PENGUNJUK RASA CALON PPAT BAKAR "IJAZAH" DI DEPAN KANTOR KEMENTERIAN ATR/ BPN
medianotaris.com. (Riza Sofyat, SH - Iwa Kuswara)
Jakarta – Halaman Kantor Kementerian ATR/BPN RI Selasa (14/3) pagi sekitar jam 08.00 di jalan Sisingamangaraja, sudah tampak ramai didatangi sekitar 100 an orang, yang berteriak-teriak berunjuk menuntut keadilan sambil membeber-beberkan spanduk dengan beragam keluhan, tuntutan dan curahan hati dari masyarakat yang merasa terzolimi. “Pak Jokowi Tolong Kami Berikan Kami Keadilan,” Begitu salah satu isi spanduk-spanduk tersebut.
Rupanya kelompok masyarakat yang menggerudug Kantor Kementerian ATR/BPN di wilayah Kebayoran Baru, Jakarta Selatan itu, adalah peserta Ujian Pejabat Pembuat Akta Tanah (UPPAT) 2023 yang tergabung dalam Forum 1801. Dalam aksi damai ini, masa aksi itu berkumpul di titik kumpul Masjid Al-Azhar pada pukul 07.00 WIB dan melakukan briefing hingga pukul 07.30 WIB. Kemudian pukul 07.30 WIB masa memulai long march menuju titik lokasi aksi pertama yaitu Kantor Kementerian ATR/BPN RI yang terletak di Jalan Sisingamangaraja, Jakarta Selatan.
Masa aksi sampai di Kantor Kementerian ATR/BPN RI pada pukul 08.00 WIB dan melakukan orasi yang dilakukan beberapa peserta sebagai bentuk aspirasi terhadap keputusan Kementerian ATR/BPN, khususnya panitia Ujian PPAT 2022. Dalam aksinya mereka menyuarakan kekecewaannya kepada pemerintah dengan membawa 3 tuntutan Forum 1801 terhadap Kementerian ATR/BPN RI, antara lain sebagai berikut: Pertama; Diberikannya Surat Keterangan Lulus (SKL) yang berlaku selama 5 tahun; kedua dibukanya formasi atau wilayah kerja yang seluas-luasnya di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia tanpa Pembatasan Formasi PPAT; ketiga, diikutsertakan dalam Program Peningkatan Kualitas Jabatan PPAT.
Mereka berunjukrasa di kantor Kementerian ATR/BPN RI, dalam rangka menyuarakan aspirasinya, terkait Surat Keterangan Lulus (SKL) dan wilayah kerja (Wilker) kepada sebanyak 1749 peserta yang telah lulus ujian, hingga kini sudah hampir tiga bulan tak kunjung diberikan.
“Aksi ini dimaksudkan untuk menyuarakan aspirasi terkait kekecewaan atas keputusan Kementerian ATR/BPN RI khususnya Panitia Ujian PPAT 2022 yang tidak memberikan Surat Keterangan Lulus dan wilayah kerja kepada sebanyak 1749 peserta yang telah lulus ujian dengan nilai di atas ambang batas, dengan alasan tidak tersedianya formasi/wilayah kerja,” kata Ketua Forum Damai 1801 Tommy Sukmadinata, dalam siaran pers kepada medianotaris.com, Selasa (14/3).
Lazimnya proses ujian, maka pesertanya yang dinyatakan lulus ujian adalah diakui dan ditetapkan sebagai peserta yang diterima atau diangkat untuk suatu kepentingan tertentu, seperti menjadi PPAT. Nah, ironisnya, mereka yang tergabung di Forum 1801 itu hanya diakui di pengumumam kelulusan saja, selanjutnya tak ada secarik pun surat keputusan berupa Surat Keterangan Lulus.
Padahal, menurut Tommy, merujuk pada Permen ATR/BPN Nomor 20 Tahun 2018 pada Pasal 12 ayat (2) menyatakan bahwa “Peserta yang telah lulus Ujian PPAT berhak mendapatkan Surat Keterangan Lulus Ujian sebagai syarat pengangkatan PPAT yang berlaku selama 5 tahun”.
Lalu pada PP Nomor 24 Tahun 2016 Pasal II angka (5) yang secara tegas menyatakan bahwa “Semua ketentuan mengenai formasi sebagaimana dimaksud dalam PP Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah dan peraturan pelaksananya, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku”. Kemudian merujuk pada Permen ATR/BPN Nomor 20 Tahun 2018 pada Pasal 15 ayat (2) huruf a, bahwa peningkatan kualitas diperuntukkan ; “bagi calon PPAT telah lulus Ujian PPAT dan belum diangkat sebagai PPAT”.
“Sehingga dengan tidak diberikannya Surat Keterangan Lulus yang berlaku selama 5 tahun, Dibukanya formasi atau wilayah kerja yang seluas-luasnya di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia tanpa Pembatasan Formasi PPAT Serta Peningkatan Kualitas, berarti Kementerian ATR/BPN RI telah nyata melanggar aturan yang ada di dalam PP Nomor 24 Tahun 2016 tentang Perubahan PP Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah dan Permen ATR/BPN RI Nomor 20 Tahun 2018,” papar Tommy. Konsekwensi atas tindakan pelanggaran aturan ini, mengakibatkan 1749 orang yang merasa dirugikan karena tidak dapat mengajukan Permohonan Pengangkatan PPAT.
Artinya UPPAT nya, sebanyak 1749 orang itu dinyatakan lulus memenuhi passinggrade 80, namun tak ada wilayah kerja untuk mereka. “Kami merasa dizolimi kami sudah banyak berkorban waktu, berkorban materi ternyata kami hanya dibohongi. Ya karena kami diumumkan lulus tapi gak diangkat atau diberi wilker. Yang lebih memprihatinkan lagi, kami pun tak diberi SKL sebagai tanda atau bukti kami lulus UPPAT,” tutur Ali Gufron peserta UPPAT yang lulus namun diabaikan begitu saja oleh Kementerian ATR/BPN.
Gufron yang sebelum mengikuti UPPT adalah bekerja sebagai jasa pengurusan surat-surat perizinan itu mengaku, kami untuk ikut ujian PPAT itu sudah mengeluarkan biaya sampai Rp 5 juta, belum lagi waktu terbuang untuk ikut bimbingan dan ujian yang diadakan di Jogyakarta akhir tahun 2022 lalu. “Paling tidak sebagai jaminan kami bisa diangkat sebagai PPAT adalah adanya SKL, kapan pun penempatannya tak jadi soal, asal diakui dan tinggal diangkat tanpa ujian lagi,” tandas Gufron asaal Sidoarjo, Jawa Timur itu.
Kekecewaan yang sama diungkapkan Ariati Fitri peserta UPPAT asal Bandung Jawa Barat. “Yang lebih mengecewakan lagi kami telah berkirim surat ke Kementerian ATR/BPN menanyakan soal SKL,tak pernah dijawab. Kalau pun dijawab hanya dijanjikan makanya kami turun unjuk rasa ke kantor ini,” ujar Ariati.
Ironisnya unjukrasa yang semula dijanjikan akan diterima Wakil Menteri ATR/BPN, kenyataannya hanya diterima oleh Sepyo Achanto, SH, M.H Direktur Pengaturan Tanah Komunal Hubungan Kelembagaan & PPAT Kementeraian ATR/BPN. “Pihak kementerian tetap dengan keputusannya katanya, tak bisa diubah lagi, selebihnya masih dipikirkan,” kata Ariati.
Artinya, tetap dengan keputusannya yaitu tak akan mengeluarkan Surat Keterangan Lulus. Jadi bagi yang ingin jadi PPAT silakan nanti ikut ujian lagi. “Itulah kami Pak Jokowi, dizolimi para pembantu bapak di Kementerian ATR/BPN, mohon keadilannya Pak Presiden,” tandas Ariati sambil terisak menangis.
Karena upaya menuntut keadilan ke Kementerian ATR/BPN RI pun kembali deadlock, Forum 1801 selain berencana menemui anggota Komisi II DPR juga akan melakukan langkah terakhir, melakukan upaya hukum ke Pengadilan Tata Usaha Negara (TUN). (*)
Komentar Untuk Berita Ini (0)
Kirim Komentar