Oleh : H. IKHSAN LUBIS, SH,SpN,

Ketua Pengwil Sumut, Ikatan Notaris Indonesia

Media elektronik sebagai salah satu alternatif yang mempertemukan maksud dan kehendak para pihak meskipun tidak berhadapan secara langsung. Media ini akurasi rekaman pendataannya sangat baik dan dapat dipercaya serta sangat mudah untuk dilaksanakan dalam rangka memenuhi kebijakan Pemerintah dalam situasi darurat pandemic covid-19 melakukan kegiatan pekerjaan dirumah saja (Work From Home/WFH).

Adanya pandemic covid-19 telah berdampak sangat serius dalam pelaksanaan tugas jabatan Notaris tidak dapat berhubungan dan/atau berhadapan secara langsung dengan para pihak. Dengan bekerja secara on line atau bekerja di rumah, notaris ditantang melakukan tugas dan jabatannya tanpa melanggar peraturan yang berlaku.

WORK FROM HOME

Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia (PP-INI) mengeluarkan surat dibawah Nomor: 65/33-III/PP-INI/2020 tertanggal 17 Maret 2020 terkait dengan Himbauan Pencegahan Covid-19 dan suratNomor : 67/36-III/PP-INI/2020 tertanggal 23 Maret 2020 Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia (I.N.I) dalam rangka Pencegahan Penyebaran Covid-19 terkait pelaksanaan pengalihan kegiatan pelayanan pekerjaan di rumah yang dianjurkan Pemerintah. Dalam kaitan ini ditegaskan bahwa Work From Home tidak termasuk salah satu bentuk pelanggaran sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 17 Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 2 Tahun 2014 mengenai larangan Notaris dalam melaksanakan jabatannya.

PP-INI menegaskan terkait dengan permintaan pelayanan publik dalam menjalankan tugas-tugas jabatannya untuk membuat “Perjanjian, Perbuatan, atau Rapat” yang menurut peraturan perundang-undangan dalam setiap dokumennya dapat dibuat di bawah tangan, agar dicantumkan klausula “akan dibuat/dinyatakan kembali dalam akta otentik segera setelah darurat covid-19 dicabut oleh Pemerintah.”

Merujuk kepada kebijakan PP-INI dan mencermati perkembangan keadaan situasi penyebaran covid-19 yang semakin hari semakin cepat ditandai dengan himbauan Pemerintah Republik Indonesia agar melakukan kegiatan pekerjaan dirumah saja, dan upaya cegah tangkal untuk memutus mata rantai penyebaran virus covid-19 harus dilakukan secara terstruktur, sistematik dan massif melalui tindakan yang konsisten dengan mewajibkan setiap warga harus senantiasa tunduk dan patuh kepada setiap instruksi Pemerintah Republik Indonesia yang berkaitan dengan pelaksanaan upaya pencegahan penyebaran virus covid-19 melalui kebijakan umum (public police) sebagai berikut :

  1. Social distancing terkait dengan adanya pembatasan aktivitas sosial yang melibatkan banyak orang;
  2. Public Distancing terkait denganpembatasan kegiatan keramaian dan/atau berkumpul yang melibatkan banyak orang;
  3. Pshisycal distancing terkait dengan komunikasi tatap muka yang sebaiknya dilakukan menjaga jarak tertentu 1 meter.

CYBER NOTARY

Menurut pakar hukum cyber dari Universitas Indonesia Dr.Edmon Makarim, S.Kom, Sh, LLM terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan terkait perluasan teknologi yang terjadi yaitu (Edmon Makarim, Pengantar Hukum Telematika, (Jakarta : Raja Grafindo Persada), 2007, hal. 8) :

  1. Teknologi terdiri dari informasi yang mampu mengaplikasikan semua tahapan dari perencanaan, organisasi, dan operasi suatu industri atauperusahaan (komersial) dengan segala aktifitasnya.
  2. Teknologi mempunyai kontribusi untuk membuat setiap tahapan yang mencakup perencanaan, organisasi dan operasi kegiatan suatu industri atau perusahaan; maka teknologi tidak hanya terdiri dari scientific knowledge, tetapi pengetahuan bisnis atau organisasi.
  3. Teknologi bisa berupa teknologi yang berwujud (bertubuh) dan tidak berwujud.

Cyber notary terdiri dari dua suku kata, yaitucyberyang berasal dari kata cyberspace yang secara sederhana dimaksukan sebagai dunia maya dan Notary yang secara sederhana dapat diterjemahkan Notaris yang menurut ketentuan Undang-Undang Jabatan Notaris dikenal sebagai pejabat umum yang mendapatkan kewenangan atribusi dari Negara untuk menjalankan sebahagian tugas pemerintahan di bidang hukum keperdataan, Kemudian kedua suku kata tersebut membentuk frasa kata cyber notary yang secara sederhana dapat diartikan Notaris sebagai Pejabat Umum dalam melaksanakan tugas jabatannya yang mempergunakan teknologi informasi dan komunikasi yang berbasis sistem digitalisasi media elekteronik yang dapat dilakukan melalui media telekonferensi, video konferensi, atau sarana media elektronik lainnya yang terhubung secara langsung dengan jaringan internet yang memungkinkan andanya interaksi timbal balik jarak jauh yang dapat melibatkan banyak orang dan bersifat online.

Cyber notary merupakan konsep yang memanfaatkan kemajuan teknologi bagi para Notaris untuk membuat akta otentik dalam dunia maya serta menjalankan tugasnya setiap hari. Misalnya penandatanganan akta secara elektronik dan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) ecara teleconference. Hal ini bertujuan untuk mempermudah para pihak yang tinggalnya berjauhan, sehingga dengan adanya cyber notary, jarak tidak menjadi masalah lagi (Emma Nurita, Cyber Notary Pemahaman Awal dalam Konsep Pemikiran, (Bandung : Refika Aditama), 2012, hal. 53.).

Cyber notary juga dimaksudkan untuk memudahkan atau mempercepat pelaksanaan tugas dan kewenangan Notaris dalam membuat akta otentik mengenai semua perbuatan atau perjanjian atau ketetapan yang diharuskan Undang-Undang atau apa yang dikehendaki para pihak yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta autentik

Istilah cyber notary dikenalkan pertama kali oleh American Bar Association(ABA) pada tahun 1994. Konsep ini mengandung makna bahwa seseorang yang melaksanakan kegiatancyber notaryadalah “seseorang yang mempunyai spesialisasi kemampuan dalam bidang hukum dan komputer”. Dalam konsep ini dipersepsikan bahwa fungsinya dipersamakan layaknya Notaris latin dalam memfasilitasi suatu transaksi internasional, dapat melakukan autentikasi dokumen secara elektronik, dan diharapkan dapat memverifikasi kapasitas hukum dan tanggung jawab keuangan (Edmon Makarim, Tanggung Jawab Penyelenggara Sistem Elektronik, (Jakarta : Rajawali Pers), 2010, hal. 40.).

Menurut Edmon, asal-usul konsep cyber notarydapat dilacak pada dua sistem hukum, yaitu pada sistemcommon lawdancivil law. Terdapat dua istilah hukum yang sering dipersamakan, yaitu Electronic Notary, (E-Notary) dan Cyber Notary”. Istilah yang pertama, pertama kali dikenalkan oleh delegasi Perancis dalam sebuah forumlegal workshopyang diselenggarakan oleh Uni Eropa pada tahun 1989 di Brussel, Belgia. Esensinya, konsepE-Notarymenjadikan Notaris sebagai suatu pihak yang menyajikanindependent recordterhadap suatu transaksi elektronik yang dilakukan para pihak.

KONSEP CYBER NOTARY DALAM UUJN

Keberadaan konsep cyber notary sebenarnya telah mendapat dasar hukum penggunaannya dalam ketentuan perundang-undangan yang berlaku dan mendukung diantaranya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris dan ketentuan tercantum dalam Pasal 15 Ayat (3) yang menyatakan “Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dan Ayat (2), Notaris mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan”, dan selanjutnya dalam penjelasannya disebutkan Yang dimaksud dengan kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan, antara lain, kewenangan mensertifikasi transaksi yang dilakukan secara elektronik (cyber notary), membuat akta ikrar wakaf, dan hipotek pesawat terbang”.

KONSEP CYBER NOTARY DALAM UU PERSEROAN TERBATAS

konsep cyber notary juga dikenal dalam menyandarkan kegiatannya yang mengandalkan jaringan internet dengan sistem yang dibangun melalui media elektronik sebagai sarana dalam penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham, dan yang selanjutnya disingkat e-RUPS. Konsep cyber notary dapat dilihat beRdasarkan ketentuanUndang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan TerbatasPasal 77 Ayat (1) yang menyebutkaN, Selain penyelenggaraan RUPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76, RUPS dapat juga dilakukan melalui media telekonferensi, video konferensi, atau sarana media elektronik lainnya yang memungkinkan semua peserta RUPS saling melihat dan mendengar secara langsung serta berpartisipasi dalam rapat. Pasal 77 Ayat (4) yang menegaskan “Setiap penyelenggaraan RUPS sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) harus dibuatkan risalah rapat yang disetujui dan ditandatangani oleh semua peserta RUPS, dan Penjelasan Pasal 77 Ayat (4). Yang dimaksud dengan disetujui dan ditandatangani adalah disetujui dan ditandatangani secara fisik atau secara elektronik”.

Penyelenggaran Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) bagi perseroan merupakan suatu kewajiban yang wajib dilaksanakan, terutama RUPS tahunan wajib diadakan dalam jangka waktu paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun buku berakhir. Namun di tengah badai pandemik covid-19 yang telah ditetapkan pemerintah dalam keadaan situasi kedaruratan kesehatan, pelaksanaan RUPS tahunan yang menghendaki adanya kehadiran secara fisik semua para pemegang saham mengadung risiko untuk dilakukan.

Penggunaan media elektronik dalam rangka kegiatan penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham, yang dikenal sebagai e-RUPS merupakan salah satu bentuk terobosan hukum baru terkait dengan jalan keluar terbaik terkait dengan adanya ketentuan dalam pelaksanaan RUPS yang menghendaki adanya kehadiran secara fisik dari semua para pemegang saham.

Pada prinsipnya, konsep cyber notary ditujukan untuk mempermudah transaksi antara para pihak yang tinggalnya berjauhan, sehingga jarak bukan menjadi masalah lagi. Misalnya, pemegang saham yang berada di Amerika, Jepang ataupun Singapura, dapat mengikuti RUPS dengan menggunakan media teleconference dengan pemegang saham yang ada di Indonesia, dengan disaksikan oleh Notaris di Indonesia,. Sehingga, kehadiran fisik dari pemegang saham tersebut tidak diperlukan. Pemegang saham yang berada di luar negeri tersebut dapat dianggap tetap menghadiri RUPS dimaksud dan hak suaranya tetapi di hitung dalam quorum kehadiran. Demikian pula pada saat penanda-tanganan akta RUPS dimaksud, pemegang saham yang keberadaannya di luar negeri tersebut dapat menanda-tangani dokumen rapat secara elektronik (Irma Devita, Cyber Notary Sebatas Gagasan Atau Masa Depan?, https://irmadevita.com/2010/cyber-notary/, diakses pada tanggal 19 Nopember 2020).

Dalam pelaksanaannya, cyber notary tersebut masih memiliki kekurangan baik dalam hal pemaknaan hingga konseptualisasinya dalam pembuatan Akta melalui pranata cyber notary dikarenakan adanya kekosongan hukum antara makna dan peraturan pelaksanaan daripada cyber notary itu sendiri. Sehingga terlihat bahwasanya pranata cyber notary telah diatur namun memiliki kekosongan hukum (rechtsvacuum) dalam perspektif pemaknaannya yang menimbulkan akibat terhadap pranata cyber notary, sehingga menimbulkan kesukaran terhadap dilangsungkannya salah satu kewenangan Notaris (Cyndiarnis Cahyaning Putri, Abdul Rachmad Budiono, Konseptualisasi Dan Peluang Cyber Notary Dalam Hukum, Jurnal JIPPK, Vol. 4 No.1, 2019. hal. 3).

Konsep cyber notary sebagaimana dimuat dalam Penjelasan Pasal 15 Ayat (3) tidak secara lengkap memuat persyaratan tehnis maupun konstruksi yuridis dalam pelaksanaan Undang-Undang Jabatan Notaris terkait dengan kewenangan lainnya, dan apabila yang dimaksudkan terbatas kepada sertifikasi, maka konsep cyber notary mengakibatkan tidak dapat dilaksanakan. Namun, apabila mengacu pada peraturan perUndang-Undangan lainnya, misalnya pada ketentuan mengenai Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), yang mana hasil risalah RUPS merupakan akta Notaris berupa akta pejabat (relaas acten).

Bedasarkan ketentuanPasal 77Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatasterkait dengan penyelenggaraan RUPS melalui media elekteronik yang dapat dilakukan melalui media telekonferensi, video konferensi, atau sarana media elektronik lainnya dalam pengertian tehnis yuridis yang unsur-unsurnya adalah sebagai berikut :

  1. Penyelenggaraan RUPS dapat juga dilakukan melalui media telekonferensi, video konferensi, atau sarana media elektronik lainnya (Vide, Pasal 77 Ayat (1)).
  2. Penyelenggaran RUPS melalui media elekteronik dilaksanakan yang memungkinkan semua peserta RUPS saling melihat dan mendengar secara langsung serta berpartisipasi dalam rapat (Vide, Pasal 77 Ayat (1)).
  3. Persyaratan kuorum dan persyaratan pengambilan keputusan adalah persyaratan sebagaimana diatur dalam undang-undang ini dan/atau sebagaimana diatur dalam anggaran dasar Perseroan (Vide, Pasal 77 Ayat (2)).
  4. Persyaratan kuorum dan persyaratan pengambilan keputusan dihitung berdasarkan keikutsertaan peserta RUPS sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) (Vide, Pasal 77 Ayat (3))
  5. Setiap penyelenggaraan RUPS sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) harus dibuatkan risalah rapat yang disetujui dan ditandatangani oleh semua peserta RUPS dan dengan penjelasan yang dimaksud dengan “disetujui dan ditandatangani” adalah disetujui dan ditandatangani secara fisik atau secara elektronik (Vide, Pasal 77 Ayat (4) dan penjelasannya).

Apabila diperhatikan unsur rumusan dari penyelenggaraan RUPS, dapat juga dilakukan melalui media telekonferensi, video konferensi, atau sarana media elektronik lainnya yang memungkinkan semua peserta RUPS saling melihat dan mendengar secara langsung serta berpartisipasi dalam rapat (Vide, Pasal 77 Ayat (1)). Selanjutnya jika penyelenggaraan RUPS dihadiri dan/atau diwakili semua pemegang saham dan semua pemegang saham menyetujui diadakannya RUPS dengan agenda tertentu, RUPS dapat diadakan di manapun sepanjang dalam wilayah negara Republik Indonesia.

Lebih lanjut ketentuan Pasal 76 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatasmenyatakan dalam Pasal 76 Ayat (1), RUPS diadakan di tempat kedudukan Perseroan atau di tempat Perseroan melakukan kegiatan usahanya yang utama sebagaimana ditentukan dalam anggaran dasar”, dengan kelanjutan sebagai berikut:

  1. Pasal 76 Ayat (2) : RUPS Perseroan Terbuka dapat diadakan di tempat kedudukan bursa di mana saham Perseroan dicatatkan
  2. Pasal 76 Ayat (3) : Tempat RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus terletak di wilayah negara Republik
  3. Pasal 76 Ayat (4) : Jika dalam RUPS hadir dan/atau diwakili semua pemegang saham dan semua pemegang saham menyetujui diadakannya RUPS dengan agenda tertentu, RUPS dapat diadakan dimanapun dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud pada Ayat (3).

Penjelasan Pasal 76 Ayat (4) menerangkan bahwa yang dimaksud dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah RUPS harus diadakan di wilayah negara Republik Indonesia, dengan kelanjutan Pasal 76 Ayat (5) menyatakan RUPS sebagaimana dimaksud pada Ayat (4) dapat mengambil keputusan jika keputusan tersebut disetujui dengan suara bulat”.

Berdasarkan ketentuan Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, dalam Pasal 77 menjelaskan penyelenggaraan RUPS melalui media telekonferensi, video konferensi, atau sarana media elektronik lainnya yang memungkinkan semua peserta RUPS saling melihat dan mendengar secara langsung serta berpartisipasi dalam rapat, memenuhi persyaratan kuorum dan jika dalam RUPS hadir dan/atau diwakili semua pemegang saham dan semua pemegang saham menyetujui diadakannya RUPS dengan agenda tertentu, RUPS dapat diadakan dimanapun sepanjang dalam wilayah negara Republik Indonesia, dan jika keputusan tersebut disetujui dengan suara bulatharusdibuatkanrisalah rapat yang disetujui dan ditandatangani oleh semua peserta RUPS.

Pelaksanaan RUPS melalui media telekonferensi tercantum pada Pasal 77 ayat (1), (2), (3) dan (4) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas tidak secara tegas memberikan dasar kewenangan Notaris dalam pembuatan akta RUPS dan apalagi juga hasil RUPS tidak diharuskan diperbuat dalam bentuk akta otentik, dan karenannya tidak jelas peran bagi Notaris dalam RUPS melalui media telekonferensi, sehingga perlu adanya penyempurnaan yang dianggap perlu sebagai dasar legalitas bagi Notaris untuk membuat akta elektronik.

Meskipun demikian keberadaan Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatasmerupakan salah satu terobosan hukum yang cukup responsif mengikuti perkembangan yang ada pada saat itu tahun 2007 telah mengatur penyelenggaraan RUPS dengan memanfaatkan perkembangan teknologi yang pada akhirnya pelaksanaan RUPS dapat dilakukan melalui media elektronik seperti telekonferensi, video konferensi, atau sarana media elektronik lainnya.

KONSEP CYBER NOTARY DALAM POJK

Khusus bagi perusahaan terbuka (Tbk), legalitas pelaksanaan RUPS elektronik terdapat pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Republik Indonesia Nomor 15/POJK.04/2020 Tentang Rencana Dan Penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham Perusahaan Terbuka dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Republik Indonesia Nomor 16/POJK.04/2020 tentang Pelaksanaan Rapat Umum Pemegang Saham Perusahaan Terbuka Secara Elektronik.

Perusahaan Terbuka mempunyai kewajiban untuk melaksanakan RUPS yang dalam perkembangannya sekarang ini dimungkinkan dilakukan secara elektronik berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Republik Indonesia Nomor 16/POJK.04/2020. Dasar pertimbangan dikeluarkannya POJK Nomor 16/POJK.04/2020 dengan memperhatikan besaran jumlah pemegang saham serta sebaran geografis pemilikan saham perusahaan terbuka menimbulkan kendala dalam pelaksanaan rapat umum pemegang saham, baik dalam penetapan lokasi rapat umum pemegang saham, pemenuhan kuorum kehadiran, kuorum pengambilan keputusan maupun bentuk risalah keputusan rapat umum pemegang saham tersebut.

Keberlakuan POJK Nomor 16/POJK.04/2020 juga dimaksudkan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 23 ayat (1) huruf c Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19 dan/atau dalam rangka menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan.

Pelaksanaan RUPS perusahaan terbuka secara elektronik merupakan suatu terobosan baru dalam situasi pandemi covid-19 yang dimungkinkan adanya pelaksanaan RUPS oleh Perusahaan Terbuka dengan menggunakan media telekonferensi, video konferensi, atau sarana media elektronik lainnya.

Sistem penyelenggaraan RUPS secara elektronik (e-RUPS) yang menyandarkan kepada sistem atau sarana elektronik yang disediakan oleh pihak pengelola e-RUPS dan digunakan untuk mendukung penyediaan informasi, pelaksanaan, dan pelaporan RUPS Perusahaan Terbuka, sehingga Pengguna e-RUPS dapat melaksnakan interaksi virtual yang melibatkan Perusahaan Terbuka, partisipan, biro administrasi efek, pemegang saham, dan pihak lain yang ditetapkan oleh Penyedia e-RUPS.

Pelaksanaan RUPS Elektronik pada perusahaan terbuka tersebut dapat dilakukan dengan tata cara:

  1. Rencana RUPS secara elektronik harus dinyatakan dalam pemberitahuan agenda kepada OJK, pengumuman dan pemanggilan RUPS
  2. RUPS fisik tetap diadakan dengan dihadiri pimpinan RUPS, 1 anggota Direksi dan/atau Dewan Komisaris dan profesi penunjang pasar modal yang membantu RUPS.
  3. Pemegang saham atau penerima kuasa dapat hadir fisik secara terbatas dengan prinsip first in first served.
  4. Pemberian suara (termasuk perubahan dan pencabutannya) dapat dilakukan setelah pemanggilan RUPS sampai dengan pembukaan masing-masing mata acara yang memerlukan pemungutan suara dalam RUPS, namun penyedia e-RUPS wajib merahasiakan suara yang telah diberikan sampai pada saat perhitungan suara.
  5. Pemegang saham dengan hak suara yang sah yang telah hadir secara elektronik, namun tidak menggunakan hak suaranya atau abstain, dianggap sah menghadiri RUPS dan memberikan suara yang sama dengan suara mayoritas pemegang saham yang memberikan suara dengan menambahkan suara dimaksud pada suara mayoritas pemegang saham.

PROBLEMA YURIDIS PELAKSANAAN e-RUPS.

Dalam pelaksanaan E-RUPS tersebut, baik pada Perusahaan Tertutup maupun Perusahaan Terbuka ternyata dalam praktek menimbulkan berbagai problema yuridis dalam pelaksanaannya, terutama apabila diperhatikan ketentuan yang diatur dalam Pasal 12 POJK Nomor 16/POJK.04/2020 bahwa risalah RUPS secara elektronik wajib dibuat dalam bentuk akta notariil oleh Notaris yang terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan tanpa memerlukan tanda tangan dari peserta RUPS.

Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya terkait dengan pembuatan akta otentik terikat kepada persayaratan formalitas pembuatan akta menurut bentuk dan tatacara yang ditetapkan UUJN yang diatur berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 7 UU Jabatan Notaris yang menyatakan bahwa “Akta Notaris adalah akta autentik yang dibuat oleh atau dihadapan Notaris menurut bentuk dan tatacara yang ditetapkan Undang-Undang ini.

Notaris dalam menjalankan jabatannya terikat dengan kewajiban melekatkan surat dan dokumen serta sidik jari penghadap pada minuta akta sebagaimana diatur dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Notaris, termuat dalam Pasal 16 Ayat (1) huruf c yang menentukan, bahwa dalam menjalankan jabatannya, Notaris wajib melekatkan surat dan dokumen serta sidik jari penghadap pada Minuta Akta.

Selain itu, berdasarkan ketentuan Pasal 16 Ayat (1) huruf m juga menyebutkan tentang kewajiban Notaris, yaitu : Dalam menjalankan jabatannya, Notaris wajib membacakan Akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit 2 (dua) orang saksi, atau 4 (empat) orang saksi khusus untuk pembuatan Akta wasiat di bawah tangan, dan ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi, dan Notaris, dan penjelasan ketentuan Pasal 16 Ayat (1) huruf m menyebutkan : Bahwa Notaris harus hadir secara fisik dan menandatangani Akta di hadapan penghadap dan saksi.

Meskipun demikian terdapat pengecualian terkait dengan kewajiban pembacaan Akta sebagaimana diatur berdasarkan ketentuan Pasal 16 Ayat (7) yang berbunyi : Pembacaan Akta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf m tidak wajib dilakukan, jika penghadap menghendaki agar Akta tidak dibacakan karena penghadap telah membaca sendiri, mengetahui, dan memahami isinya, dengan ketentuan bahwa hal tersebut dinyatakan dalam penutup Akta serta pada setiap halaman Minuta Akta diparaf oleh penghadap, saksi, dan Notaris.

Selanjutnya Pasal 16 Ayat (8) menegaskan, bahwa : Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dikecualikan terhadap pembacaan kepala Akta, komparasi, penjelasan pokok Akta secara singkat dan jelas, serta penutup Akta.

Kemudian berdasarkan ketentuan Pasal 16 Ayat (9) yang menegaskan, bahwa Jika salah satu syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf m dan ayat (7) tidak dipenuhi, Akta yang bersangkutan hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan, dan berdasarkan ketentuan Pasal 16 Ayat (10) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) tidak berlaku untuk pembuatan Akta wasiat.

Konstruksi Yuridis yang dipergunakan UUJN lebih bersipat imperatif terkait dengan kewajiban hukum dalam melaksanakan tugas jabatan Notaris, dan sebagai akibat pelanggaran hukum dalam menjalankan tugas jabatannya sebagaimana diatur berdasarkan ketentuan Pasal 16 Ayat (11) Notaris yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai dengan huruf l dapat dikenai sanksi berupa:

  1. peringatan tertulis;
  2. pemberhentian sementara;
  3. pemberhentian dengan hormat; atau
  4. pemberhentian dengan tidak hormat.

(12) Selain dikenai sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (11), pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 16 ayat (1) huruf j dapat menjadi alasan bagi pihak yang menderita kerugian untuk menuntut penggantian biaya, ganti rugi, dan bunga kepada Notaris.

(13) Notaris yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf n dapat dikenai sanksi berupa peringatan tertulis.

Meskipun demikian, ternyata POJK Nomor 15/POJK.04/2020 tentang Rencana dan Penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham Perusahaan Terbuka dan POJK Nomor 16/POJK.04/2020 tentang Pelaksanaan Rapat Umum Pemegang Saham Perusahaan Terbuka Secara Elektronik, dalam beberapa ketentuannya mengatur terkait dengan kehadiran para pihak dalam penyelenggaraan e-RUPS, yaitu kehadiran secara fisik dan kehadiaran secara elektronik serta kehadiran melalui surat kuasa kuasa fisik dan surat kuasa elektronik (E-proxy).

Akan tetapi ketentuan Pasal 16 Ayat (1) huruf c UUJN menghendaki adanya kehadiran fisik para penghadap secara langsung dihadapan Notaris yang dapat ditafsirkan dengan adanya kewajiban melekatkan surat dan dokumen sidik jari padaminuta akta yang sudah barang tentu tidak mungkin terjadi apabila kehadirannya secara elektronik.

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT) telah membuat dasar hukum maupun pengertian tehnis yuridis dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) sebagaimana dimuat Pasal 1 angka 4. Selanjutnya terkait dengan Penyelenggaraan RUPS dapat juga dilakukan melalui media telekonferensi, video konferensi, atau sarana media elektronik lainnya (Vide, Pasal 77 Ayat (1)), dan penyelenggaran RUPS melalui media elekteronik dilaksanakan yang memungkinkan semua peserta RUPS saling melihat dan mendengar secara langsung serta berpartisipasi dalam rapat (Vide, Pasal 77 Ayat (1)), dan kemudian persyaratan kuorum dan persyaratan pengambilan keputusan adalah persyaratan sebagaimana diatur dalam undang-undang ini dan/atau sebagaimana diatur dalam anggaran dasar Perseroan (Vide, Pasal 77 Ayat (2)), dan seterusnya persyaratan kuorum dan persyaratan pengambilan keputusan dihitung berdasarkan keikutsertaan peserta RUPS sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) (Vide, Pasal 77 Ayat (3)) dan selain itu juga ditegaskan setiap penyelenggaraan RUPS sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) harus dibuatkan risalah rapat yang disetujui dan ditandatangani oleh semua peserta RUPS dan dengan penjelasan yang dimaksud dengan disetujui dan ditandatangani adalah disetujui dan ditandatangani secara fisik atau secara elektronik (Vide, Pasal 77 Ayat (4) dan penjelasannya).

POJK No. 15/POJK.04/2020 Tahun 2020 telah memberikan terobosan hukum yang tujuannya untuk meningkatkan partisipasi pemegang saham dalam rapat umum pemegang saham perlu dilakukan peningkatan efisiensi dan efektifitas pelaksanaan rapat umum pemegang saham dan dalam upaya peningkatan efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan rapat umum pemegang saham perlu memanfaatkan perkembangan teknologi informasi.

Berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Pasal 1 angka 5 POJK Nomor 15/POJK.04/2020 Tahun 2020 menegaskan pengertian teknis dari sistem Penyelenggaraan RUPS Secara Elektronik yang selanjutnya disebut e-RUPS adalah sistem atau sarana elektronik yang digunakan untuk mendukung penyediaan informasi, pelaksanaan, dan pelaporan RUPS Perusahaan Terbuka, dan kemudian Pasal 1 angka 7 menegaskan yang dimaksudkan penyedia e-RUPS adalah pihak yang menyediakan dan mengelola e-RUPS, dan selanjut Pasal 1 angka 9 juga menyebutkan pengguna e-RUPS adalah Perusahaan Terbuka, partisipan, biro administrasi efek, pemegang saham, dan pihak lain yang ditetapkan oleh Penyedia e-RUPS.

POJK No. 16/POJK.04/2020 Tahun 2020 telah menyempurnakan terobosan hukum terkait dengan persyaratan maupun tata cara dalam rangka penyelenggaraan e-RUPS setelah mempertimbangkan sesuai prosedur penyelenggaraan rapat umum pemegang saham Perusahaan Terbuka mempunyai kewajiban rapat umum pemegang saham, dan besaran jumlah pemegang saham serta sebaran geografis pemilikan saham perusahaan terbuka menimbulkan kendala dalam pelaksanaan rapat umum pemegang saham, baik dalam penetapan lokasi rapat umum pemegang saham, pemenuhan kuorum kehadiran, kuorum pengambilan keputusan maupun bentuk risalah keputusan rapat umum pemegang saham tersebut, dan seterusnya untuk melaksanakan ketentuan Pasal 23 ayat (1) huruf c Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau dalam rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan;

Berdasarkan ketentuan yang diatur dalam POJK Nomor 16/POJK.04/2020 Tahun 2020 menentukan terkait dengan persyaratan maupun tata cara dalam rangka penyelenggaraan e-RUPS sebagaimana diatur dalam Pasal 12 angka (1) Risalah RUPS secara elektronik wajib dibuat dalam bentuk akta notariil oleh notaris yang terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan tanpa memerlukan tanda tangan dari para peserta RUPS, dan selanjutnya dalam angka (2) Penyedia e-RUPS wajib menyerahkan kepada notaris salinan cetakan yang memuat paling sedikit:

  1. daftar pemegang saham yang hadir secara elektronik;
  2. daftar pemegang saham yang memberikan kuasa secara elektronik;
  3. rekapitulasi kuorum kehadiran dan kuorum keputusan; dan
  4. transkrip rekaman seluruh interaksi dalam RUPS secara elektronik untuk dilekatkan pada minuta risalah

Selain itu, berdasarkan ketentuan Pasal 12 angka (3) POJK Nomor 16/POJK.04/2020 dalam hal Perusahaan Terbuka melaksanakan RUPS secara elektronik dengan menggunakan sistem yang disediakan Perusahaan Terbuka, Perusahaan Terbuka wajib juga menyerahkan kepada notaris salinan cetakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), kemudian dalam Pasal 12 angka (4) Penyerahan salinan cetakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak membebaskan tanggung jawab Penyedia e-RUPS untuk menyimpan semua data pelaksanaan RUPS secara elektronik, dan seterusnya ditegaskan dalam Pasal 12 angka (5) dalam hal Perusahaan Terbuka melaksanakan RUPS secara elektronik dengan menggunakan sistem yang disediakan oleh Perusahaan Terbuka, penyerahan salinan cetakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak membebaskan tanggung jawab Perusahaan Terbuka untuk menyimpan semua data pelaksanaan RUPS secara elektronik.

Berdasarkan ketentuan Pasal 4 dan Pasal 5 POJK No. 16/POJK.04/2020 menentukan waktu pelaksanaan Rapat Umum Pemegang Saham melalui elektronik dapat dilakukan dengan menggunakan penyedia e-RUPS yang sudah ada, dan selanjutnya Pasal 4 angka (1) POJK No. 16/POJK.04/2020 ditegaskan, bahwa pelaksanaan RUPS secara elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dapat dilakukan dengan menggunakan pelaksanaan RUPS secara elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dapat dilakukan dengan menggunakan a. e-RUPS yang disediakan oleh Penyedia e-RUPS; atau b. sistem yang disediakan oleh Perusahaan Terbuka, dan dalam penjelasan Ayat (1) dijelaskan Pelaksanaan RUPS secara elektronik hanya dapat dilakukan dengan menggunakan 1 (satu) sistem elektronik.

Kemudian dalam angka (2) ditegaskan Penyedia e-RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan a. Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian yang ditunjuk oleh Otoritas Jasa Keuangan; atau b. pihak lain yang disetujui oleh Otoritas Jasa Keuangan.

Selain itu dalam (3) ditegaskan dalam hal Perusahaan Terbuka melaksanakan RUPS secara elektronik dengan menggunakan e-RUPS yang disediakan oleh Penyedia e-RUPS, Perusahaan Terbuka wajib mengikuti ketentuan penggunaan e-RUPS yang ditetapkan oleh Penyedia e-RUPS,

Dan seterusnya ditegaskan kembali oleh angka (4) dalam hal RUPS secara elektronik diselenggarakan oleh : a. penyedia e-RUPS yang merupakan pihak yang disetujui oleh Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b; atau b. perusahaan Terbuka, dengan menggunakan sistem yang disediakan oleh Perusahaan Terbuka sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Penyedia e-RUPS atau Perusahan Terbuka wajib terhubung dengan Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian dan biro administrasi efek untuk memastikan pemegang saham yang berhak hadir dalam RUPS, dan penjelasan Ayat (4) menyebutkan Yang dimaksud dengan “terhubung” adalah baik secara elektronik melalui sistem atau berdasarkan kesepakatan kerja sama secara langsung dengan Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian dan biro administrasi efek.

Dan selanjutnya adanya penegasan dalam angka (5) Pihak lain yang disetujui Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b wajib berbentuk badan hukum Indonesia dan berkedudukan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Ketentuan Pasal 5 POJK No. 16/POJK.04/2020 menegaskan dalam angka (1) Penyedia e-RUPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) dapat menyediakan dan mengelola penyelenggaraan rapat lain selain RUPS Perusahaan Terbuka, dan dalam penjelasan Ayat (1) disebutkan Contoh rapat lain selain RUPS Perusahaan Terbuka antara lain RUPS yang dilakukan oleh Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, bursa efek, dan lembaga kliring dan penjaminan (self regulatory organization), rapat umum pemegang obligasi atau pemegang sukuk yang dilakukan oleh Emiten, dan rapat platform equity crowdfunding berbentuk koperasi, dan kemudian dalam angka (2) disebutkan Penyelenggaraan rapat lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan.

Dengan demikian dapat diketahui Pasal 4 Ayat (2) POJK 16/2020 peran penyedia e-RUPS adalah lembaga penyelesaian dan penyimpanan yang telah ditunjuk oleh Otoritas Jasa Keuangan; atau pihak lain yang juga harus dalam persetujuan badan OJK dan selanjutnya dalam Ayat (3) dipertegas kembali setiap perusahaan terbuka yang akan melaksanakan Rapat Umum Pemegang Saham dengan media e-RUPS, sangat wajib hukumnya mengikuti ketentuan yang ditetapkan dalam penggunaan e-RUPS oleh pihak penyedia e-RUPS.

Dalam kaitannya formalitas atau tata cara maupun prosedur penyelenggaraan e-RUPS perusahan terbuka juga diatur dalam POJK No. 16/POJK.04/2020 sebagaimana dimuat dalam Pasal 7 dan Pasal 10 Ayat (1) dan (2), dan selengkapnya ketentua Pasal 7 Ayat (1) menegaskan Penyedia e-RUPS menetapkan ketentuan mengenai prosedur dan tata cara penggunaan e-RUPS, dan Ayat (2) menjelaskan Ketentuan mengenai prosedur dan tata cara penggunaan e-RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku efektif setelah memperoleh persetujuan Otoritas Jasa Keuangan, dan selanjutnya Ayat (3) menentukan Penyedia e-RUPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a wajib memiliki ketentuan mengenai prosedur dan tata cara penggunaan e-RUPS paling lambat 6 (enam) bulan sejak berlakunya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini, dan kemudian diperjelas kembali dalam Ayat (4) Ketentuan mengenai prosedur dan tata cara penggunaan e-RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mencakup paling sedikit:

  1. persyaratan dan tata cara pendaftaran dan/atau pemberian hak akses kepada Pengguna e-RUPS, termasuk pembatalan pendaftaran Pengguna e-RUPS;
  2. biaya pendaftaran dan/atau penggunaan e-RUPS;
  3. tata cara penggunaan e-RUPS;
  4. hak dan kewajiban Pengguna e-RUPS;
  5. batasan akses penggunaan e-RUPS;
  6. kerahasiaan, keutuhan, dan ketersediaan informasi pelaksanaan RUPS yang terdapat pada e-RUPS;
  7. mekanisme pelaporan dan pengambilan data dalam rangka pemenuhan kewajiban pelaporan Perusahaan Terbuka;
  8. perlindungan data pribadi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
  9. penghentian sementara waktu pemberian layanan kepada Pengguna e-RUPS.

Berdasarkan ketentuan POJK No. 16/POJK.04/2020 Pasal 10 Ayat (1) menentukan e-RUPS atau sistem yang disediakan oleh Perusahaan Terbuka wajib memiliki fitur:

  1. untuk menampilkan tata tertib, bahan RUPS, dan mata acara RUPS yang diperlukan bagi pemegang saham untuk mengambil keputusan pada setiap mata acara RUPS;
  2. yang memungkinkan semua peserta RUPS berpartisipasi dan berinteraksi dalam RUPS;
  3. untuk penghitungan kuorum kehadiran RUPS;
  4. untuk pemungutan dan penghitungan suara, termasuk jika terdapat lebih dari 1 (satu) klasifikasi saham;
  5. untuk merekam seluruh interaksi dalam RUPS, baik dalam bentuk audio, visual, audio visual, maupun rekaman elektronik non audio visual; dan dalan penjelasan huruf e disebutkan contoh rekaman interaksi dalam RUPS antara lain bukti komunikasi tertulis peserta rapat (chatting).
  6. pemberian kuasa secara elektronik, dan dalam penjelasan huruf f disebutkan Fitur pemberian kuasa, selain diperlukan untuk mengakomodir pemegang saham yang akan menunjuk kuasanya dalam pelaksanaan RUPS, diperlukan juga untuk

POJK No. 16/POJK.04/2020 Pasal 10 Ayat (2) mengantisipasi dalam hal e-RUPS atau sistem yang disediakan oleh Perusahaan Terbuka tidak memiliki kapasitas untuk diakses oleh peserta RUPS yang berhak dalam satu waktu karena alasan teknis atau terjadinya gangguan teknis antara lain terputusnya sambungan elektronik dalam pelaksanaan RUPS secara elektronik, dan Ayat (3) menentukan Bentuk partisipasi dan interaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat dilakukan melalui sarana audio, visual, audio visual, atau selain audio dan visual, dan Ayat (4) menegaskan e-RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilengkapi dengan fitur audio visual interaktif.

Berdasarkan ketentuan POJK No. 16/POJK.04/2020 sebabagaimana termuat dalam Pasal Pasal 12 terkait dengan penyelenggaraan e-RUPS perusahaan terbuka hasil risalah e-RUPS yang diperbuat dalam bentuk akta notariil dengan tanpa membebankan tanggung jawab untuk menyematkan tanda tangan dari peserta rapat dan penyedia e-RUPS berkewajiban untuk menyerahkan salinan cetakan kepada notaris tentang hasil rapat, atau tegasnya penyedia e-RUPS dan perusahaan terbuka tidak dibebaskan untuk tetap menyimpan salinan cetakan dari semua data e-RUPS.

Namun pada Pasal 16 Ayat (1) huruf m Undang-Undang Jabatan Notaris menyebutkan, dalam menjalankan jabatannya Notaris berkewajiban membacakan akta dihadapanpenghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit 2 (dua) orang saksi atau 4 (empat) orang saksi khusus untukpembuatan akta wasiat dibawah tangan dan ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi, dan Notaris.

Dalam penjelasannya dinyatakan bahwa Notaris harus hadir secara fisik dan menandatangani akta di hadapan penghadap dan saksi. Kata hadir secara fisik, jika dijabarkan kata demi kata yaitu hadir dan secara fisik. Hadir artinya ada atau datang (R. Soeroso, Perjanjian Dibawah Tangan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), hal. 24.) sedangkan kata fisik mempunyai arti badan atau jasmani, sehingga maksud hadir secara fisik yaitu ada secara jasmani dengan kata lain berwujud atau terlihat secara fisik. Penjelasan tentang hadir secara fisik menimbulkan kekosongan hukum pada Undang-Undang Jabatan Notaris karena video conference sebagai bagian dari kemajuan teknologi dapat mempertemukan dua pihak atau lebih ditempat yang berbeda dengan fasilitas (Erlinda Saktiani Karwelo, Sihabudin, Lucky Endrawati, Prospek Pembacaan Dan Penandatanganan Akta Notaris Melalui Video Conference, Jurnal Hasil Riset, Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, 2014, hal. 13)

Berdasarkan penjelasan tersebut, jelas disyaratkan adanya pertemuan fisik antar para pihak dihadapan Notaris secara langsung face to face, sedangkan dalam konsep cyber notary justru sebaliknya, bahwa pertemuan fisik ini tidak mutlak adanya, karena fungsinya digantikan oleh alat telekomunikasi. Disinilah timbulnya konflik pertentangan hukumnya antara produk akta Notaris secara konvensional dengan produk berupa akta Notaris secara elektronik. Menurut Dr. Udin Narsudin, SH, MH kehadiran fisik dari pemegang saham dalam RUPS Elektronik tidak mutlak diperlukan. Pemegang saham yang berada di luar negeri misalnya, dapat dianggap tetap menghadiri RUPStersebut dan hak suaranya dihitung dalam quorum kehadiran. Udin juga menuturkan pada saat penandatanganan akta RUPS yang dimaksud, pemegang saham yang keberadaannya di luar negeri tersebut dapat menandatangani dokumen rapat secara elektronik.

Menurut Dr. Edmon Makarim, dengan tidak memenuhi kehadiran fisik yang dipersepsikan sebagai syarat mutlak dan tidak tergantikan oleh tatap muka secara elektronik, maka dikhawatirkan akan mempunyai konsekuensi hukum bagi Notaris. Notaris merupakan bagian dari administrasi Pemerintahan dimana berdasarkan Undang-Undang Administrasi Pemerintahan dan Undang-Undang Pelayanan Publik serta Undang-Undang Arsip, informasi elektronik telah diterima sebagai alat bukti dan memungkinkan pembuatan keputusan secara elektronik atas dasar informasi tersebut. Terkait dengan pembuatan akta pun menurut Edmon, tidak harus dipersepsikan hanya semata-mata dengan media kertas, sehingga secara fungsional pembuatan akta dapat dilakukan secara elektronik dengan tidak menafikan ketentuan yang berlaku. Adapun, syarat kehadiran fisik, kata Edmon, tidak bersifat mutlak. Penggunaan tanda tangan elektronik tersertifikasi menghasilkan bukti yang tak dapat ditampik sehingga memenuhi kaidah ke autentikan dan mengamankan Notaris dari pertanggungjawaban teknis. Akta bawah tangan yang tidak ditampik oleh para pihak adalah berfungsi sebagaimana layaknya akta autentik.

Pengaturan formalitas, tata cara maupun persyaratan tehnis hingga kontruksi yuridis pembuatan akta dan peran serta tanggung jawab Notaris dalam pembuatan RUPS secara elektronik terkait dengan konsep cyber notary menjadi sangat penting dalam rangka menjamin keabsahan penyelenggaraan e-RUPS. Dan selanjutnya untuk penyelenggaraan e-RUPS terkait dengan cyber notary. sesuai Peraturan Otoritas Jasa Keuangan telah mengakomodasi perkembangan teknologi telematika dalam pembuatan Risallah RUPS dalam bentuk akta autentik yang tujuannnya untuk memberikan kepastian hukum dan kekuatan pembuktian sempurna.



Komentar Untuk Berita Ini (0)

Kirim Komentar

Nama
Lokasi
Email
URL
Komentar
  captcha contact us
Silakan masukkan kode diatas