PARA SENIOR GERAM, PERATURAN DITEKUK-TEKUK UNTUK KEPENTINGAN SENDIRI
medianotaris.com (K. Lukie Nugroho, SH)
Jakarta -Notaris senior Jakarta dan mantan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Zainun Ahmadi, SH mendukung pernyataan sikap dan langkah yang diambil oleh 24 Pengurus Wilayah Ikatan Notaris Indonesia (Pengwil INI).
Dukungan Ahmadi dihadapan sejumlah notaris senior dan Ketua Pengwil di Jakarta Selasa lalu (14/3/23) itu seolah makin menohok Pengurus Pusat INI yang pada 4 Maret lalu menunda atau membatalkan rencana kongres INI yang direncanakannya sendiri. Kemudian beberapa saat kemudian posisi Pengurus Pusat INI seolah makin terdesak dengan munculnya pernyataan sikap 24 Pengwil yang pada intinya tidak memercayai Pengurus Pusat, dan berencana menyelenggarakan Kongres Luar Biasa (KLB) di Jawa Barat.
Sikap ini selain mengoreksi kebijakan yang diambil Pengurus Pusat juga mempertanyakan dukungan atau campurtangan Dirjen AHU, Kementerian Hukum dan HAM RI dalam penentuan kongres.
Soal penentuan tempat kongres di Cilegon (The Royale Krakatau, Cilegon) tidak bisa menyembunyikan adanya unsur kesengajaan., ujarnya, “Sudah tahu kapasitasnya kecil dibanding belasan ribu anggota, kok, ya masih dipaksakan diselenggarakan di situ.” Celakanya yang dipakai alasan penundaan adalah surat keberatan dua Pengwil, yaitu Sulawesi Selatan dan Pengwil Jawa Barat. “Padahal kalau mau jujur penundaan itu akibat dari pemilihan tempat itu sendiri yang tidak memadai. Harusnya Pengurus Pusat mengakui kesalahannya dalam menentukan tempat di Cilegon itu, “kata mantan anggota Dewan PDIP Dapil Gresik ini.
Sementara itu, lanjut Ahmadi, akibat jumlah pendaftar yang membludak itu ditengarai mengakibatkan prediksi dukungan terhadap salah satu bakal calon Ketua Umum berbalik dan kurang menguntungkan (bakal calon) pihak tertentu. Hal ini mengubah ekspektasi perolehan suara nantinya sehingga Kongres di Cilegon itu 8-9 Maret itu dibatalkan.
Dukungan Ahmadi terhadap 24 Pengwil itu mempersoalkan alas hak Kementerian atau Dirjen AHU untuk perpanjangan masa jabatan Pengurus Pusat INI. Hal ini juga ditentang Ahmadi karena tidak sesuai AD/ART organisasi INI. Seperti diketahui bahwa sebelumnya Kementerian atau Dirjen AHU “diberikan pintu masuk” untuk campurtangan dalam menentukan Kongres INI melalui kegiatan yang disebut sebagai “Rembug Nasional”. Karena “ Rembug Nasional” ini sama sekali tidak ada dalilnya dalam AD/ ART Organisasi INI maka hal ini memberi pintu masuk pihak luar untuk campurtangan dalam urusan organisasi, bahkan sampai ke hal-hal yang sifatnya teknis seolah organisasi di bawah kepengurusan INI tidak mampu.
“Saya tahu persis esensi pembicaraan mengenai Pemerintah sebagai “Pembina Notaris” di DPR RI saat proses perubahan UU Jabatan Notaris yang disahkan tahun 2014. Saat itu saya menjabat sebagai Wakil Ketua Panitia Kerja RUU Perubahan UU Jabatan Notaris,” katanya.
“Saya, saat perubahan UUJN tahun 2014 pernah membicarakan masalah kata “pembinaan” ini. Memang ada yang namanya “pembinaan” itu. Namun terbatas pada “pembinaan tugas dan jabatan” notaris. Bukan membina dan mengurusi organisasinya. “Justru yang mengatakan “pembinaan oleh Pemerintah” itu adalah notaris sendiri. Bukan KumHAM yang ngomong,” kata sahabat almarhum Taufik Kiemas suami Megawati ini.
Notaris pada awalnya berhimpun membentuk organisasi notaris. Sebagaimana halnya IPPAT, meskipun IPPAT itu merupakan subkoordinasi daripada ATR/BPN sebagimana diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP), tetapi dalam berhimpunnya mereka tidak melibatkan pemerintah," tegas Zainun.
Menteri Hukum dan HAM RI Yusril Ihza Mahendra pernah diangkat sebagai “anggota kehormatan organisasi notaris”.
Hal ini menunjukkan bahwa seorang Menteri bisa ditempatkan sebagai anggota. Bagaimana mungkin seorang anggota bisa menjadi pembina sekaligus?, kata Zainun. Pernyataan Ahmadi di Jakarta selasa lalu disertai sejumlah Ketua Pengwil dan notaris senior yang sangat geram atas pengelolaan organisasi INI yang melenceng dari aturan, menekuk-nekuk untuk kepentingan kelompoknya sendiri untuk tujuan sesaat. Bahkan mengabaikan konstitusi organisasi yang tertuang di dalam AD/ ART ataupun peraturan perkumpulan lainnya. Lebih lanjut, mantan anggota Komisi VIII DPR RI untuk periode 2009-2014 itu juga mengatakan bahwa Kongres ke-24 memang sudah tertunda-tunda. Menurutnya jika para tokoh senior notaris membiarkan tertunda lagi, sama saja dengan menolerir penundaan kongres tersebut, meskipun ada arahan dari pihak Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) melalui Direktur Jenderal (Dirjen) Administrasi Hukum Umum (AHU) bahwa pelaksanaan Kongres ke-24 akan dilaksanakan selambat-lambatnya pada Agustus 2023. "Bukan berarti karena di Agustus nanti akan dilaksanakan kongres, belum tentu. Bisa saja nanti kalau tempatnya kembali dinyatakan tidak memungkinkan, ya bisa saja dibatalkan lagi seperti yang di Cilegon, kata pria kelahiran Surakarta ini. Kembali Zainun menekankan, bahwa pernyataan 24 Pengwil untuk melaksanakan KLB itu akan jalan terus. Namun ia juga mengatakan bahwa dalam waktu 30 hari sejak dikeluarkannya surat yang menyatakan penundaan kembali kongres kemarin, hingga waktu sebulan ke depan pihaknya masih akan menunggu reaksi dari PP INI, karena menurutnya bisa saja PP INI mengabulkan pelaksanaan KLB. Bisa juga PP INI menolaknya. Akan tetapi, dikabulkan PP INI atau tidak, dirinya beserta seluruh lapisan Anggota INI yang mendukung KLB, tetap akan melaksanakan KLB tersebut. Bedanya kata Zainun, jika PP INI mengabulkan maka PP INI akan terlibat dalam kepanitiaan, jika tidak mengabulkan maka 24 Pengwil beserta Anggotanya akan melaksanakan KLB tanpa melibatkan PP INI.
JUMLAH PENGWIL YANG DUKUNG KLB AKAN BERTAMBAH
"Kemudian pasti akan timbul pertanyaan, bagaimana legalitasnya hasil KLB tersebut jika PP INI tidak mengabulkan tapi KLB tetap jalan terus? Saya mendapat bocoran dari Kementarian yang mengatakan bahwa kelihatannya tidak menutup kemungkinan jika organisasi notaris itu akan menjadi lebih dari satu, atau tidak lagi tunggal. Terlebih lagi bahwa KLB yang akan dilakukan oleh 24 Pengwil itu sudah ada dasar hukumnya dan sudah sangat kuat berdasarkan AD-ART sebagai konstitusi organisasi kita. Tempat pelaksanaanya akan di Jawa Barat, sesuai dengan hasil keputusan Kongres ke-23 di Makassar," tegas Zainun lagi.
Dasar hukum KLB sudah cukup. Apalagi organisasi INI sudah memiliki contoh atau konvensi adanya KLB setelah Kongres deadlock di Yogyakarta dan di Jakarta tahun 2012.Akhirnya diadakan KLB di Denpasar Bali dengan memilih Adrian Djuaini, SH sebagai Ketua Umum kedua kalinya.
Sementara itu, menurut, Ahmadi, dalam perjalanan ke depan Ahmadi melihat ada kecenderungan penambahan jumlah Pengwil yang mendukung KLB.
Penentuan tempat acara KLB di Jawa Barat bukan karena ada maksud apa-apa, tapi semata mengikuti ketentuan organisasi yang dihasilkan berdasarkan Keputusan Kongres INIdi Makassar empat tahun lalu.
Disinggung mengenai Keputusan Di luar Kongres (KDK), jika saja PP INI sadar dan faham akan aturan KDK, mestinya PP INI dalam kesempatan terakhir kembali melaksanakan lagi KDK, terlepas dari KDK yang murni ataupun manipulatif sebelum 1 April 2023. Alasan kenapa harus mengambil langkah KDK lagi menurutnya agar PP INI tidak selalu mangandalkan kebijakan yang dikeluarkan melalui Dirjen AHU. Dirinya juga sempat mendengar adanya pernyataan dari Dirjen AHU yang menyatakn bahwa legalitas PP INI ada pada pihak Dirjen.
"Nanti dulu, dia itu sebagai siapa? Dia itu Dirjen atau tidak mewakili Menteri?, dia berbicara hanya sebagai Dirjen AHU? Aturan KDK itu tidak boleh dilakukan semau-maunya sesuai pesanan atau kebutuhan salah satu kelompok saja. Aturan KDK itu kan sama saja dengan Perpu (Peraturan Pengganti Undang-Undang) kalau di negara. Jadi dapat dilakukan hanya pada saat-saat tetentu yang sifatnya darurat dan prisipil saja. Kalau yang saya lihat sekarang, KDK itu seperti diobral," tukas Zainun.
Terkait kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan Kemenkumham yang dalam hal ini adalah Ditjen AHU, Notaris/PPAT yang berkedudukan kerja di Wilayah Jakarta Selatan itu mengaku bahwa dirinya tidak mengetahui apakah itu sebuah “ keputusan”, “imbauan” atau “saran”?. Karena kata Zainun, jika itu adalah sebuah keputusan maka harus ada konsideransnya, seperti “mengingat”, “menimbang” dan baru “memutuskan”.
"Jika tidak ada konsideransnya, ya berarti hanya sebuah “imbauan” atau”saran” saja, dan artinya, bisa dilaksanakan, atau bisa tidak. Lagipula perlu diingat, yang memberikan mandat kepada Ketua Umum (Ketum) INI itu adalah Anggota INI itu sendiri. Bukan Dirjen AHU, jadi salah kaprah jika menurut Dirjen AHU bahwa legalitas Ketum dan Sekum PP INI itu ada pada dirinya. Menurut saya itu sangat fatal. Saya yakin bahwa semua ini tidak ada kaitannya dengan Pak Menteri, karena saya juga yakin bahwa Menteri Kumham tidak tahu-menahu secara persis soal kekisruhan yang terjadi," papar Zainun.
Mengenai wacana PP INI akan melaksanakan e-votting nasional saat pemilihan suara di Kongres ke-24 nanti, menurutnya hal itu jelas belum diatur dalam AD-ART. Jika dilakukan pemilihan elektronik secara langsung oleh pemilih yang hadir di tempat saat kongres, itu baru diperbolehkan. Artinya, anggota yang mau memilih harus hadir dulu secara fisik di tempat kongres.
"Awal mula terjadinya kekisruhan yang menyebabkan timbulnya permasalahan-permasalahan atau dinamika yang mengakibatkan kegaduhan dikalangan anggota INI menjelang Kongres ke-24 yang seharusnya sudah terlaksana, adalah akibat dari dilanggarnya AD-ART oleh pihak yang menginginkan dan memutuskan dipindahkannya tempat penyelenggaraan Kongres ke-24. Hasil Keputusan Kongres ke-23 Makassar ditetapkan yaitu di Jawa Barat, dan mau dipindahkan ke Bali dengan pertimbangan alasan yang tidak diatur pula dalam AD-ART dan tidak masuk akal. Oleh karena itu dalam KLB yang akan segera dilaksanakan, pihak yang menyebabkan terjadinya pelanggaran AD-ART yang dalam hal ini adalah Ketum (Ketua Umum INI dan Sekum INI akan dipanggil untuk dimintai pertanggungjawabannya," tutup Zainun. (*)
Komentar Untuk Berita Ini (0)
Kirim Komentar