejak tanggal 22 September 2016 yang pada pokoknya menyatakan pemanggilan terhadap Notaris oleh Penyidik, Jaksa Penuntut Umum dan Hakim harus terlebih dahulu mendapatkan izin dari Majelis Kehormatan Notaris Wilayah (MKNW) Propinsi. 

Dengan demikian  norma hukum Pasal 66 UUJN yang menentukan untuk kepentingan proses Peradilan, Penyidik, Penuntut Umum, atau Hakim harus terlebih dahulu mendapatkan persetujuan  Majelis Kehormatan Notaris merupakan  salah satu bentuk pengecualian yang dikenal asas hukum Lex specialis derogat legi generali, hukum khusus mengesampingkan hukum umum, khusunya ketentuan Pasal 7 Ayat (1) huruf g Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP, UU No. 8 Tahun 1981) terkait dengan adanya kewenangan yang bersifat imperatif untuk  memanggil orang guna didengar dan diperiksa sebagai Tersangka atau Saksi yang merupakan salah satu wewenang penyidik di dalam melakukan penyidikan dengan rumusan yang berbunyi “Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 Ayat (1) huruf a karena kewajibannya mempunyai wewenang  memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai Tersangka atau Saksi”.

Dengan adanya kewenangan Majelis Kehormatan Notaris (MKN) sebagai lex spesialis derogat legi generali terkait dengan adanya kewenangan Penyidikan yang bersifat imperatif memanggil seseorang sebagai Saksi atau Tersangka,  maka Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) bersama Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia (PP-INI) telah melakukan Perpanjangan Nota Kesepahaman (MoU)  tentang Pembinaan dan Penegakan Hukum dalam upaya meningkatkan Profesionalisme yang sesungguhnya telah pernah diperbuat sebelumnya oleh kedua belah pihak masing-masing tertanggal 9 Mei 2005 dibawah Nomor :  Pol. B/1056/V/2006 dan Nomor : 01/MOU/PP-INI/V/2006. 

Perpanjangan Memorandum of Understanding  yang diperbuat tertanggal 21 Agustus 2018  lebih merupakan sebagai penyesuaian dengan latar belakang lahirnya Undang-Undang Jabatan Notaris Tahun Nomor : 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor : 30 Tahun 2004 tentang Jabatan  Notaris, satu dan lain hal yang  terkait dengan pelaksanaan  kerja sama dalam penegakan hukum secara professional yang diikuti  pedoman kerja bersama untuk mengatur teknis pelaksanaan penegakan hukum yang antara lain dimuat lampiran Nota Kesepahaman.

Selain itu Pasal  170 Ayat (1) KUHAP juga menegaskan, bahwa mereka yang karena pekerjaan, harkat martabat atau jabatannya diwajibkan menyimpan rahasia, dapat minta dibebaskan dari kewajiban untuk memberi keterangan sebagai saksi, yaitu tentang hal yang dipercayakan kepada mereka, dan penjelasan pasal 170  Ayat (1) menyebutkan bahwa  Pekerjaan atau jabatan yang menentukan adanya kewajiban untuk menyimpan rahasia ditentukan oleh peraturan perundang-undangan.

Kemudian berdasarkan ketentuan Pasal 170 Ayat (2), menyebutkan Hakim menentukan sah atau tidaknya segala alasan untuk permintaan tersebut, dan penjelasan Pasal 170 Ayat (2), menyebutkan bahwa Jika tidak ada ketentuan peraturan perundang - undangan yang mengatur tentang jabatan atau pekerjaan yang dimaksud, maka seperti yang ditentukan oleh ayat ini, Hakim yang menentukan sah atau tidaknya alasan yang dikemukakan untuk mendapatkan kebebasan tersebut.

Dalam hal memberikan kesaksian, seorang Notaris tidak dapat mengungkapkan akta yang dibuatnya baik sebagian maupun keseluruhannya, karena hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 54 UU Jabatan Notaris berbunyi “Notaris hanya dapat memberikan, memperlihatkan atau memberitahukan isi akta, Grosse Akta, Salinan Akta dan Kutipan Akta kepada orang yang berkepentingan langsung pada akta, ahli waris atau orang yang mempunyai hak, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan.”



Komentar Untuk Berita Ini (0)

Kirim Komentar

Nama
Lokasi
Email
URL
Komentar
  captcha contact us
Silakan masukkan kode diatas