Winanto Wiryomartani, S.H., M.H.
Pengawasan notaris lewat Majelis Pengawas dan Dewan Kehormatan
Sementara itu Winanto Wiryomartani, S.H., M.H., notaris senior yang juga anggota Majelis Pengawas Pusat Notaris menyatakan bahwa pengawasan notaris pada dasarnya adalah untuk melindungi masyakat.
Dari kacamata Dewan Kehormatan notaris, menurut notaris dan juga Dewan Kehormatan INI di Tangerang Selatan Hj.Tuti Sudiarti, S.H. sanksi pelanggaran kode etik sudah jelas, mulai teguran lisan sampai ditegur lewat surat. Ia pun juga menyatakan bahwa memasang lambang Garuda Pancasila di kartu nama merupakan pelanggaran etika.
Bagaimana jika notaris melakukan kekeliruan dalam menjalankan tugas, sampai kemudian merugikan klien? Atau bagaimana jika notaris tidak netral dalam menjalankan tugasnya? Atau bahkan notaris melakukan tindakan melawan hukum di luar tugasnya, misalnya melakukan penipuan, penggelapan?
Menurut Dr. Drs. Widodo Suryandono, S.H., M.H. jika seorang notaris melakukan pelanggaran yang sifatnya "di luar tugas notaris", misalnya tindak pidana penipuan maka majelis pengawas notaris merekomendasikan untuk dilaporkan ke polisi. Sementara itu untuk laporan masyarakat terhadap notaris yang melakukan pelanggaran "dalam rangka jabatan notaris" maka yang benar adalah polisi tidak bisa langsung memeriksa si oknum notaris itu. “Yang diperiksa cukup akta yang dibuatnya oleh majelis pengawas,” katanya. Menurutnya, akta yang dibuat si notaris itu sendiri sudah merupakan alat bukti.
Akta ini kemudian diuji, apakah ada pelanggaran atau tidak. Bila tidak ada pelanggaran maka berarti si notaris tidak melakukan pelanggaran tugas dan wewenangnya.
Karena tidak melanggar tugas dan wewenangnya maka Ia tidak perlu datang ke penyidik dalam pemeriksaan. Untuk itu cukuplah yang diperiksa adalah fotokopi akta yang dibuatnya itu. Pemeriksaan dengan hanya cukup memeriksa fotokopi aktanya ini menyangkut sifat akta yang dibuat notaris yang memiliki kekuatan hukum. Akta itu sendiri sudah “merupakan kehadiran notaris”. Bila dalam pemeriksaan oleh penyidik ternyata ditemukan kesalahan, mengandung unsur pidana, barulah Ia bisa dipanggil untuk datang ke hadapan penyidik, kata Widodo.
Fungsi melindungi masyarakat
Menurut Winanto notaris adalah pejabat umum untuk melayani masyarakat. Jadi, dalam rangka pembuatan akta otentik oleh notaris, masyarakat wajib dilindungi. Untuk itulah makanya diciptakan majelis pengawas yang fungsinya melindungi masyarakat jika terjadi "malpraktek" oleh notaris. Pengawasan ini tujuannya adalah pencegahan terhadap terjadinya pelanggaran yang merugikan masyarakat.
Jika seorang notaris yang diawasi terus-menerus melakukan pelanggaran maka dilakukan penindakan. Untuk ini notaris yang bersangkutan dikenakan sanksi sesuai peraturan yang berlaku dengan melihat pelanggaran yang dilakukannya. Undang-undang Jabatan Notaris (UUJN) menyebutkan bahwa sanksi yang paling ringan adalah teguran lisan. Sanksi kedua adalah teguran tertulis, dan yang ketiga, sanksinya adalah pemberhentian sementara maksimal 6 bulan. Sanksi yang terakhir adalah pemecatan terhadap jabatannya selama-lamanya.
Sebelum berlakunya UU JN, yang dipergunakan untuk mengawasi jabatan notaris adalah Stb 1860 yang mengatur bahwa pengawasan dilakukan pengadilan negeri. Berhubungan dengan berlakunya UU Nomor 8 tahun 2004 tentang UU Peradilan Umum yang menyatakan bahwa fungsi peradilan adalah fokus untuk mengurusi masalah litigasi. Peradilan tidak dibebani urusan administratif. Sehingga ketentuan pengawasan pasal 54 dinyatakan tidak berlaku.
Di dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM nomor M-02 tahun 2004 disebutkan kewenangan masing-masing jenjang majelis pengawas, mulai dari MPD (Majelis Pengawas Daerah), MPW (Majelis Pengawas Wilayah) dan MPP (Majelis Pengawas Pusat). Kewenangan MPD adalah melakukan pemeriksaan terhadap pengaduan masyarakat.
Prosedur yang dilakukan untuk memeriksa adalah dilakukan di dalam sidang tertutup dan hasilnya disampaikan kepada MPW. Kemudian MPW berwenang menjatuhkan sanksi yaitu teguran lisan, tertulis. Pihak yang diputus oleh MPW diberikan kesempatan untuk menerima atau banding. Sementara itu untuk sanksi pemecatan adalah kewenangan Menteri atas usul dari MPP. Sedangkan MPP memberikan sanksi pemberhentian sementara.
Undang-undang Jabatan Notaris di pasal 16 ayat (1) butir a disebutkan bahwa notaris di dalam menjalankan tugasnya harus jujur, mandiri, seksama dan menjaga kepentingan para pihak atau tidak boleh memihak. Artinya di dalam uraian ini dikatakan, notaris dilarang membuat akta yang merugikan satu pihak, tapi menguntungkan pihak yang lain.
Sebetulnya fungsi majelis pengawas harus dijalankan secara aktif. Begitu mengetahui ada pelanggaran maka majelis bisa bertindak, tanpa menunggu laporan. Misalnya ada notaris wanita yang sudah berkeluarga, yang memiliki klien laki-laki berkeluarga juga. Lantas keduanya hidup bersama sehingga punya anak.
Ini pelanggaran sekaligus terhadap kode etik dan UUJN, karena melakukan perbuatan tercela dan norma, serta pelanggaran etika. Sehingga akhirnya majelis pengawas menjatuhkan skorsing selama 6 bulan.
Sementara dalam hal sanksi pelanggaran kode etik yang “cuma” diberhentikan sebagai anggota organisasi notaris, yang bersangkutan masih bisa menjalankan tugasnya karena yang berhak memberhentikan notaris adalah Menteri. Dengan sanksi ini, oknum notaris yang "kebablasan" justru bersorak jika diberhentikan keanggotaannya dari organisasi karena organisasi tidak mengawasi lagi. Untuk itu organisasi kemudian menyerahkan putusannya ke pemerintah agar ditindaklanjuti.
Sebagai catatan, di dalam pasal 13 UUJN dikatakan seorang notaris diberhentikan kalau melakukan perbuatan pidana yang diancam pidana 5 tahun penjara. Sanksi pemberhentian ini tetap berlaku walau nanti vonisnya tidak sampai 5 tahun. Notaris bisa dipidana juga menurut KUHP pasal 266 jika memberikan keterangan palsu. Contoh ini adalah misalnya akta minuta jual-beli tidak dibacakan dihadapan para pihak, padahal seharusnya akta notaris dibacakan di depan para pihak.
Kategori pelanggaran
Sebagai cotoh, notaris tidak mengetahui adanya larangan mutlak bagi kepala daerah/ wakil kepala daerah menjalankan kegiatan yayasan, baik sebagai organ maupun sebagai pendiri. Masalah ini dilarang di dalam UU nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah di pasal 28 sub b. Misalnya seorang bupati minta dibuatkan akta yayasan, notaris yang tidak tahu larangan ini ternyata membuatkan aktanya. Begitu bupatinya diperiksa KPK, notarisnya kena.
Kedua, pelanggaran notaris adalah mengenai pelanggaran larangan mutlak dalam membuat akta. Pelarangan mutlak ini, contohnya, adalah bupati yang mutlak dilarang menjadi pengurus yayasan.
Salah satu peraturan yang banyak tidak diketahui notaris adalah Peraturan Menteri Koperasi UKM Nomor 19 tahun 2008, tentang aset koperasi simpan pinjam berbentuk sertifikat HBG yang dilarang dijadikan agunan. Peraturan ini melarang koperasi mengagunkan aset koperasi karena uang yang terkumpul menjadi aset itu berasal dari iuran anggota. Dikhawatirkan jika koperasi salah manajemen dan mengalami kerugian dan dilelang maka kerugian akan diderita anggota. Nah, misalnya karena notarisnya tidak tahu peraturan ini, terus Ia dengan enteng saja membuatkan hak tanggungan.
Dewan kehormatan
Selain majelis pengawas, di dalam profesi notaris juga ada perangkat organisasi Dewan Kehormatan. Dalam masalah penegakan hukum profesi notaris, posisi Dewan Kehormatan (DK) diatur dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga organisasi. Pembentukan DK adalah untuk menegakkan kode etik organisasi. Menurut Winanto, di sini berarti adalah bahwa notaris sebagai anggota organisasi wajib tunduk pada etika organisasi.
Katanya, pelanggaran kode etik sanksinya maksimal adalah pemberhentian sebagai anggota organisasi notaris. Dalam hal ini, sebelumnya yang bersangkutan diberikan hak untuk membela diri. Sedangkan untuk pelanggaran dan sanksi yang ditangani majelis pengawas notaris lebih bersifat pada perlindungan masyarakat.
Contoh pelanggaran-pelanggaran kode etik yang ditangani Dewan Kehormatan antara lain adalah jika oknum notaris mengiklankan diri atau menggunakan birojasa untuk menjaring klien-kliennya. Termasuk juga menjelek-jelekkan teman seprofesi tentang pekerjaan notaris lain.
Dalam hal ini DK dan MPD/MPW/ MPP masing-masing berhak melakukan pemeriksaan sendiri-sendiri jika ada oknum notaris yang , yang tentunya memberikan sanksi berbeda-beda. Misalnya, DK memberikan sanksi hanya sampai memberhentikan yang bersangkutan dari organisasi notaris.
Untuk aturan mengenai penegakan kode etik organisasi, menurut Dewan Kehormatan INI Tangerang Selatan Hj. Tuti Sudiarti, S.H., sanksi-sanksinya jelas.
Menurutnya biasanya kalau ada notaris melanggar kode etik maka ditegur dulu. Jika setelah ditegur dan diingatkan tidak juga memperbaiki dirinya maka MPD, DKD dan pengurus daerah ini menyurati. Surat ini ditembuskan ke pengurus pusat, yaitu MPP, INI dan DKP. "Kalau ada pelanggaran kode etik di lapangan, saya selalu diingatkan lewat telepon oleh teman-teman yang melapor," katanya.
Tuti memberikan contoh mengenai perbuatan mana yang melanggar kode etik atau bukan. Untuk pemasangan nama dan alamat kantor serta nomor telepon di buku telepon atau semacamnya, di pandang dari segi keperluannya untuk informasi masyarakat, itu bukan termasuk iklan, katanya. Sama seperti memasang papan nama di depan kantor. Tapi semuanya juga harus memenuhi etika, yaitu tidak berlebihan dan mengesankan iklan. Baik itu dari segi ukuran maupun cara pemasangannya. Seperti membuat kartu nama boleh, tapi tidak boleh mencantumkan lambang garuda Pancasila. Sedangkan menyebarkan kartu nama ke publik juga boleh selama untuk kepentingan informasi yang manfaatnya untuk kepentingan masyarakat.
Pelanggaran masalah papan nama juga masuk ke ranah kode etik. Ada saja yang sudah pindah daerah tapi masih pasang papan nama, atau masih menerima klien di daerah yang lama. Biasanya ditegur dulu oleh Dewan Kehormatan Daerah, baru kemudian menurunkan papan nama.
Biasanya penegakan kode etik ini menunggu ada info dulu dari anggota lain yang melaporkan pelanggaran notaris tertentu. Dengan adanya info ini barulah DKD melakukan tindakan, menegur. Teguran ini harus kita lakukan untuk menjaga etika bersama, dan juga nanti menimbulkan kecemburuan.
Ini persoalan menjadi unik karena kita mengawasi "teman sendiri". Ada lagi teman yang ditegur karena melakukan pelanggaran etik, misalnya memberikan ucapan selamat kepada orang lain di koran dengan mencantumkan jabatannya. Ini tidak boleh. Yang boleh, hanya mencantumkan namanya.
Kalau mencantumkan data diri dan pekerjaan notaris di facebook bagaimana? Ini kenyataan yang mau tidak mau kita hadapi sesuai perkembangan teknologi. Bahkan dengan teknologi masyarakat mendapat info atau mencari alamat notaris lewat internet, facebook atau twitter. Sebaliknya, tidak jarang ada notaris yang mendapatkan klien dari info yang berasal dari internet.
Tuti setuju bila pemuatan info atau alamat notaris di internet sebatas untuk info untuk kepentingan masyarakat, bukanlah digolongkan sebagai iklan seperti yang dimaksudkan di kode etik organisasi. Soalnya ini bermanfaat untuk masyarakat secara luas.
Ia juga menyinggung mengenai fee yang sebaiknya standarnya dimiliki organisasi notaris di tiap-tiap daerah. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi persaingan tidak sehat, serta kecenderungan orang-orang tertentu atau pihak tertentu yang tidak menghargai profesi notaris. Ketentuan untuk mengatur fee ini merupakan amanat organisasi notaris. Sehingga, misalnya, notaris Tangerang Selatan sudah berhasil membuat standar tarif honor ini. Tapi, walau sudah ada standar, toh masih ada juga yang melanggar. Sementara itu kita tidak bisa menerapkan sanksi bagi yang melanggar karena kita sendiri pun tidak tahu sanksinya ada atau tidak. Akhirnya yang ada hanyalah imbauan kepada anggota Sebagai informasi, dalam masalah penaatan terhadap kode etik, notaris yang cenderung patuh adalah yang senior-senior.
Pernah ada notaris yang ditegur karena melanggar standar yang dibuat. Namun ketika ditegur jawabannya adalah "Dari pada saya tidak dapat pemasukan..."
Untuk tarif pendaftaran tanah misalnya, sudah ditetapkan prosentasenya. Namun juga masih ada saja yang melanggarnya.
Khusus dalam pembuatan akta pendirian PT juga masih cenderung ada pelanggaran tentang penentuan tarif profesi notaris. Menurut ketentuannya paling tidak notaris mendapatkan 1 persen. Namun karena ada persaingan tinggi, aturan ini bisa dilanggar dengan menurunkan angkanya.
Dulu ada notaris Tangsel yang memiliki kantor di sebuah bank di Kota Tangerang. Ini mestinya tidak boleh. Selain itu ada notaris pula yang sudah pindah ke daerah lain, tapi masih pasang papan nama di tempat lama. Yang artinya kegiatan kantor masih berjalan seperti biasanya. Ini juga secara etika tidak benar.
Komentar Untuk Berita Ini (1)
bisa gak? pindah notaris jika notaris tersebut pindah alamat, padahal notaris yg lama masih blm selesai pengurusan Badan Hukum nya, mohon informasinya,
Kirim Komentar