Oleh: Dr.H. Ikhsan Lubis,SH,SpN.MKn

Ketua Pengwil Sumut Ikatan Notaris Indonesia/ Akademisi di bidang Hukum Kenotariatan

DASAR HUKUM KEWENANGAN NOTARIS

Lembaga Notaris di Indonesia diatur sebagai pejabat umum oleh Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris jo. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 (UUJN-P). Notaris memiliki kewenangan untuk membuat akta otentikdan melaksanakan kewenangan lainnya yang diatur oleh undang-undang. Indonesia menganut model notaris Latin yang sesuai dengan sistem hukum Eropa Kontinental atau Civil Law, yang diwarisi dari Belanda. Notaris sebagai pembuat akta otentikmemiliki peran penting dalam sistem hukum Indonesia yang didasarkan pada hukum tertulis.

Pelaksanaan fungsi "verlijden" dalam praktik notaris adalah proses pembuatan akta otentikyang harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan hukum. Pelanggaran terhadap pelaksanaan fungsi "verlijden" notaris sering terjadi dalam praktik notaris, dan tulisan ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor penyebab pelanggaran, akibat hukum yang timbul, serta tanggung jawab notaris terkait pelanggaran tersebut.

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris jo. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 mengatur keabsahan akta otentik. Pasal 1 angka 1 UUJN menegaskan bahwa notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentikdan memiliki kewenangan lainnya sesuai dengan undang-undang. Pasal 15 ayat (1) UUJN menentukan bahwa notaris berwenang membuat akta otentikmengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik. Pasal 15 ayat (2) UUJN juga memberikan kewenangan lain kepada notaris, seperti mengesahkan tanda tangan, membukukan surat-surat, membuat kopi dari surat di bawah tangan, melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya, memberikan penyuluhan hukum, membuat akta pertanahan, dan risalah lelang. Dengan demikian, berdasarkan kedudukannya sebagai pejabat umum yang mempunyai kewenangan atribusi dari undang-undang melekat variabel hukum dalam pelaksanaan fungsi "verlijden" notaris mencakup kewenangan notaris dalam membuat akta otentikberdasarkan Pasal 1 angka 1 dan Pasal 15 ayat (1) dan (2) serta (3) dari UU No. 2 Tahun 2014.

Pelaksanaan fungsi "verlijden" notaris juga berkaitan langsung dengan ketentuan Pasal 16 ayat (1) UUJN yang menyebutkan bahwa dalam menjalankan jabatannya notaris berkewajiban bertindak amanah, jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum. Notaris juga diwajibkan untuk membacakan akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh sekurang-kurangnya dua orang saksi, dan ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi, dan notaris.

Selain itu, ketentuan Pasal 1868 KUHPerdata menegaskan bahwa suatu akta otentik adalah akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, oleh atau di hadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu, di tempat di mana akta itu dibuatnya. Pasal 1868 KUHPerdata menetapkan kewajiban dan wewenang notaris dalam pembuatan akta otentikserta persyaratan yang harus dipenuhi agar suatu akta dianggap sah secara hukum.

BENTUK DAN TATA CARA PEMBUATAN AKTA OTENTIK

Dasar hukum mengenai bentuk dan tata cara pembuatan akta otentik oleh notaris diatur dalam berbagai ketentuan undang-undang, khususnya dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris jo. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 (UUJN-P). Secara sederhana dapat dijelaskan akta harus dibuat oleh atau di hadapan notaris yang berwenang, memenuhi ketentuan bentuk yang diatur oleh undang-undang, dan harus memuat kepastian tanggal pembuatan, identitas pihak-pihak yang terlibat, dan materi perjanjian atau perbuatan hukum yang dibuat. Selanjutnya, notaris wajib memverifikasi identitas para pihak yang menghadap, termasuk memastikan kapasitas hukum mereka untuk bertindak dalam perbuatan hukum yang diaktakan. Akta harus dibacakan oleh notaris di hadapan para pihak yang menghadap serta sekurang-kurangnya dua orang saksi, dan para pihak harus memahami isi akta yang dibacakan. Setelah itu, akta harus ditandatangani oleh para pihak yang menghadap, saksi, dan notaris pada saat itu juga.

Penjelasan lebih rinci mengenai dasar hukum bentuk dan tata cara pembuatan akta otentik oleh notaris diatur dalam berbagai ketentuan undang-undang, yaitu:

  1. Akta harus dibuat oleh atau di hadapan Notaris yang berwenang sesuai ketentuan Pasal 15 ayat (1) UUJN yang menyatakan bahwa notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh pihak berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta o Selain itu, sebagai perbandingan dalam ketentuan Pasal 1868 KUHPerdata juga menegaskan bahwa suatu akta otentik adalah akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang oleh atau di hadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu di tempat di mana akta dibuat.
  2. Memenuhi ketentuan bentuk yang diatur oleh Undang-Undang, yaitu sebagaimana termuat dalam Pasal 38 UUJN yang mengatur secara imperatif bahwa akta notaris harus memuat, Tanggal dan tempat pembuatan akta, dan memuat Nama, alamat, dan identitas lengkap pihak-pihak yang terlibat, serta memuat uraian perbuatan hukum yang menjadi materi akta, dan terakhir adanya tanda tangan dari para penghadap, saksi, dan notaris.
  3. Kepastian tanggal pembuatan akta merujuk pada ketentuan Pasal 38 ayat (1) huruf a UUJN yang menegaskan akta harus memuat tanggal pembuatan, yang memberikan kepastian mengenai waktu pelaksanaan perbuatan hukum yang diaktakan.
  4. Identitas pihak-pihak yang terlibat sejalan dengan ketentuan Pasal 16 ayat (1) huruf c UUJN yang menentukan Notaris wajib memastikan identitas pihak-pihak yang terlibat dalam akta dengan memeriksa dokumen identitas resmi yang sah seperti KTP atau paspor.
  5. Materi perjanjian atau perbuatan hukum yang dibuat sebagai bahagian dari premis mayor berdasarkan ketentuan Pasal 38 ayat (1) huruf c UUJN yang mengharuskan akta untuk memuat uraian perbuatan hukum atau perjanjian yang menjadi dasar pembuatan akta tersebut.
  6. Verifikasi identitas dan kapasitas hukum para pihak sebagai bahagian dari premis minor diatur dalam ketentuan Pasal 16 ayat (1) huruf c UUJN yang menegaskan Notaris wajib memeriksa dan memastikan bahwa para pihak yang menghadap memiliki kapasitas hukum yang cukup untuk bertindak dalam perbuatan hukum yang diaktakan.
  7. Pembacaan akta di hadapan para pihak dan saksi sebagai bahagian terpenting dari pelaksanaan fungsi "verlijden" notarissebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 16 ayat (1) huruf m UUJN yang menentukan Notaris wajib membacakan akta di hadapan para pihak yang menghadap dengan dihadiri oleh sekurang-kurangnya dua orang saksi, agar para pihak memahami isi akta yang dibacakan. Selain itu, berdasarkan ketentuan Pasal 16 ayat (1) huruf l UUJN juga menentukan Notaris berkewajiban membacakan akta dan memastikan bahwa akta tersebut dipahami oleh para pihak yang menghadap.
  8. Penandatanganan akta oleh para pihak, saksi-saksi, dan Notaris sebagai bahagian terpenting dari penutup akta diatur dalam ketentuan Pasal 16 ayat (1) huruf l UUJN yang menegaskan akta harus ditandatangani oleh para pihak yang menghadap, saksi, dan notaris pada saat itu juga setelah dibacakan. Selain itu, berdasarkan ketentuan Pasal 38 ayat (3) UUJN juga menyebutkan bahwa setelah akta dibacakan, akta tersebut harus ditandatangani oleh para pihak yang bersangkutan, saksi, dan notaris.
  9. Penyimpanan minuta dan pemberian grosse, salinan, atau kutipan akta sebagai bahagian terpenting dari kedudukan notaris sebagai pejabat umum yang dapat dipercaya (officium trust), yaitu Notaris berkewajiban untuk menyimpan minuta (dokumen asli) akta dalam arsip dan membuat buku daftar untuk mencatat setiap akta yang dibuatnya. Selain itu, berdasarkan ketentuan Pasal 16 ayat (1) huruf b UUJN juga menyebutkan kewajiban notaris untuk memberikan grosse (salinan resmi), salinan, atau kutipan akta kepada para pihak yang berkepentingan.
  10. Proses verifikasi dan tanggung jawab Notaris secara lengkap dalam ketentuan Pasal 16 ayat (1) huruf c UUJN yang menentukan Notaris bertanggung jawab untuk memverifikasi identitas dan kapasitas hukum dari para pihak yang menghadap, serta memastikan bahwa dokumen identitas resmi yang sah digunakan untuk verifikasi tersebut. Selain itu, berdasarkan ketentuan Pasal 16 ayat (1) huruf f UUJN yang menegaskan Notaris berkewajiban menjaga kerahasiaan isi maupun keterangan-keterangan yang diberikan oleh para pihak yang menghadap. Selain itu, berdasarkan ketentuan Pasal 16 ayat (1) huruf a UUJN yang menegaskan, bahwa Notaris harus bertindak amanah, jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga kepentingan pihak-pihak yang terkait dalam perbuatan hukum. Demikian pula, berdasarkan ketentuan Pasal 16 ayat (1) huruf k UUJN ditegaskan, bahwa Notaris berkewajiban memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta.

Dengan mematuhi ketentuan bentuk dan tata cara pembuatan akta otentik sebagaimana diatur dalam UUJN, notaris dapat memastikan bahwa akta yang dibuat memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna sebagai akta otentik, menjaga keabsahan hukum akta tersebut, serta menjaga kepercayaan masyarakat terhadap jabatan notaris. Pelanggaran terhadap ketentuan ini dapat mengakibatkan akta tersebut kehilangan kekuatan autentitasnya dan menimbulkan tanggung jawab hukum bagi notaris.

PENGERTIAN ISTILAH "VERLIJDEN"

Istilah "verlijden" berasal dari bahasa Belanda yang digunakan dalam konteks hukum kenotariatan di Indonesia, dan penggunaan istilah "verlijden" mencerminkan sejarah hukum Indonesia yang dipengaruhi oleh sistem hukum Belanda. Dalam praktik hukum kenotariatan, penggunaan istilah "verlijden" memiliki makna yang spesifik dan penting, terutama dalam proses pembuatan akta otentik oleh notaris. Asal usulfrasa kata "verlijden" berasal dari bahasa Belanda, yang digunakan selama masa kolonial Belanda di Indonesia dan tetap dipertahankan dalam terminologi hukum setelah kemerdekaan. Secara harfiah makna kata dari"verlijden" berarti "pembuatan" atau "pengesahan." Sedangkan dalam kerangka hukum kenotariatan di Indonesia, penggunaan istilah "verlijden" mengacu pada proses formal yang dilakukan oleh notaris dalam pembuatan akta otentik.

Secara harfiah pengertian istilah "verlijden" dapat diterjemahkan sebagai "pembuatan akta" atau "mencatatkan akta". Namun demikian, dalam kerangka hukum kenotariatan di Indonesia, penggunaan istilah "verlijden" mengacu pada serangkaian tindakan formal yang harus dilakukan oleh notaris dalam pembuatan akta otentik. Selanjutnya, dalam praktik kenotariatan pengertian "verlijden" merujuk pada serangkaian tindakan formal yang dilakukan oleh notaris untuk membuat dan mengesahkan akta otentik. Pelaksanaan fungsi "verlijden" Notaris juga mencakup verifikasi identitas pihak-pihak yang terlibat, penyusunan akta, pembacaan akta di hadapan para pihak dan saksi, serta penandatanganan akta.

Terdapat dua unsur penting dalam kalimat definisi (pengertian, makna, dan arti), yakni definiendum definiendum sebagai unsur dalam kalimat definisi berupa istilah, kata, atau frasa yang didefinisikan atau dijelaskan maknanya, dan definisisebagai unsur dalam kalimat definisi berupa kata, frasa, atau klausa, yang berfungsi untuk menjelaskan atau menguraikan pengertian definiendum.

Definisi formal fungsi "verlijden"

"verlijden" dapat diartikan sebagai tindakan resmi yang dilakukan oleh notaris untuk membuat akta otentik berdasarkan permintaan pihak yang berkepentingan, dengan persyaratan dan prosedur yang telah diatur dalam Undang-Undang Jabatan Notaris. Tindakan "verlijden" memiliki kekhususan dalam bentuk keabsahan dan kekuatan hukum yang melekat pada akta yang dibuat, serta diikuti oleh penandatanganan notaris dan pihak-pihak yang terlibat di hadapan notaris.

Definisi operasional pelaksanaan fungsi "verlijden"

"verlijden" dapat diartikan sebagai proses formal yang dilakukan oleh notaris dalam pembuatan akta otentik, dimulai dari persiapan dokumen, pemeriksaan keabsahan dokumen dan identitas pihak yang terlibat, penjelasan isi akta kepada para pihak, penandatanganan akta di hadapan notaris, hingga penyerahan salinan akta kepada pihak yang berkepentingan. Proses pelasanaan fungsi "verlijden" dilakukan di kantor notaris pada waktu dan hari kerja yang telah ditentukan, sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam peraturan perundang-undangan.

Definisi dalam paradigma pelaksanaan fungsi "verlijden" oleh notaris:

Pelaksanaan fungsi "verlijden" oleh notaris dapat diartikan sebagai suatu proses yang mengandung nilai-nilai keabsahan, kejujuran, dan keadilan dalam menciptakan kepastian hukum bagi para pihak yang terlibat. Notaris bertindak sebagai penjaga integritas dan kepercayaan publik, sehingga setiap tindakan yang dilakukannya haruslah didasarkan pada prinsip kehati-hatian dan profesionalisme yang tinggi. Dalam proses "verlijden" ini, notaris diharapkan mampu memberikan pelayanan yang berkualitas serta memberikan perlindungan hukum yang optimal bagi masyarakat.

Definisi dalam arti luas pelaksanaan fungsi "verlijden" oleh notaris:

"verlijden" adalah merupakan suatu proses formal yang dilakukan oleh notaris dalam pembuatan akta otentikuntuk menghasilkan bukti tertulis yang sah secara hukum. Proses ini mencakup beberapa tahapan, mulai dari penerimaan permintaan pembuatan akta oleh notaris, pemeriksaan dokumen dan identitas pihak yang terlibat, penjelasan isi akta kepada para pihak, penandatanganan akta di hadapan notaris, hingga penyerahan salinan akta kepada pihak yang berkepentingan. Notaris bertanggung jawab untuk memastikan bahwa seluruh proses "verlijden" dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku dan prinsip-prinsip integritas serta etika profesi notaris. Dengan demikian, proses "verlijden" ini memiliki peran yang penting dalam menciptakan kepastian hukum bagi masyarakat serta menjaga kepercayaan publik terhadap institusi notaris.

Adapun varibel-variabel hukum disertai dasar hukum dari definisi dalam pelaksanaan fungsi "verlijden" oleh notaris:

  1. Verifiability of Identity, dapat dimaknai Notaris harus memverifikasi identitas semua pihak yang terlibat dalam transaksi atau perjanjian yang akan dibuat, dan dasar hukumnya terdapat dalam Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.
  2. Document Examination, dapat dimaknai Notaris harus memeriksa dokumen-dokumen yang relevan untuk memastikan keabsahan dan kebenaran informasi yang terkandung di dalamnya, dan dasar hukumnya terdapat dalam Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014.
  3. Explanation of Deed Contents,dapat dimaknai Notaris harus menjelaskan secara menyeluruh isi dari akta yang akan dibuat kepada para pihak yang terlibat, dan dasar hukumnya terdapat dalam Pasal 16 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014.
  4. Signing Ceremony,dapat dimaknai akta harus ditandatangani oleh semua pihak yang terlibat di hadapan notaris, dan dasar hukumnya terdapat dalam Pasal 39 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014.
  5. Legal Validity and Legal Strength,dapat dimaknai akta yang dibuat oleh notaris harus memiliki kekuatan hukum yang sah, dasar hukumnya terdapat dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014.
  6. Compliance with Legal Procedures,dapat dimaknai seluruh proses pembuatan akta harus mematuhi prosedur yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan, dan dasar hukumnya terdapat dalam Pasal 40 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014.

Proses "Verlijden"

Proses pelaksanaan fungsi "verlijden" Notaris mencakup verifikasi identitas pihak, penyusunan akta, pembacaan akta di hadapan pihak dan saksi, serta penandatanganan akta. Definisi formalnya adalah tindakan resmi notaris membuat akta otentiksesuai UU Jabatan Notaris, dengan kekhususan keabsahan dan kekuatan hukum pada akta, diikuti penandatanganan notaris dan pihak terlibat di hadapan notaris. Definisi operasionalnya melibatkan persiapan dokumen, pemeriksaan keabsahan dokumen dan identitas pihak, penjelasan isi akta, penandatanganan di hadapan notaris, hingga penyerahan salinan. Definisi paradigmatiknya menekankan nilai-nilai keabsahan, kejujuran, dan keadilan, dengan notaris sebagai penjaga integritas dan kepercayaan publik, memberikan pelayanan berkualitas dan perlindungan hukum bagi masyarakat. Definisi luasnya adalah proses formal notaris dalam menciptakan kepastian hukum, melibatkan penerimaan permintaan, pemeriksaan dokumen dan identitas, penjelasan isi akta, penandatanganan, hingga penyerahan salinan, dengan notaris bertanggung jawab memastikan kepatuhan terhadap hukum dan etika profesi.

Selain itu, proses pelaksanaan fungsi "verlijden" notaris mencakup beberapa langkah penting yang harus diikuti yang bertujuan untuk memastikan keabsahan dan kekuatan hukum dari akta otentikyang dibuat, dan untuk ringkasnya berikut penjelasan secara rinci mengenai proses tahapannya:

  1. Penerimaan dan verifikasi dokumen, dalam hal ini Notaris menerima dokumen dan informasi dari para pihak yang terlibat dalam perbuatan hukum yang akan diaktakan, dan berdasarkan ketentuan Pasal 16 ayat (1) huruf c UUJN yang menegaskan notaris wajib memeriksa dan memastikan identitas pihak-pihak yang terlibat dengan menggunakan dokumen identitas resmi seperti KTP atau paspor. Verifikasi identitasuntuk memastikan identitas pihak-pihak yang terlibat dengan menggunakan dokumen resmi.
  2. Pemeriksaan kapasitas hukum para pihak, dalam hal ini Notaris memeriksa dan memastikan bahwa para pihak yang menghadap memiliki kapasitas hukum yang cukup untuk bertindak dalam perbuatan hukum yang diaktakan, dan berdasarkan ketentuan Pasal 16 ayat (1) huruf c UUJN yang mengharuskan notaris untuk memverifikasi kapasitas hukum para pihak. Pemeriksaan kapasitas hukumuntuk memastikan bahwa pihak-pihak yang terlibat memiliki kapasitas hukum untuk melakukan perbuatan hukum yang diaktakan.
  3. Penyiapan draft akta, dalam hal ini Notaris menyusun draft akta berdasarkan informasi dan dokumen yang telah diverifikasi, dan berdasarkan ketentuan Pasal 38 ayat (1) UUJN yang menyebutkan bahwa draft akta harus memuat tanggal dan tempat pembuatan, identitas para pihak, uraian perbuatan hukum, dan tanda tangan. Penyiapan dan penyusunan akta sesuai dengan informasi yang diberikan oleh para pihak.
  4. Pembacaan akta di hadapan para pihak dan saksi, dan dalam hal ini Notaris membacakan akta di hadapan para pihak yang menghadap dan saksi untuk memastikan bahwa semua pihak memahami isi dan konsekuensi hukum dari akta tersebut, dan berdasarkan ketentuan Pasal 16 ayat (1) huruf m UUJN mengatur bahwa notaris wajib membacakan akta dengan dihadiri oleh sekurang-kurangnya dua orang saksi. Pembacaan akta di hadapan para pihak dan saksi untuk memastikan pemahaman mereka.
  5. Penandatanganan akta, dalam hal ini setelah akta dibacakan dan dipahami oleh para pihak, notaris meminta para pihak, saksi, dan dirinya sendiri untuk menandatangani akta tersebut, dan berdasarkan ketentuan Pasal 16 ayat (1) huruf l UUJN yang menentukan akta harus ditandatangani oleh para pihak yang menghadap, saksi, dan notaris pada saat itu juga setelah dibacakan. Penandatanganan akta oleh para pihak, saksi, dan notaris setelah pembacaan.
  6. Penyimpanan minuta akta, dalam hal ini Notaris menyimpan minuta (dokumen asli) akta dalam arsip sebagai bukti resmi dari perbuatan hukum yang diaktakan, dan berdasarkan ketentuan berdasarkan Pasal 65 UUJN yang menyatakan notaris wajib menyimpan minuta akta dan membuat buku daftar untuk mencatat setiap akta yang dibuatnya.
  7. Pemberian grosse, salinan, atau kutipan akta, dalam hal ini Notaris memberikan grosse (salinan resmi), salinan, atau kutipan akta kepada para pihak yang berkepentingan sesuai permintaan, dan berdasarkan ketentuan Pasal 54 UUJN yang mengatur bahwa notaris berwenang memberikan salinan atau kutipan dari akta yang dibuatnya.

Kepentingan dan Manfaat "Verlijden"

Proses pelaksanaan fungsi "verlijden" notaris memiliki beberapa kepentingan dan manfaat yang signifikan dalam praktik kenotariatan dengan tujuan untuk memastikan keabsahan dan kekuatan hukum dari akta otentikyang dibuat, dan untuk ringkasnya berikut penjelasan secara rinci mengenai kepentingan dan manfaat:

  1. Kepastian hukum, dalam hal ini dengan mengikuti prosedur pelasanaan fungsi "verlijden" notaris memastikan akta yang dibuat memiliki kekuatan hukum yang sempurna dan memberikan kepastian hukum kepada para pihak yang terlibat.
  2. Keabsahan akta, dalam hal ini akta yang dibuat melalui proses pelasanaan fungsi "verlijden" notaris dianggap sah secara hukum dan memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna, dan berdasarkan ketentuan Pasal 1868 KUHPerdatayang menyatakan bahwa akta otentikadalah akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang oleh atau di hadapan pejabat umum yang berwenang.
  3. Perlindungan hukum, dan dalam hal ini proses pelasanaan fungsi "verlijden" notaris melindungi para pihak dari sengketa hukum di kemudian hari dengan memastikan bahwa semua pihak telah memahami dan menyetujui isi akta, dan berdasarkan ketentuan Pasal 16 ayat (1) UUJNyang menegaskan Notaris bertanggung jawab untuk memastikan kebenaran dan ketepatan data yang diberikan oleh para pihak yang menghadap.

Tantangan dan Impilikasi Dalam Pelaksanaan Fungsi "Verlijden"

Meskipun penting, pelaksanaan fungsi "verlijden" oleh notaris juga menghadapi beberapa tantangan dan impilikasi, dan dengan memahami terminologi dan implikasi hukum dari pelasanaan fungsi "verlijden" notaris, maka notaris dapat menjalankan fungsi mereka dengan lebih efektif dan menjaga integritas keluhuran harkat martabat jabatan (officium nobile) serta kepercayaan masyarakat (officium trust), yaitu:

  1. Kurangnya sosialisasi dan pembinaan, dalam hal ini banyak notaris yang kurang memahami tugas dan fungsi mereka karena minimnya sosialisasi dan pembinaan mengenai peran notaris, dan berdasarkan ketentuan Pasal 83 UUJNyang mengatur tentang kewajiban pemerintah dan organisasi profesi untuk memberikan pembinaan dan pengawasan kepada notaris.
  2. Perkembangan teknologi, dalam hal ini adanya perkembangan teknologi seperti Cyber Notary dan penandatanganan melalui video conference memerlukan peraturan yang jelas dan komprehensif untuk mengakomodasi praktik-praktik baru ini, dan berdasarkan ketentuan Pasal 15 ayat (3) UUJNyang mengatur bahwa notaris dapat menggunakan teknologi informasi dalam pelaksanaan jabatannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
  3. Dengan memahami dan mengatasi tantangan-tantangan ini, notaris dapat menjalankan fungsi "verlijden" dengan lebih efektif dan menjaga integritas serta kepercayaan terhadap jabatan notaris.
  4. Tekanan dari pihak luar untuk mempercepat proses tanpa mematuhi prosedur yang sah juga menjadi tantangan dalam pelaksanaan fungsi "verlijden" notaris.
  5. Impilikasi proses pelaksanaan fungsi "verlijden" notaris untuk memastikan bahwa akta yang dibuat oleh notaris memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna sebagai akta otentik, dan dengan mengikuti prosedur pelaksanaan fungsi "verlijden" notaris akan memberikan perlindungan hukum kepada para pihak yang terlibat dari potensi sengketa hukum di kemudian hari.

PERBANDINGAN "OPMAKEN" (PJN 1860) DENGAN PELAKSANAAN FUNGSI "VERLIJDEN" NOTARIS (UUJN)

Terminologi dan Pengertian

Definisi "opmaken" dalam konteks PJN (Peraturan Jabatan Notaris) 1860, dapat diartikan sebagai tindakan menyusun atau merancang dokumen hukum atau akta, dan dengan lingkup tugas meliputi proses penyusunan, perumusan, dan penulisan akta oleh notaris berdasarkan informasi yang diberikan oleh para pihak yang berkepentingan. Selain itu karakteristik khusus "opmaken" lebih fokus pada penyusunan dokumen, dan tidak mencakup pembacaan atau pengesahan di hadapan pihak-pihak.

Definisi pelaksanaan fungsi "verlijden" oleh notaris dalam praktik kenotariatan Indonesia lebih merujuk pada keseluruhan proses pembuatan akta otentikyang dilakukan oleh notaris, termasuk verifikasi identitas, pembacaan, dan pengesahan akta, dan dengan lingkuptugas jabatan yang melibatkan tindakan formal dan prosedural yang mencakup penyusunan, pembacaan, dan penandatanganan akta di hadapan notaris. Selain itu, karakteristik khususpelaksanaan fungsi "verlijden" oleh notaris meliputi penguatan proses yang lebih komprehensif, mencakup pembacaan akta di hadapan pihak-pihak, dan melibatkan saksi dalam proses penandatanganan.

Perbandingan "opmaken"(PJN 1860) dengan pelaksanaan fungsi “verlijden” Notaris (UUJN) menggambarkan evolusi peran dan tanggung jawab notaris dari masa kolonial Belanda hingga saat ini di Indonesia. Terminologi "opmaken"dalam PJN 1860 merujuk pada penyusunan atau perumusan dokumen hukum atau akta oleh notaris berdasarkan informasi yang diberikan oleh para pihak, dengan fokus pada tahap awal pembuatan akta tanpa melibatkan pembacaan atau pengesahan formal. Sebaliknya, pelaksanaan fungsi “verlijden” Notaris dalam UUJN mencakup keseluruhan proses pembuatan akta otentik, termasuk verifikasi identitas, pembacaan, dan penandatanganan akta di hadapan notaris dan saksi, memberikan proses yang lebih komprehensif dan memastikan keabsahan serta kekuatan hukum akta sebagai dokumen otentik.

Perbandingan Dasar Hukum:

  1. Tindakan hukum "opmaken"dari Notaris dalam PJN 1860, pada dasarnya hanya mengatur tugas dan kewajiban notaris pada masa kolonial Belanda, dan PJN 1860 lebih menekankan pada pembuatan dan penyusunan akta tanpa merinci seluruh proses formal seperti dalam UUJN.
  2. pelaksanaan fungsi “verlijden” Notaris dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris jo. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 mengatur secara rinci proses pembuatan akta otentik, dan diantaranya dapat diketahui dari ketentuan Pasal terkait Pasal 15 ayat (1), Pasal 16 ayat (1) huruf l, dan Pasal 38 UUJN yang mengatur wewenang, pembacaan, dan penandatanganan akta.

Perbandingan proses dan Tanggung Jawab:

  1. Proses tindakan hukum "opmaken"dari Notaris dalam PJN 1860 hanya melibatkan verifikasi informasi dan penyusunan akta berdasarkan data yang diberikan oleh para pihak, dan tanggung jawab notaris adalah memastikan akta disusun dengan benar dan sesuai hukum.
  2. Proses pelaksanaan fungsi “verlijden” Notaris dalam UUJN telah melibatkan verifikasi identitas (Pasal 16 ayat (1) huruf c UUJN), pembacaan akta di hadapan para pihak dan saksi (Pasal 16 ayat (1) huruf l UUJN), dan penandatanganan akta oleh para pihak, saksi, dan notaris (Pasal 16 ayat (1) huruf l dan Pasal 38 ayat (3) UUJN), dan Notaris bertanggung jawab memastikan akta dipahami dan disepakati oleh para pihak sebelum ditandatangani.

Akibat Hukum:

  1. Proses tindakan hukum "opmaken"dari Notaris dalam PJN 1860, akta yang disusun dengan benar memiliki kekuatan hukum, tetapi kekuatan pembuktiannya tidak sempurna tanpa proses pengesahan formal, dan karenannya potensi sengketa hukum terkait keabsahan akta lebih tinggi karena kurangnya prosedur formal.
  2. Proses pelaksanaan fungsi “verlijden” Notaris dalam UUJN, akta yang dibuat melalui proses verlijden memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna sebagai akta otentik(Pasal 1868 KUHPerdata), dan proses formal memberikan perlindungan hukum yang lebih kuat kepada para pihak yang terlibat.

Analisis Yuridis Perspektif:

  1. Kepastian Hukum:
    1. Proses tindakan hukum "opmaken"dari Notaris dalam PJN 1860 hanya memberikan dasar hukum untuk penyusunan akta, namun tanpa prosedur formal yang lengkap, kekuatan pembuktiannya dapat dipertanyakan.
    2. Proses pelaksanaan fungsi “verlijden” Notaris dalam UUJN telah memberikan kepastian hukum yang lebih besar melalui verifikasi identitas, pembacaan, dan penandatanganan di hadapan saksi.
  2. Perlindungan Kepentingan Pihak:
    1. Proses tindakan hukum "opmaken"dari Notaris dalam PJN 1860 memiliki potensi lebih tinggi untuk kesalahan atau penyalahgunaan informasi karena kurangnya prosedur formal.
    2. Proses pelaksanaan fungsi “verlijden” Notaris dalam UUJN telah memberikan perlindungan yang lebih baik kepada para pihak dengan proses yang lebih ketat dan komprehensif.
  3. Tanggung Jawab dan Akuntabilitas Notaris:
    1. Proses tindakan hukum "opmaken"dari Notaris dalam PJN 1860 lebih berfokus pada penyusunan dokumen yang benar, tetapi tidak mencakup verifikasi dan pengesahan formal.
    2. Proses pelaksanaan fungsi “verlijden” Notaris dalam UUJN telah mencakup verifikasi identitas, pembacaan akta, dan memastikan pemahaman serta persetujuan para pihak, meningkatkan akuntabilitas notaris.

Dengan memahami perbedaan dan karakteristik khusus antara "opmaken" dan "verlijden" serta dasar hukumnya, notaris dapat menjalankan tugasnya dengan lebih efektif, memastikan bahwa akta yang dibuat memiliki kekuatan hukum yang diakui dan melindungi kepentingan para pihak yang terlibat.

FAKTOR PENYEBAB PELANGGARAN FUNGSI "VERLIJDEN" NOTARIS

Faktor Penyebab dan Akibat Hukum

Faktor penyebab dan akibat hukum pelanggaran dalam pelaksanaan fungsi "verlijden" oleh notaris, yang merupakan proses pembuatan akta otentiktermasuk verifikasi identitas, pembacaan, dan pengesahan akta, dan faktor-faktor utama yang menyebabkan pelanggaran pelaksanaan fungsi "verlijden" meliputi:

  1. Mentalitas Notaris, banyak notaris tidak sepenuhnya memahami dan menyadari tugas dan fungsi mereka, sering kali akibat minimnya sosialisasi dan pembinaan, dan Pasal 16 ayat (1) UUJN mengharuskan notaris bertindak jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum.
  2. Aturan yang tidak jelas atau tidak komprehensif, dan kurangnya peraturan yang jelas dan komprehensif mengenai praktik baru ini menyebabkan kebingungan dan pelanggaran, terutama dalam kerangka pengembangan konsep “cyber notary” dan penandatanganan melalui video conference:
  3. Tekanan dari Pihak Luar, dalam hal ini tekanan dari pihak yang berkepentingan atau tekanan dari pihak luar untuk mempercepat proses tanpa mematuhi prosedur sah juga menjadi faktor penyebab pelanggaran. Pasal 16 ayat (1) huruf f UUJN mewajibkan notaris memastikan kebenaran dan ketepatan data yang diberikan oleh para pihak.

Akibat hukum dari pelanggaran fungsi "verlijden" mencakup:

  1. Akta yang melanggar prosedur dapat turun status menjadi akta di bawah tangan yang turun derajatnya yang hanya memiliki kekuatan pembuktian tidak sempurna, dan berdasarkan ketentuan Pasal 1868 KUHPerdata menyatakan bahwa suatu akta otentikadalah akta yang dibuat sesuai bentuk yang ditentukan oleh undang-undang oleh atau di hadapan pejabat umum yang berwenang.
  2. Notaris dapat dituntut untuk memberikan ganti rugi kepada pihak yang dirugikan akibat kelalaiannya, dan keputusan pengadilan menjadi dasar tanggung jawab ini jika terbukti bahwa kelalaian notaris telah menimbulkan kerugian nyata. Berdasarkan ketentuan Pasal 16 ayat (1) huruf a UUJN menyebutkan bahwa notaris harus bertindak amanah, jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum.

Dengan memahami faktor-faktor penyebab dan akibat hukum dari pelanggaran pelaksanaan fungsi "verlijden" oleh Notaris diharapkan para notaris dapat meningkatkan pemahaman dan kepatuhan terhadap prosedur hukum yang berlaku, sehingga akta yang dibuat memiliki kekuatan hukum yang diakui dan melindungi kepentingan pihak yang terlibat.

Kebutuhan akan Pembaruan dalam Peraturan Kenotariatan

Terdapat kebutuhan mendesak akan pembaruan dalam peraturan kenotariatan untuk mengakomodasi perkembangan teknologi dan meningkatkan kepatuhan serta integritas notaris, dan dengan fokus utama mencakup:

  1. Pengembangan peraturan untuk mengakomodasi teknologi terkait dengan pengembangan konsep “cyber notary”, dan pembaruan diperlukan untuk mengakomodasi perkembangan teknologi dalam praktik kenotariatan sambil mempertahankan prinsip kepastian hukum. Selain itu, berdasarkan ketentuan Pasal 38 UUJN mengatur bahwa akta notaris harus memuat tanggal, tempat pembuatan, identitas para pihak, uraian perbuatan hukum, dan tanda tangan.
  2. Peningkatan kepatuhan dan integritas untuk memberikan jaminan kepastian hukum, dan kepatuhan terhadap peraturan memastikan akta yang dibuat tetap sah dan memiliki kekuatan hukum sempurna. Selain itu, penguatan integritas jabatan berbudi pekerti mulia (officium nobile) bertujuan untuk menjaga integritas kepercayaan masyarakat terhadap notaris (officium trust).

Selain itu, praktik hukum kenotariatan terkait penerapan pelaksanaan fungsi "verlijden" oleh Notaris dan faktor penyebab pelanggaran dalam praktik pembuatan akta otentikdi Indonesia:

  1. Perkembangan penerapan pelaksanaan fungsi "verlijden" oleh Notaris dalam praktik pembuatan akta otentikbertujuan untuk mengkaji perkembangan penerapan pelaksanaan fungsi "verlijden" oleh Notaris dalam pembuatan akta otentikdi Indonesia. Pasal 16 ayat (1) huruf m UUJN menyatakan notaris wajib membacakan akta di hadapan para pihak dengan dihadiri sekurang-kurangnya dua saksi, memastikan para pihak memahami isi akta.
  2. Faktor penyebab pelanggaran, akibat hukum, dan tanggung jawab Notaris dapat dilakukanan melalui identifikasi faktor penyebab pelanggaran dengan meneliti faktor penyebab pelanggaran, akibat hukum, dan tanggung jawab notaris. Pasal 16 ayat (1) huruf c UUJN mewajibkan notaris memastikan para pihak yang menghadap memiliki kapasitas hukum yang cukup untuk bertindak dalam perbuatan hukum.
  3. Pelaksanaan fungsi "verlijden" Notaris agar sesuai dengan ketentuan hukum dengan cara menelaah pelaksanaan fungsi "verlijden" oleh notaris dalam pembuatan akta otentiksesuai ketentuan hukum di Indonesia, diantaranya berdasarkan ketentuan Pasal 16 ayat (1) huruf l UUJN mengharuskan akta ditandatangani oleh para pihak, saksi, dan notaris setelah dibacakan.

Dengan memahami dan mematuhi ketentuan hukum yang berlaku, notaris dapat menjaga keabsahan akta yang dibuat serta integritas dan kepercayaan terhadap jabatan notaris. Pelanggaran pelaksanaan fungsi "verlijden" oleh Notaris dapat berakibat serius, termasuk penurunan status akta dan tanggung jawab hukum bagi notaris. Pembaruan peraturan yang mengakomodasi perkembangan teknologi serta peningkatan pembinaan dan sosialisasi mengenai peran notaris diperlukan untuk mengurangi pelanggaran dan menjaga profesionalisme dalam praktik kenotariatan.

Konsekuensi Hukum dari Pelanggaran Fungsi "Verlijden" oleh Notaris

Konsekuensi hukum dari pelanggaran pelaksanaan fungsi "verlijden" oleh Notaris dalam pembuatan akta otentik, dan akibat hukum pelanggaran ini dapat menurunkan status akta menjadi akta di bawah tangan yang memiliki kekuatan pembuktian lebih rendah. Selain itu, notaris dapat dituntut untuk memberikan ganti rugi kepada pihak yang dirugikan akibat kelalaiannya, yang ditetapkan oleh pengadilan jika terbukti kelalaian tersebut menyebabkan kerugian.

Selain itu, dalam praktik hukum kenotariatan diperlukan pembaruan dalam peraturan kenotariatan untuk mengakomodasi perkembangan teknologi, namun tetap menjaga kepastian hukum dan integritas jabatan notaris. Dengan mematuhi ketentuan hukum yang berlaku, notaris dapat memastikan akta yang dibuat tetap sah dan memiliki kekuatan hukum yang sempurna, serta menjaga kepercayaan masyarakat terhadap profesi notaris.

Pelanggaran pelaksanaan fungsi "verlijden" oleh Notaris dalam praktik pembuatan akta otentiktidak diatur secara khusus dalam perundang-undangan, sehingga dapat menimbulkan pertanyaan tentang keabsahan dan legalitasnya. Meskipun demikian, notaris tetap memiliki kewajiban untuk memastikan setiap dokumen yang dibuatnya memenuhi syarat sah dan tidak melanggar hukum yang berlaku. Oleh karena itu, notaris harus memahami tugas dan fungsinya dengan jelas serta mengikuti aturan yang ada untuk menjaga integritas jabatan berbudi pekerti mulia (officium nobile) bertujuan untuk menjaga integritas kepercayaan masyarakat terhadap notaris (officium trust).

Kesimpulan, pentingnya pemahaman yang baik tentang pelaksanaan fungsi "verlijden" oleh Notaris dalam pembuatan akta otentik, serta perlunya pembaruan dalam peraturan kenotariatan untuk mengakomodasi perkembangan teknologi. Dengan menjaga kepatuhan terhadap hukum dan etika profesi, notaris dapat memastikan bahwa akta yang dibuat memiliki kekuatan hukum yang sempurna, serta menjaga integritas jabatan berbudi pekerti mulia (officium nobile) bertujuan untuk menjaga integritas kepercayaan masyarakat terhadap notaris (officium trust). Pelaksanaan fungsi "verlijden" oleh Notaris dapat menyebabkan penurunan status akta dan tanggung jawab hukum bagi notaris. Pembaruan peraturan, kesadaran akan tanggung jawab notaris, serta pelatihan dan pengawasan yang lebih ketat diperlukan untuk menjaga integritas jabatan notaris dan kepercayaan masyarakat terhadap sistem hukum.



Komentar Untuk Berita Ini (0)

Kirim Komentar

Nama
Lokasi
Email
URL
Komentar
  captcha contact us
Silakan masukkan kode diatas