Diah Sulistyani Muladi

Dr. Diah Sulistyani Muladi, S.H,Sp.N,M.Hum.
Notaris-PPAT JAKARTA BARAT
Alumni PPSA 17 LEMHANNAS RI


Notaris adalah pejabat umum yang berwenang membuat akta otentik sebagaimana ketentuan Pasal 1 Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 30 tahun 2004 dan Pasal 1868 KUH Perdata. Sedangkan akta otentik adalah suatu akta yang didalam bentuk yang ditentukan oleh UU, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat dimana akta dibuatnya. Dalam kaitan dengan konteks pengangkatan notaris maka sudah sangat perlu kita membahas masalah penempatan wilayah kerja Notaris dan PPAT.

Apabila mencermati ketentuan Pasal 3 huruf g dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, bahwa syarat untuk dapat diangkat menjadi Notaris antara lain tidak berstatus pegawai negeri, pejabat Negara, advokat, atau tidak sedang memangku jabatan lain yang oleh undang-undang dilarang untuk dirangkap dengan jabatan Notaris. Atas hal ini juga kita mencermati ketentuan Pasal 17 huruf g dalam Undang-Undang No.30 Tahun 2004 , bahwa Notaris dilarang merangkap jabatan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah di luar wilayah Jabatan Notaris maka Menteri Hukum dan HAM RI dan Kepala BPN RI agar lebih mengawasi terhadap pengangkatan Notaris dan PPAT agar dampaknya tidak merugikan masyarakat akibat penempatan yang berbeda wilayah kerja terhadap jabatan Notaris dan PPAT.

Di dalam praktek sekarang ini dijumpai beberapa kasus pengangkatan dan penempatan wilayah kerja seorang notaris dan PPAT yang saling berbeda. Dalam kasus seorang notaris yang penempatannya berbeda dengan wilayah penempatan PPAT-nya maka akan membuka peluang kemungkinan terjadi masalah. Maksudnya, apabila seorang notaris penempatan dan pengangkatannya dengan PPAT-nya berbeda maka sangat riskan dampaknya terhadap akta-akta yang dibuatnya dan mempengaruhi keotentikan terhadap akta yang dibuatnya. Pada akhirnya hal ini akan sangat merugikan masyarakat atau kliennya.

Kalau melihat Pasal 3 Undang-undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris tidak ditemukan syarat dalam pengangkatan sebagai Notaris harus sudah menjadi PPAT. Tahun 1998 pernah ada SK dari Menteri Kehakiman RI tentang syarat untuk dapat diangkat menjadi Notaris harus sudah PPAT dengan menyerahkan SK PPAT dalam pemenuhan persyaratan pengangkatan Notaris. Tujuannya untuk menyamakan keluarnya SK Pengangkatan Notaris agar tidak ditempatkan berbeda dengan SK PPAT.

Saat ini kita bisa menemukan ada seorang Notaris yang merangkap jabatan PPAT di wilayah kerja yang berbeda. Akibat pemahaman yang berbeda, maka diantara mereka tetap menjalani jabatan kedua-duanya. Ini sangat berbahaya apabila Notaris atau PPAT tersebut membuat akta dua-duanya.

Coba mari kita melihat ketentuan Peraturan Pemerintah No.37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah :

Pasal 8 ayat (1) huruf c :
“ PPAT berhenti menjabat sebagai PPAT karena diangkat dan mengangkat sumpah jabatan atau melaksanakan tugas sebagai Notaris dengan tempat kedudukan di Kabupaten/Kotamadya Dati II yang lain daripada daerah kerjanya sebagai PPAT. “

Ternyata berhentinya PPAT sejak mengangkat sumpah, bagaimana bisa terjadi apabila PPAT tetap merangkap jabatan sebagai Notaris di tempat yang berbeda dengan 2 (dua) papan nama di wilayah lain dan kantor yang berbeda. Bagaimana kekuatan akta yang dibuatnya apakah dapat dinamakan akta otentik?
Memang dalam hal ini, diharuskan memilih salah satu atau menyesuaikan. Namun sebagai manusia tentunya ingin kedua-duanya. Ada yang akan memohon penyesuaian, namun di sisi lain ada yang nekat tetap membuka dua kantor yang berbeda.

Apabila akan menyesuaikan wilayah kerjapun terbentur dengan ketentuan Pasal 9 dan Pasal 10 PP No.37 Tahun 1998 yaitu :

Pasal 9 :
PPAT berhenti menjabat sebagai PPAT karena diangkat dan mengangkat sumpah jabatan Notaris di Kabupaten/Kotamadya Dati II yang lain daripada daerah kerjanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf c dapat diangkat kembali menjadi PPAT dengan wilayah kerja Kabupaten/Kotamadya Dati II tempat kedudukan sebagai Notaris apabila formasi PPAT untuk daerah kerja tersebut belum penuh.

Pasal 10 :
PPAT yang berhenti atas permintaan sendiri dapat diangkat kembali menjadi PPAT untuk daerah kerja lain daripada daerah kerjanya semula, apabila formasi PPAT untuk daerah kerja tersebut belum penuh.


Di dalam Konsiderans PP No. 37 tahun 1998 jelas bahwa peraturan tersebut untuk menjamin kepastian hukum hak-hak atas tanah dan PPAT diberi kewenangan untuk membuat alat bukti mengenai perbuatan hukum tertentu. Sehingga berdasarkan hal-hal tersebut diatas perlu kiranya koordinasi kembali antara BPN RI dan KEMENKUMHAM RI untuk penetapan syarat pengangkatan Notaris dan PPAT. Agar menjamin kepastian hukum dan perlindungan masyarakat luas, karena apabila tidak mentaati aturan-aturan wilayah kerja tersebut di atas jelas dampaknya berbahaya sekali terhadap keotentikan suatu akta yang dibuat Notaris dan PPAT sebagai Pejabat Umum.

Ketentuan pasal 21 UU No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris sebenarnya apabila dapat berjalan dengan baik, maka peran Organisasi Notaris sangat diperlukan untuk mencegah tindakan perangkapan wilayah kerja Notaris dan PPAT. Pasal 21 menyebutkan “Menteri berwenang menentukan Formasi Jabatan Notaris pada daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) dengan mempertimbangkan usul dari Organisasi Notaris.” Dalam kondisi organisasi notaris yang memprihatinkan seperti sekarang ini, bagaimana bisa diharapkan peranannya untuk membantu anggotanya?

Melihat dari kondisi yang terjadi di lapangan, bagi Notaris dan PPAT yang sampai saat ini menjabat di wilayah kerja yang berbeda dapat melihat beberapa ketentuan pasal-pasal tersebut diatas. Ini penting diperhatikan agar dalam pembuatan akta-akta atau perjanjian-perjanjian tidak cacat hukum dari aspek subyek hukum sehingga Pasal 1320 KUH Perdata mengenai sahnya suatu perjanjian bisa terpenuhi.

Pada akhirnya konsiderans UU No. 30 Tahun 2004 hendaknya dapat benar-benar diwujudkan. Hal ini menunjukkan latar belakang diundangkannya UUJN adalah untuk menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum dibutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat otentik. Jangan pula karena ego antarsektoral di pemerintahan lebih dikedepankan maka menyebabkan akta yang dibuat oleh Notaris dan PPAT mengalami “degradasi” . Untuk itu diperlukan kerjasama yang baik antara Kementerian Hukum dan HAM dan Badan Pertanahan Nasional.
Sementara itu notaris dan PPAT yang mengalami hal seperti ini dan juga calon notaris atau Anggota Luar Biasa INI haruslah secara ekstra mengkaji hal ini. Agar di kemudian hari bisa menghindarkan diri dari masalah yang mungkin terjadi ketika bekerja.



Komentar Untuk Berita Ini (3)

  • Wahyudi Ali 30 Maret 2014 | 23:25

    Dari awal semestinya memilih wilayah kerja notaris dan PPAT, yang masih tersedia formasi yang cukup banyak. Hal ini agar terjadi pemerataan penempatan notaris dan PPAT di seluruh wilayah Republik Indonesia. Seseorang yg sudah menjadi notaris, hendaknya me

  • Adi Noverdi 21 Juli 2013 | 12:21

    itulah sebuah contoh dr sebuah akibat, kita selalu membahas akibat, tanpa memperhatikan sebabnya, itulah salah satu contoh Organisasi Notaris/ PPAT hanya sebagai wadah untuk berkumpul dan melaksanakan acara-acara seremoni, tanpa memperhatikan/ mengurus an

  • dini 18 Maret 2013 | 07:29

    HARUS NYA ORGANISASI NOTARIS PUNYA POWER DONG DALAM MENCEGAH ADANYA PERANGKAPAN JABATAN, DENGAN INTERVENSI KE 2 INSTANSI (BPN DAN KEMENKUMHAM).BUKAN SETELAH NOTARIS/PPAT MENGAJUKAN SK RANGKAP JABATAN BARU.FORMASI NOTARIS DAN PPAT HARUSNYA DISINKRONKAN,OR

Kirim Komentar

Nama
Lokasi
Email
URL
Komentar
  captcha contact us
Silakan masukkan kode diatas