Perkuat Kewenangan Majelis Pengawas


Pernahkah Anda berpikir agak kritis tentang “kehidupan” kantor notaris lebih jauh. Selama ini kesan masyarakat terhadap notaris adalah tidak jauh ini dari hal-hal seperti ini : kantor yang tertib dan bagus, patuh pada aturan, klien datang sendiri dan kehidupan yang mapan.
Namun bila kita melihat lebih jauh, tidak sedikit notaris yang menjalani “kehidupan” kantornya dengan cara yang bisa dibilang jauh dari ketertiban dan patuh pada hukum. Mengatur kantornya asal-asalan, melanggar aturan atau tata kerja yang sudah dipersyaratkan negara mulai dari papan nama, penyimpanan minuta yang sembarangan, sampai berserakan di lantai kantor yang cuma berukuran dua kali dua setengah meter.
Hal inilah yang membuat Notaris Tuti Sudiarti, S.H. yang juga Ketua MPD Tangerang Selatan ini prihatin dan geram. Tuti akhirnya paham mengapa banyak notaris dipanggil polisi karena membuat akta asal-asalan, sementara banyak notaris yang tidak memenuhi standar kompetensinya ternyata diangkat oleh Kementerian. Tentang notaris yang asal ini jangan dikira terjadi pada notaris yang baru. Notaris yang sudah senior pun banyak yang melakukan pelanggaran dan membuat aktanya asal-asalan.

Selama menangani Majelis Pengawas Tuti merasakan prihatin dengan kondisi tatakelola kantor dan tatakelola notaris yang pernah diperiksanya dalam menjalankan tugasnya. Sudah jamak terjadi, notaris dalam praktek melakukan kesalahan dengan sengaja atau tidak, sehingga merugikan klien : menangani manajemen kantor tanpa aturan dan cenderung mengabaikan aturan sehingga melanggar aturan. Dengan kondisi tatakelola pekerjaan yang seperti ini, misalnya tidak membuat laporan atau repertorium selama 7 tahun, maka kita tidak heran bila banyak notaris kena masalah. Namun celakanya kalau mereka bermasalah dan MPD mengijinkan dipanggil polisi, mereka menuduh Majelis Pengawasnya sentimen, kata Tuti.
Harusnya mereka mikir, lanjut Tuti. Untuk menjadi anggota MPD itu serba “penuh penderitaan”, mulai dari soal korban waktu dan materi berupa uang dan lainnya sampai korban perasaan. Mereka juga keterlaluan, MPD yang biaya operasionalnya bisa dikatakan tidak ada ini, malah tidak diacuhkan dan kadang kala diperlakukan tidak sopan ketika datang melakukan pemeriksaan.
Atas kondisi ini Tuti akhirnya sadar bahwa akhirnya bahwa banyak notaris menanggap bahwa Majelis Pengawas cuma formalitas dan dianggap tidak ada pengaruhnya buat notaris kalau mereka melakukan pelanggaran atau tidak mengindahkan saran-saran pemeriksa. Akhirnya para notaris cenderung tidak menaati prosedur pemeriksaan yang dilakukan MPD, seperti misalnya, mengubah jadwal pemeriksaan sesukanya atau membuat akta tanpa mengindahkan aturan.
Tuti pun berharap hal ini menjadi perhatian Kementerian dalam mengangkat dan membina notaris.
Yang lucu, ada notaris yang lupa alamat kantornya sendiri. Aneh, kan? Setelah diusut-usut ternyata notaris ini tidak aktif membuka kantornya. Yang ada cuma plangnya saja yang dititipkan pada temannya yang punya kantor. Malahan ada kantornotaris yang sering tutup karena sering ditinggal-tinggal karena sang notaris lebih banyak bekerja di tempat lain.
Sementara itu ada juga bentuk pelanggaran berupa pemasangan papan nama dobel alias buka kantor cabang di tempat lain.Kasus ini pun bisa terjadi. Ada pula kantor notaris di ruko 3 lantai yang diisi 3 notaris yang terdiri dari suami, istri dan sepupu yang masing-masing adalah notaris.

Kewenangan Memberikan Sanksi oleh MPD


Sementara itu Notaris Depok yang juga Majelis Pengawas Wilayah INI Jawa Barat Pieter E. Latumeten, S.H. memandang dari sudut lain. Menurutnya Majelis Pengawas Wilayah INI Notaris Jawa Barat anggaran operasionalnya hampir-hampir tidak ada. Pemerintah tidak siap dalam soal ini. Kalau negara menciptakan lembaga dengan dibiayai APBN harusnya paralel dengan amanat Undang-undang yang membentuknya. Dalam kaitan ini juga makin lengkap kelemahan Majelis Pengawas (terutama Majelis Pengawas Daerah) karena tidak diberikan kewenangan pengawasan secara langsung untuk menolak laporan notaris.
Majelis Pengawas bukan organ di bawah Menteri, organ yang berdiri sendiri yang bertanggungjawab bukan pada Menteri, tapi bertanggungjawab kepada masyarakat. Dasarnya adalah bahwa notaris adalah jabatan yang independen, tidak bisa diintervensi, sehingga walau dalam Majelis Pengawas terdapat unsur Pemerintah namun Majelis Pengawas harus bebas dari interevensi dari luar.
Pieter berharap agar kewenangan Majelis Pengawas diperkuat untuk melakukan tindakan terhadap notaris dalam kasus-kasus mendesak. Untuk ini Ketua Majelis Pengawas diberikan wewenang untuk memutus menerima atau menolak masalah yang diadukan. Untuk mendatang sebaiknya Ketua Majelis Pengawas dalam kasus-kasus emergency diberikan wewewang untuk memberhentikan notaris yang ditahan oleh penyidik. Kalau wewenang ini tidak diberikan kepada Ketua Majelis maka Majelis Pengawas akan impoten seperti sekarang ini.
Sedangkan kalau menurut prosedur sekarang ini yang melalui prosedur dari MPD, MPW sampai MPP terlalu lama untuk melakukan tindakan. Apalagi kalau kasusnya tergolong mendesak. Misalnya notaris ditahan, bagaimana nasib protokol yang bersangkutan. Hal ini berkenaan dengan pelayanan terhadap publik yang dinamis, sementara Majelis tidak diberikan melakukan tindakan segera untuk memberhentikan (sementara), dan digantikan oleh pejabat yang lain. Bagaimana nasib minutanya kalau notaris ini bermasalah, dan juga ditahan pihak penyidik?
Untuk itu sebaiknya UUJN, yang saat ini mengadakan revisi, memberikan kewenangan kepada Ketua Majelis Pengawas Daerah untuk menerima, menolak pengaduan sesuai dengan bobot kasusnya. Termasuk juga memiliki wewenang untuk mendamaikan. Misalnya, jika Ketua Majelis Pengawas Daerah melihat bahwa diduga tindakan notaris terlihat nyata merugikan pihak ketiga maka Ketua bisa memberhentikan sementara di notaris itu sampai proses di Majelis Pengawas Daerah sendiri selesai diputuskan.
Nah, kalau pengadunya yang mengadukan kepada Ketua Majelis Pengawas tidak puas, barulah bisa kasusnya diajukan atau diadukan pada Majelis Pengawas Daerah.
Kemudian masalah sanksi yang diberikan oleh Majelis Pengawas Daerah seharusnya bukan cuma usul, tapi tindakan langsung misalnya mulai teguran lisan, teguran tertulis, perberhentian sementara, sampai pemberhentian tidak hormat.
Wilayah Majelis Pengawas juga dalam sehari-hari harus ditegaskan bahwa pelanggaran yang berkenaan dengan kode etik yang berkaitan dengan sanksi moral adalah bukan wilayah Majelis. Moral itu sifatnya otonom, sehingga hukum tidak bisa memberikan sanksi terhadap pelanggaran moral. Contoh yang keliru adalah di dalam UU JN. Dalam UU Jabatan Notaris pelanggaran etik bisa dikenakan sanksi jabatan. Sanksi jabatan ini dijalankan Majelis Pengawas.
Seorang calon notaris ketika diangkat harus sudah memiliki keahlian dan kemampuan yang siap dipergunakan. Bagaimana bila ada seorang notaris menerima klien tapi ternyata tidak mampu, sementara masyarakat sendiri percaya kalau dia ahli. Ini namanya kejahatan epistemik. Membohongi masyarakat. Kalau ini termasuk kejahatan moral. Harusnya dia menolak kalau tidak ahli dalam masalah yang diajukannya. “Kejahatan moral” inilah seharusnya diatur dalam kode etik. Kode etik ini bermanfaat untuk memulihkan ketidakstabilan, ketidaktertiban, pelanggaran-pelanggaran.

Di Belanda organisasi notaris diatur dalam peraturan badan hukum publik, sedangkan di Indonesia organisasi notaris diatur dalam peraturan privat. Sehingga di Belanda organisasi notaris hanya satu. Sedangkan di Indonesia bisa lebih dari satu organisasi.
Konsekuensinya, di Belanda jika melakukan pelanggaran etik dan diberhentikan dalam jabatannya maka ia berhenti. Sedangkan di Indonesia jika diberhentikan karena melanggar etik organisasi maka seseorang bisa pindah ke organisasi lainnya. Menurut ketentuan, seseorang yang diangkat menjadi notaris haruslah menjadi anggota organisasi notaris. Jadi jika belum menjadi anggota organisasi notaris maka seseorang calon notaris tidak bisa diangkat menjadi notaris oleh Pemerintah.
Harusnya bila berdasarkan laporan protokoler atau berdasarkan pemeriksaan atau laporan masyarakat, MPW harus menindaklanjuti rekomendasi MPD. Kemudian MPW harus memeriksa, dan bila terbukti maka MPW harus menjatuhkan sanksi sesuai kesalahannya. Kalau sampai MPW tidak menindaklanjuti berarti tidak benar itu. Buat apa ada MPW kalau tidak bisa melaksanakan fungsinya?



Komentar Untuk Berita Ini (2)

  • Eri Karyana 23 Agustus 2013 | 09:34

    Jika ada notaris yang melalaikan kewajibannya terhadap klien, tidak menyelesaikan pekerjaannya sesuai kesepakatan, kemana kami harus melakukan pelaporan untuk area Jawa Barat? Tks.

  • zulkifli rassy 24 Mei 2013 | 07:47

    Tanda kutip, selain mereka tidak menaati aturan juga tidak mau menerima saran dan membaca aturan, berapa banyak sampai sekarang tidak mengirimkan laporan bulanan

Kirim Komentar

Nama
Lokasi
Email
URL
Komentar
  captcha contact us
Silakan masukkan kode diatas