oleh : K. Lukie Nugroho, SH (wartawan, FHUI Angkatan 1980)
Suatu hari di ruangan Gurubesar (kalau saya tidak salah) Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok, Ashoya meminta permisi sebentar sebelum saya wawancarai. “Mas, saya rapi-rapi dulu sebentar ya…,” ucapnya dari bibir mungilnya.
Sejurus kemudian ia meraih kotak make-up-nya. Ups…, saya tidak sadar setelah dari tadi ngobrol dengan notaris Jalan Soeryo, Jakarta Selatan ini ternyata ia membawa kotak make-up ke kampus tempatnya mengajar sebagai dosen magister kenotariatan UI. Bahkan kemana-mana, untuk urusan kerja katanya.
Sementara saya berhasil menyembunyikan keterkejutan saya begitu melihat seorang dosen, seorang notaris, membawa kotak make-up. Biasanya yang membawa kotak semacam ini tidak jauh dari artis atau semacamnya. Atau minimal adalah orang yang mau manggung.
“Mas, saya selalu berusaha rapi kalau akan bertemu klien,” katanya sambil asyik memainkan jari-jarinya memoles wajahnya, dan hampir seperti tidak menghiraukan saya. Sementara itu saya yang baru saja kagum dengan pribadinya mempersiapkan dirinya, saya mempersiapkan peralatan video kamera sendiri (agar kelihatan sibuk juga - hehehe…) karena saya tidak bersama campers (camera person).
Sadar sehari-hari menghadapi klien atau juga mahasiswa, Ashoya Ratam, senantiasa berusaha sempurna. Sempurna fisik maupun mental. Dengan persiapan ini maka apa yang dilakukan selanjutnya membawa nilai tertentu. Itu merupakan komitmennya.
Di profesi notaris/ PPAT Ashoya meneruskan protokol Dr. Amrul Partomuan Pohan, SH, LLM, salah seorang notaris terkemuka di Jakarta beberapa dekade lalu. Tidak sembarang orang bisa menjadi penerus Partomuan Pohan. Waktu itu Partomuan sangat dikenal sebagai salah seorang notaris terkemuka di Jakarta. Ashoya sendiri waktu tahun 80-90 an itu masih anak sekolah.
Akhirnya kini hasilnya : “didikan” Partomuan Pohan itu makin banyak dikenal sebagai “The Rising Star” di dunia notaris yang menguasai korporasi. Penguasaan masalah korporasi oleh notaris, dari bisik-bisik antar teman di FHUI, adalah sebuah nilai, bidang korporasi adalah bidang “bergengsi’. Kami yang kuliah di Fakultas Hukum UI maklum maksudnya. Waktu itu mahasiswa terbanyak bercita-cita jadi lawyer daripada jadi pegawai negeri. Lawyer yang bergengsi, salah satunya, adalah lawyer yang menguasai korporet.
Banyak contoh notaris atau pensiunan notaris yang menguasai korporasi adalah mereka yang terkenal dan mapan “semapan-mapannya”.
Selanjutnya, Jrennngggg…… Cerita kecil berganti.
Waktu itu beberapa bulan lalu di Kongres Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (IPPAT) di Makassar. Ashoya berjumpa saya di selasar Gedung Kongres. Katanya, ”Mas, saya sholat dulu ya. Nanti sekalian sama Mbak Utiek wawancaranya (dia menyebut Utiek Rochmulyati karena mungkin dia tahu kalau saya satu angkatan di FHUI. Maksudnya agar ngobrolnya lebih seru).” Begitulah jawabannya setelah saya minta waktu wawancara untuk mengomentari laporan pertanggung-jawaban Pengurus IPPAT. Saya memilih Ashoya sebagai salah satu narasumber acara Kongres IPPAT karena saya ingin perspektif yang beda karena Ashoya tidak tampak memihak secara aktif ke kubu mana. Di samping itu karena saya sudah tahu kapasitasnya. Dan akhirnya kami wawancara, juga dengan Utiek.
Dari pengamatannya, laporan pertanggung-jawaban pengurus IPPAT banyak yang dikritisi, dan ia pun memberikan masukan. Di sini sisi kemampuan berorganisasi Ashoya tampak cukup matang. Tidak asal ikut-ikutan. Ide-idenya bagus. Yang pasti, pembicaraan tidak keluar dari tata-kelola organisasi rapat, atau kongres sekali pun yang tujuannya untuk perbaikan.
Saat ini Shoya yang menjadi salah satu kandidat Ketua Ikatan Alumni FHUI menampakkan kematangannya berorganisasi. Tim “suksesnya” berjalan agresif. Bergerak paling awal begitu “tombol masa kampanye dipencet”.
Lagi-lagi saya terkejut. Tapi sebabnya bukan karena kotak make-up. Waktu seminar Majelis Pengawas PPAT yang diselenggarakan PP IPPAT yang dipimpin Julius Purnawan beberapa waktu lalu konter tim pendukung Ashoya untuk Iluni FHUI sudah ada di situ melayani info untuk persiapan Pemilu Iluni FHUI. Saya tanya pada penjaga konter, mereka adalah orang-orang Ashoya, karena mereka menyebutnya “Bu Ashoya”. Begitu simpul sederhana saya. Bukan main… Persiapan dan keseriusan Ashoya membuat saya mengacungkan jempol. Saya mengacungkan jempol untuk keseriusannya maju ke pemilihan Ketua Iluni FHUI dan keseriusan mengelola organisasi.
Komentar Untuk Berita Ini (0)
Kirim Komentar